19. Masa Lalu Raven

15 6 2
                                    

Keluarga gila. Itu kalimat pertama yang muncul saat melihat kelakuan tidak waras mereka. Raven sudah terlihat hampir mati saat mereka tertawa asik menyiksanya. Sedangkan gadis kecil yang merupakan adik Raven, akhirnya kembali masuk ke kastil saat menyadari bahwa sudah tidak ada harapan untuk menghentikan perlakuan gila keluarganya.

"Sial! Bagaimana caranya keluar dari sini!" Kataku sambil celingukan. Aku sudah tidak tahan melihat siksaan yang mereka berikan kepada Raven.

Aku sudah berusaha untuk berjalan beberapa langkah, berharap dapat berpindah tempat. Tetapi tidak ada gunanya. Aku masih terjebak disini.

"Sialan! Kenapa bisa ada barrier sih!" Kataku sambil memukul-mukul sebuah tembok transparan.

Tembok itu muncul saat aku mencoba untuk pergi dari halaman belakang tempat mereka menyiksa Raven, atau saat aku berusaha mengikuti gadis kecil yang merupakan adik Raven.

Akhirnya aku menyerah dan berjongkok ditengah halaman. Cahaya matahari menyorot dengan cerah, tetapi aku sama sekali tidak merasa kepanasan. Keluarga yang menyiksa Raven kurasa merasakan cuaca panas pada hari itu. Karena mereka akhirnya masuk ke dalam kastil, meninggalkan Raven yang masih terikat.

"Sial. Sebenarnya apa yang terjadi denganku!" Kataku sambil mengacak-acak rambut.

Saat pertama kali terbangun, aku lupa dengan kejadian sebelumnya yang membuatku berakhir di masa lalu Raven. Tetapi saat ini aku ingat. Aku ingat mengenai perkataan Alder bahwa aku akan mengalami suatu kejadian buruk jika ia mati. Apakah ini kejadian buruk tersebut? Apakah aku tidak dapat kembali ke dunia asli ku?

"Huwaaa! Dasar brengsek kalian! Jika ingin memiliki kekuatan cari dengan usaha sendiri dong! Kenapa harus dengan menyiksa orang seperti ini!" Teriakku sambil memukul-mukul kepalaku. Aku benar-benar sudah hampir gila dengan semua kejadian yang menimpaku.

"Selamat siang nona Selena!" Sapa sebuah suara dari arah belakangku.

Reflek aku langsung berdiri dan menoleh ke arah belakang. Seseorang dengan jubah putih, berjalan mendekat ke arahku.

"Siapa kamu?!"

"Salam kenal nona Selena. Panggil aku sang dewa!" Katanya sambil merentangkan tangan.

"Dewa? Wow! Anda sangat narsis ya, Tuan Dewa!" Kataku dengan nada mengejek.

"Hahahaha! Sangat lucu! Silahkan ejek aku nona. Karena nyawamu berada di tanganku!"

"Ck! Enak banget ngomongnya. Coba ambil nyawaku sekarang!"  Ancam ku sambil berusaha mempertahankan ekspresi wajahku. Aku benar-benar sudah tidak waras karena malah menantangnya.

"Hahaha! Kamu berani sekali ya, nona Selena! Tapi kematianmu bergantung dengan keputusan Raven!"

"Hah? Apa maksudmu?"

"Bagaimana kalau aku menjelaskan sambil kita minum teh?" Katanya sambil menjentikkan jari.

Ctikk

Suasana langsung berubah dalam sekejap. Aku duduk berhadapan dengan pria yang mengaku dirinya dewa. Dihadapan kami, ada sebuah meja, vas bunga yang berisi mawar hitam, dan satu set teh. Kami berada disebuah ruangan gelap, dimana hanya tempat kami duduk lah yang terlihat.

"Silahkan diminum dulu tehnya nona. Walau kau tidak dapat merasakan apa-apa dari teh yang kamu minum." Kata pria itu sambil menuangkan teh, lalu mendorongnya ke hadapanku.

Aku cuma menatap sinis, lalu mendorong cangkir teh itu menjauh. Aku tidak mau ambil resiko apapun itu.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau nona. Aku akan meminumnya sendiri." Katanya sambil mengangkat cangkir teh itu dan meminumnya.

"Hah... Rasanya tidak ada!" Katanya sambil terkekeh. Dimana aku cuma mengernyit melihat tingkah gilanya.

"Baiklah. Baiklah. Akan aku ceritakan!" Katanya sambil menaruh kembali cangkir itu.

"Sejak awal misi kami bukan hanya menciptakan mu! Tapi juga mengendalikan Raven!" Katanya dengan nada mulai serius.

"Jika kami memang hanya menginginkan mu. Kami tinggal membunuh kedua orangtuamu, lalu mengadopsi dirimu yang masih kecil. Sangat mudah bukan?" Katanya sambil mengangkat bahunya.

"Hm. Masuk akal!" Kataku sambil mengangguk setuju.

"Alasan kami menginginkannya Raven, karena Raven berbeda dengan penguasa kota lainnya. Raven memiliki ibu kandung seorang penyihir asli. Jadi, sejak awal dia memiliki ilmu hitam yang merupakan anugrah dari kaum penyihir. Tetapi sayang sekali, dia tidak mengetahui hal itu. Karena ibunya dibunuh setelah melahirkan nya, dan dimulailah kehidupan menyedihkan nya yang dipenuhi siksaan."

"Menjijikan!" Kataku, karena mengingat kembali saat Raven disiksa tadi.

"Setelah itu, kami yang saat itu sedang kebingungan mencari anak muda yang cocok untuk digunakan sebagai tumbal, kami menemukan Raven. Bahkan keluarganya sangat senang saat kami meminta Raven untuk digunakan sebagai tumbal. Dan saat penciptaan nya, kami mengetahui bahwa ia mendapatkan kekuatan yang paling kuat. Yaitu api hitam!"

"Oh, wow! Jadi saat kalian melihat bahwa Raven mendapatkan api hitam. Kalian menjadi iri, lalu memiliki keinginan untuk merebutnya?"

"Tidak. Kami memang terkejut tapi awalnya kami tidak peduli. Kami hanya ingin hidup makmur dan umur panjang. Tetapi sayang sekali, cepat sekali kami menua! Saat kami sudah kehilangan hampir semua gigi kami dan rambut kami, disaat kulit kami menjadi keriput menjijikkan, dan disaat tubuh kami menjadi bungkuk dan sangat lemah. Kami melihat Raven! Raven yang semakin kuat dan tetap muda! Lalu kami ingin menjadi seperti Raven, tetapi tidak dengan kehidupan kesepian yang terikat kontrak, dan  penyiksaan yang harus dialami untuk menjadi seperti itu."

"Wahh dasar kalian brengsek!" Umpat ku.

"Jadi kami mulai mencari-cari cara untuk memiliki kehidupan seperti itu! Dan kami menemukannya! Kami mencuri buku yang diambil Raven dari para kaum penyihir itu!"

"Apa? Raven yang awalnya mencurinya? Wah, kalian bahkan memalsukan ceritanya! Bisa-bisanya kalian memfitnah Raven!"

"Memfitnah?" Tanya Tuan dewa dengan nada serius.

"Benar! Kalian lah sejak awal mencuri buku milik kaum penyihir itu!"

"Wah, wah, wah! Jadi Raven berkata seperti itu kepadamu? Kami tidak mencurinya nona Selena, Raven lah yang lebih dulu mencurinya. Jika nona tidak percaya, kita bisa melakukan sumpah darah untuk membuktikan nya!"

"Tidak mungkin." Kataku penuh keraguan.

Jika memang Raven yang mencuri, apa alasannya melakukan nya? Untuk menghancurkan buku itu? Tetapi dia dapat menghancurkan buku itu sejak awal dia mendapatkannya bukan? Kenapa malah menyimpan buku itu sehingga sampai dicuri para tetua.

"Tidak! Aku tidak boleh meragukan Raven bukan?" Kataku kepada diriku sendiri.

 The Magician's Secret (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora