4. Taman Hiburan Tuan Kelinci

29 15 11
                                    

Waktu kecil aku sangat mengagumi sang pesulap. Bukan hanya aku saja, tetapi teman-teman sekolahku, bahkan mungkin semua anak-anak di kotaku sangat menyukai sang pesulap. Tentunya itu hal yang wajar karena anak-anak sangat menyukai sihir.

Di kotaku selain masyarakat nya yang tidak mengetahui wajah dari sang pesulap. Mereka juga tidak mengetahui tempat dimana sang pesulap tinggal. Karena itu waktu kecil aku dan teman-teman ku sering melakukan petualangan mencari rumah sang pesulap.

Memori saat itu masih tersimpan dengan baik dalam ingatanku. Saat dimana mimpi buruk berkepanjangan ku dimulai.

Hari itu adalah hari Rabu, 3 hari sebelum hari ulang tahunku yang ke 12. Di cuaca yang sedikit mendung setelah pulang sekolah, aku sedang mengayuh sepedaku menuju rumah sahabatku yang bernama Lisa. Saat aku hampir sampai dirumahnya yang berada di sekitaran pusat kota. Aku melihat River didepan sebuah minimarket, kucing itu sedang melambai ke arahku. Reflek aku menghentikan sepedaku, lalu turun menemuinya.

Kucing itu tetap melambai dengan ekspresi datarnya saat aku berjalan kearahnya. Ekspresi itu sangat tidak cocok dengan sosoknya yang menggemaskan, apalagi terdapat sebuah pita merah besar dibelakang lehernya.

Saat jarak kami hanya tinggal beberapa langkah, River langsung berlari layaknya seekor kucing pada umumnya menuju gang sempit. Aku sedikit enggan untuk mengikutinya karena gang itu sering digunakan sebagai tempat merokok anak-anak SMA. Aku memberanikan diri untuk mengintip kedalam gang itu, disana River sedang berdiri diujung tembok menatapku.

Aku langsung berlari menyusul River karena didalam gang itu tidak ada orang, apalagi gang sempit itu ternyata merupakan gang buntu jadi River tidak dapat kabur. Saat aku sampai dihadapan kucing putih bermata merah itu, ia memberikan kain hitam kepadaku.

"Eh? Buat apa kain ini Tuan River?" Tanyaku dengan polos.

"Meong!" Jawab kucing itu sambil melakukan gerakan menutup mata dengan kain.

"Aha! Tuan River ingin aku menutup mata pakai kain ini?" Tanyaku sekali lagi. Kucing berkaki kayu itu mengangguk.

Waktu itu aku sama sekali tidak merasakan ancaman bahaya sehingga aku menuruti saja permintaan kucing itu. Setelah aku selesai mengikat kain hitam itu ke mataku, River menggandeng tanganku dan kami mulai berjalan.

"Eh hati-hati Tuan River!" Teriakku.

Kucing itu tidak menjawab dan terus berjalan sambil menarik tanganku. Setiap mendapatkan beberapa langkah kami selalu berbelok, entah ke kanan, ke kiri, bahkan berputar balik. Semakin jauh berjalan, tanah yang kami injak semakin empuk dan aku dapat merasakan rumput tinggi yang menggelitik kakiku.

"Meong!" Kata River sambil melepaskan pegangan tangan ku.

"Eh, sudah sampai?" Tanyaku sambil melepas ikatan penutup mata.

"Wuahh!!" Teriakku kagum.

Didepan mataku terdapat kastil tua yang cukup terawat. Saat aku melihat sekeliling ku, ternyata aku berada dihalaman tamannya. Pemandangan taman terlihat indah, tetapi juga memberikan perasaan aneh yang tidak nyaman.

Jika melihat sekilas, taman itu sangat cantik karena terdapat berbagai jenis bunga yang kuketahui bentuknya tetapi tidak kuketahui namanya. Tetapi jika dilihat lebih lama, tanaman bunga di taman itu tidak memiliki daun sama sekali. Lalu rumput di taman itu tidaklah kering, melainkan memang bewarna coklat tua.

"Selamat datang nona kecil!" Sapa Tuan Pesulap dari arah belakangku.

"Wahh Tuan Pesulap!" Jawabku senang. "Eh? Jadi ini rumah Tuan Pesulap?!" Tanyaku dengan nada tinggi.

"Benar nona kecil. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?" Ajak Tuan Pesulap.

Aku langsung mengangguk senang dan menggandeng tangan Tuan Pesulap. Setelah selesai memutari taman yang cukup luas itu, Tuan Pesulap mengajakku duduk dibangku taman yang berwarna hitam, lalu memberikan beberapa bungkus permen coklat.

"Ouh iya, aku ingin nona kecil tidak menceritakan pertemuan ini dengan siapapun, setuju?"

"Eh? Kenapa Tuan Pesulap?" Tanyaku dengan nada sedih. Padahal aku sudah tidak sabar untuk pamer kepada teman-teman ku.

"Hhhmm... Kalau nona kecil janji tidak akan menceritakan kepada siapapun. Tuan Pesulap janji akan memberikan hadiah ulangtahun yang keren kepada nona kecil." Jawab Tuan Pesulap sambil memandang ke arah mataku.

Aku ingat waktu itu aku merasa sedikit takut saat mata kami bertatapan. Tatapan matanya begitu mengintimidasi. Apalagi aku hanya dapat melihat sorot matanya dari keseluruhan wajahnya.

"Be-beneran Tuan Pesulap?" Tanyaku sedikit grogi, dan dijawab anggukan dari Tuan Pesulap. "Kalau gitu Shannon janji tidak akan cerita ke siapapun!" Jawabku dengan mantap.

"Bagus. Terimakasih nona kecil!" Jawab Tuan Pesulap lalu berdiri. "Kalau gitu ayo Tuan Pesulap antar nona kecil pulang." Ajaknya sambil memberikan sapu tangan putih.

"Baik. Terimakasih Tuan Pesulap!" Jawabku sambil mengambil sapu tangan putih itu.

Tuan Pesulap menggandeng tanganku lalu kami berjalan hingga sampai di depan gerbang besi tinggi yang mengelilingi kastil milik Tuan Pesulap.

"Silahkan nona kecil tutup mata dan tahan nafas. Tidak lama kok, cuma beberapa detik. Oke!" Kata Tuan Pesulap sambil mengusap rambutku panjangku.

"Iya!" Jawabku lalu melakukan sesuai perintah Tuan Pesulap.

"1...2...3...4... Selesai. Nona kecil silahkan bernafas dan membuka mata." Bisik Tuan Pesulap tepat ditelinga kananku.

Saat aku membuka mata, aku berada didepan minimarket dimana sepeda milikku tergeletak begitu saja dipinggir jalan. Hari sudah sore saat aku pulang dari rumah Tuan Pesulap. Akhirnya aku memilih untuk pulang dan menyimpan semua pengalaman asik ini untuk diriku sendiri.

Hari Sabtu adalah hari ulangtahun ku dan merupakan hari libur sekolah. Mama sibuk bekerja sebagai koki disebuah restoran. Artinya aku dirumah sendirian, ditemani seekor kucing hitam buta kesayangan ku yang ku panggil Tuan Star. Kucing itu aku temukan 3 tahun yang lalu didalam selokan depan sekolahku.

Siang hari saat aku sedang asik menonton TV, bel rumah berbunyi, dengan rasa malas aku membuka pintu rumah.

"Wuahh Tuan River!" Teriakku senang. "Ada apa Tuan River kemari?" Tanyaku sambil memiringkan kepala.

Kucing itu tidak menjawab. Ia hanya memandangi ku lalu memberikan sebuah tiket emas. Aku langsung menyahut tiket itu dengan cepat.

"Wahh tiket apa ini?!" Tanyaku kegirangan.

Lagi-lagi kucing putih itu tetap diam lalu dengan cepat berbalik, berlari meninggalkan ku sendirian dengan keadaan bingung.

Akhirnya aku masuk ke kamar, menyelipkan tiket emas itu diantara buku pelajaran. Aku berpikir untuk memamerkan tiket emas itu ke teman-teman di sekolahku besok Senin. Setelah menyimpannya, aku melanjutkan acara menonton TV bersama kucing hitam ku.

Sore harinya adalah pesta ulangtahun ku. Aku hanya mengundang teman sekelas dan beberapa tetangga dekatku. Aku melupakan tiket emas yang diberikan River dengan cepat.

Malam harinya saat aku bersiap-siap tidur, aku tidak sengaja menemukan tiket emas itu dibawah bantalku. Awalnya aku bingung karena aku ingat jelas bahwa tiket itu seharusnya berada diantara buku pelajaran. Tetapi karena aku sangat mengantuk, akhirnya aku menyimpan kembali tiket itu dibawah bantal.

Tidak berapa lama aku terbangun karena rasa menggelitik dibawah kakiku. Awalnya kupikir itu bulu dari kucing hitam peliharaan ku, tetapi ternyata lebih buruk dari itu.

Aku terbangun disebuah padang rumput yang luas yang dikelilingi hutan pinus. Saat aku menengok kearah belakang, terdapat taman hiburan yang dipenuhi kelap-kelip lampu.

Saat itu aku sama sekali tidak merasa panik ataupun bingung. Seperti terhipnotis oleh cahaya taman hiburan, aku bangun dan langsung berjalan menuju ke sana. Sesampainya didepan loket tiket masuk, dari dalam taman hiburan muncul seseorang berkepala kelinci bermata merah yang mengenakan jas hitam lengkap dengan sarung tangan putih.

"Selamat datang di Lullabyland!" Sambut pria berkepala kelinci itu.

 The Magician's Secret (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu