6. Kastil Tua

32 15 14
                                    

Aku terbangun disebuah kasur empuk yang sedikit berdebu. Aroma lembab dan apek dari jamur lah yang menyambut ku pertama kali saat terbangun. Aku memandang langit-langit asing berwarna coklat tua yang dihiasi lampu kaca mewah tidak menyala. Aku berusaha memahami dimana aku berada dan apa yang telah terjadi semalam.

"Argh kepalaku pusing!" Kataku sambil berusaha bangkit. Tetapi akhirnya aku hanya duduk bersandar di kasur.

Kamar yang aku tempati cukup luas tetapi kosong. Tembok kamar ini berwarna abu-abu yang membuat suasana menjadi suram. Disebelah kiriku terdapat lemari kayu besar hitam yang dihiasi corak abstrak, lalu ada sebuah cermin besar berbingkai besi yang terlihat lawas terpasang di dinding tepat di depan kasur, dan sebuah karpet berbulu berwarna maroon berada ditengah-tengah ruangan. Saat aku menengok ke kanan, dimana terdapat jendela yang menyinari ruangan ini berada. Aku dikejutkan oleh sosok yang duduk di sofa berwarna putih. Raven Wixx sang penguasa kota Wixx.

Sosoknya sangat berbeda dengan biasanya. Ia mengenakan kaos hitam berlengan panjang yang senada dengan celana panjangnya. Rambutnya terlihat acak-acakan, apalagi poni rambutnya yang hampir menyentuh mata tajam miliknya membuatku sangat risih. Ia memandang kosong ke arah jendela, memperlihatkan garis wajahnya yang tajam. Tetapi sosoknya saat ini terlihat asing. Postur tubuhnya, pandangan matanya, dan ekspresinya terlihat sangat kesepian dan juga menyedihkan.

"Oh! Kamu sudah bangun!" Suara dan ekspresi terkejutnya terlihat asli.

"Halo! Selamat pagi nona kecil!" Sapanya.

Hanya dalam hitungan detik sosok angkuhnya telah kembali. Ia membetulkan posisi duduknya. Kakinya menyilang, badannya kembali tegap, dan kedua tangannya berada diatas lutut. Tidak lupa ia mengangkat sedikit dagunya, membuatku benar-benar kesal dengan sikapnya yang merasa dalam posisi tinggi.

Saat melihatnya, semua kejadian semalam yang sangat melelahkan langsung terlintas dipikiran ku seperti lembaran roll film. Aku langsung meningkatkan kewaspadaan ku, aku yakin pasti ia memiliki niat yang buruk saat menyelamatkan ku.

"Iya halo, selamat pagi." Jawabku dingin. Akan aku ikuti permainanmu pesulap sialan.

"Kamu tidak melupakan sesuatu nona kecil?" Tanyanya sambil memiringkan kepala. Aku mengernyit mendengar pertanyaannya. Seketika aku mengingat sesuatu yang seharusnya tidak ku lupakan.

"Ma-mama... Tante Vina..." Dua orang yang merupakan korban dari pak tua sialan itu.

Tetapi perasaan apa ini, perasaan aneh yang menghantui ku sejak kemarin malam. Aku seharusnya sedih akan kepergian Mama, seharunya aku marah dan dendam kepada pria tua sialan itu yang telah membunuh orang yang ku sayangi. Tetapi apa ini, perasaan kosong dan hampa yang menyebalkan menggerogoti tubuhku. Aku ingin menangis tetapi mataku terasa kering, dan pikiranku bertanya-tanya apa yang harus aku tangisi. Perasaan menyebalkan ini membuat ku ingin cepat-cepat melupakan semua yang telah terjadi, dan bersikap seakan tidak terjadi apa-apa di hidupku. Karena dengan melakukan itu, perasaan kosong dan hampa ini menghilang.

"Bagaimana rasanya nona kecil? Menyebalkan bukan?" Katanya sambil menyeringai.

Aku hanya membalasnya dengan tatapan tajam. Rasanya aku ingin membalas ucapannya, tetapi tidak terpikirkan apa-apa. Aku ingin pesulap sialan itu mengetahui betapa menyebalkan sikapnya, dan merasakan perasaan kesal saat melihat wajah angkuhnya. Pandangan mata yang selalu memandang rendah orang lain. Rasanya aku ingin berlari dan memukul wajahnya sekali-kali.

"Apa yang terjadi kepadaku?!"

"Kau sudah mati, lalu berubah menjadi setengah myling dan setengah diriku." Jawabnya sambil mengangkat cangkir teh.

"Hah? Apa itu myling, dan kenapa dari kemarin kau selalu mengatakan aku akan mati! Lalu sekarang aku sudah mati! Astaga! Bisa tidak kau letakkan teh itu dan menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi?! Aku benar-benar kebingungan!" Teriakku kesal. Rasanya ingin ku siramkan teh itu ke wajahnya.

Pesulap itu meletakkan cangkir tehnya lalu berjalan ke arahku sambil tersenyum. Setelah itu ia duduk dipinggir kasur dengan senyum yang masih terpasang diwajahnya.

"Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa dari awal kau sudah dipersiapkan untuk sebuah ritual? Mulai dari perjodohan kedua orang tuamu, lalu kematian kakek dan nenekmu, lalu kucing hitam buta mu, juga kepindahan mu ke luar kota, dan terakhir kematian Mama mu." Katanya dengan nada serius.

"Kau yang--"

"Bukan. Bukan aku yang melakukan nona kecil! Aku juga sedang menyelidiki ini. Bahkan aku sangat beruntung dapat menyelematkan mu dengan cepat! Aku sudah melemah sejak kau kabur, saat seharusnya kau menjadi makanan dari kota ini."

"Makanan dari kota ini? Bukankah kau yang mau memakan ku?" Tanyaku sedikit ragu. "Ah tunggu! Lalu apa yang mereka inginkan dariku setelah melakukan ini semua!" Menurutku pertanyaan ini lebih penting.

"Jiwamu. Jiwamu yang terlihat berkilauan itu." Jawabnya sambil menyeringai. "Bahkan sejujurnya aku juga sangat menginginkan jiwamu itu... Kau tidak tau betapa kerasnya aku berusaha menahan!"

Seketika aku merinding. Ekspresi dan tatapan matanya sangat serius. Pandangan matanya yang seperti pemangsa telah muncul. Setelah itu ia meletakkan kedua tangannya di bahuku. Reflek aku mengambil bantal lalu memukul kepalanya dengan bantal itu.

"Wah, wah, wah. Masih semangat ya nona kecil! Bagus! Sangat bagus! Kau harus semangat seperti itu! Karena apa yang terjadi selanjutnya akan sulit." Katanya sambil membuang bantal itu dilantai lalu berdiri.

"Kemari lah. Akan aku perlihatkan jiwamu yang sangat menggoda itu. Lihatlah apa yang telah dipersiapkan para tetua itu kepadamu." Ajaknya sambil berjalan ke arah cermin.

Aku turun dari kasur, lalu berjalan ke arah cermin. Raven berdiri dibelakang ku, dan aku baru menyadari bahwa ia cukup tinggi. Saat ia berdiri dibelakang ku, aku hanya menutupi bayangannya sampai di dada. Bahu lebarnya masih terlihat jelas. Saat itu juga tiba-tiba muncul aroma familiar yang menenangkan.

"Kau masih saja terlihat imut saat terlihat kacau seperti ini." Perkataan nya terdengar mengejek dan juga keluar dari topik pembicaraan. Aku tidak mau membalas dan diam saja.

Sebenarnya keadaan ku memang terlihat kacau. Rambut hitam pendekku terlihat kusut, kulit kuning ku juga kusam. Dan wajah ku yang memang tidak terlalu cantik, tetapi menurutku cukup imut dengan pipi chubby dan hidung pesek terlihat sangat stress dan lelah.

Tiba-tiba Raven menutup kedua tanganku dengan telapak tangannya. Aku merasakan wajahnya mendekat ke telingaku, dan aroma menenangkan itu tercium lebih kuat.

"Akan aku pinjamkan penglihatan ku." Bisiknya ditelinga ku, disertai aroma mint di nafasnya. Tetapi itu bukanlah aroma menenangkan yang kucari.

Raven menurunkan telapak tangannya. Aku dapat melihat sebuah cahaya bulat berwarna ungu dan hijau bersinar didalam tubuhku. Seperti asap dimana dua warna saling mengejar melingkar.

"Warna hijau itu adalah jiwa dari kaum kami penguasa kota. Sedangkan ungu tua itu adalah jiwa dari kaum myling. Jika orang memakan jiwa mu itu, maka mereka akan sekuat para penguasa kota, tetapi mereka tidak akan terikat kontrak seperti kami. Sehingga mereka bisa bebas menggunakan kekuatan mereka dimana pun, dan juga membunuh siapapun yang mereka inginkan. Jiwamu sangat berbahaya nona kecil!" Katanya dengan nada serius.

Prang!

Reflek si pesulap memelukku dengan erat. Begitu juga aku langsung mencengkram tangannya. Aroma menenangkan seperti aroma sehabis hujan bercampur aroma segar dari pohon pinus, ternyata aroma itu merupakan aroma dari tubuhnya.

"Wahh sudah dimulai ya." Katanya sambil menggandeng tanganku menuju makhluk yang menabrak jendela kamar. Makhluk kecil itu adalah gagak putih.

 The Magician's Secret (END)Where stories live. Discover now