1. Pertunjukan Sulap

72 28 15
                                    

Pilar-pilar tinggi dan kokoh yang dilapisi batu marmer, berdiri sejajar menahan bangunan bergaya yunani kuno yang terlihat kontras dengan bangunan modern di sekitarnya. Bangunan berwarna putih gading yang sangat cocok untuk dijadikan museum sejarah dewa-dewi yunani itu, merupakan gedung pertunjukan yang secara khusus dipakai untuk pertunjukan sulap dari pesulap yang merupakan ikon dari Wixx City.

Wixx City merupakan kota pinggiran modern yang sangat terkenal karena memiliki seorang pesulap yang hebat. Nama Wixx diambil dari nama keluarga pesulap hebat itu, yang menurut cerita beredar bahwa dulunya keluarga Wixx lah yang telah membangkitkan kota mati ini menjadi kota pinggiran yang makmur.

Di depan bangunan megah itu, telah terparkir puluhan mobil dan bis-bis yang membawa ratusan orang dari berbagai kota. Malam ini adalah malam pertunjukan sulap yang dinanti-nanti semua orang. Pertunjukan yang diadakan setiap tanggal 4 dan 17 Setiap bulannya, dan selalu penuh dengan orang-orang yang siap untuk menonton.

Aku berjalan mondar-mandir diatas rumput yang basah karena gerimis mulai mengguyur. Berulang kali aku mengecek jam tangan coklatku yang terbuat dari bahan kulit. Detik demi detik berlalu, tetapi aku masih belum melihat batang hidung Mama dan temannya yang katanya sudah hampir sampai di gedung pertunjukan. Selain itu perasaanku sama sekali belum tenang sejak sampai di kota ini. Berbagai pikiran-pikiran akan kejadian buruk yang akan menimpaku jika tidak segera pergi telah menghantuiku sejak aku menginjakkan kaki dikota ini.

Hujan yang tadinya gerimis menjadi mulai deras, dengan langkah yang berat aku masuk ke gedung pertunjukan. Saat mengantri untuk pengecekan tiket, aku mengirim pesan singkat kepada Mama bahwa aku akan menitipkan tiketnya ke petugas atas namaku.

Antrian yang cukup panjang membuatku sedikit bosan. Saat hampir sampai untuk bagianku melakukan pengecekkan, tubuhku langsung merinding dan mematung. Walau sudah hampir 5 tahun aku tidak kembali ke kota ini, tetapi aku masih ingat dengan jelas petugas yang melakukan pengecekkan tiket sangat ramah dan baik.

Petugas tiket yang sekarang masih mengenakan pakaian yang sama. Kemeja putih dengan dasi kupu-kupu berwarna merah, dan celana hitam panjang. Tetapi tidak ada senyum ramah di wajah petugas tiket dihadapan ku karena wajahnya yang rata. Tidak ada sepasang mata, dua lubang hidung dan mulut ditempat semestinya. Petugas di hadapanku hanyalah manekin kayu yang dipoles dengan tidak rata sehingga menimbulkan suara mengerikan saat manekin itu menggerakkan tubuhnya dengan gerakan patah-patah yang mengerikan.

Dengan sigap aku keluar dari antrian lalu berlari untuk keluar dari gedung pertunjukan. Saat hendak menuruni anak tangga menuju parkiran yang luas, langkahku terhenti karena River asisten sulap Sang Pesulap ada didepan anak tangga.

Kucing putih setinggi anak berumur 5 tahun dengan kedua mata merah yang menyala, dan berjalan seperti manusia berada tepat didepan seakan sedang menungguku. Kucing itu melangkah mendekat dengan suara yang khas karena salah satu kakinya adalah kaki kayu. Pipi gembulnya naik turun saat berjalan, ditambah dasi kupu-kupu berwarna hitam melingkar dilehernya membuat ketakutan ku sedikit menurun.

"Meong!" Sapa River sambil menyerahkan sebuah kertas kuno yang dilipat dua.

"Ngga! Ngga mau! Kamu pikir aku bodoh? Aku masih ingat dengan jelas waktu kecil nerima kertas emas dari kamu! Terus apa yang terjadi? Aku hampir mati!" Teriakku.

Kucing itu masih menatap dengan ekspresi datar. Aku berbelok untuk melewatinya, tetapi kucing itu dengan sigap menghadang ku. Kucing itu berjalan lebih dekat, lalu membuka lipatan kertas itu dihadapan ku.

SUDAH TERLAMBAT UNTUK MENCARI MAMAMU. CEPAT PERGI DARI SINI SEBELUM TENGAH MALAM ATAU KAU AKAN MATI!

"Hah? Apa-apaan ini!" Teriakku sambil merampas kertas itu dari tangan River dengan kasar.

 The Magician's Secret (END)Where stories live. Discover now