24. Sang Dewa (END)

7 0 0
                                    

"Dasar tetua sialan! Cepat bunuh aku!" Teriakku lemas.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku terkurung. Tetapi ingatan Raven yang ditunjukkan padaku telah terulang puluhan kali. Bahkan terkadang ingatan itu tidak urut dan blur seperti roll film rusak. Membuat ku bertambah stress.

"Selena..."

"Selena..."

"Ah sial! Bahkan sekarang aku berhalusinasi!" Kataku sambil menutup kedua telingaku erat-erat.

"Selena! Selena, dengarkan aku!"

"Raven!" Teriakku sambil berdiri.

"Selena, cepat ikuti suaraku! Waktu kita tidak banyak!"

"Tapi suaramu bergema, dasar bodoh!" Teriakku sambil menangis.

Aku langsung berputar tanpa arah, mencari asal suara itu. Tetapi suara itu hanya bergema, tidak datang dari satu arah. Aku menghentikan langkahku, berusaha untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Kemudian, aroma menenangkan itu datang. Aroma tubuh Raven yang seperti aroma basah dari hutan pinus.

"Aroma ini dari arah belakang!"

Tanpa pikir panjang aku membalikkan badan lalu melangkah. Semakin lama aku melangkah, aroma itu semakin pekat. Dan tiba-tiba cahaya terang membutakan penglihatan ku.

"Selena! Selena bangun!"

Aku terbangun dimana langsung disambut sekumpulan orang bermata hitam pekat. Itu adalah sekumpulan kaum penyihir.

"UWAA!" Teriakku sambil berusaha berdiri.

"Selena, tenanglah! Badanmu masih lemas." Kata sebuah suara dari arah belakang.

"Minumlah terlebih dahulu." Kata Raven sambil membantuku duduk.

"Raven? Kamu Raven?" Tanyaku tidak percaya.

"Ada apa nona kecil? Kamu sudah tidak ingat wajahku?" Tanyanya dengan lembut.

"Tapi matamu..."

Mata Raven tidak lagi berwarna hijau dan hitam. Kedua matanya berubah menjadi hijau menyala, dan tubuhnya terlihat kembali segar. Seperti saat Raven pertama kali dibangkitkan.

"Sesuai perjanjian kita dewa kami. Karena nona Selena sudah bangun, Anda akan mengembalikan buku kami, dan kami akan setia melayani Anda." Kata Nyonya Amaris sambil menunduk.

"Ck! Iya, iya. Tidak perlu kau ingat kan! Kita akan merebut buku itu besok." Kata Raven dengan nada kesal.

"Besok merebut buku itu? Bagaimana caranya?" Tanyaku.

"Akan aku jelaskan. Raven, kamu masih punya urusan lain dengan kaum penyihir kan? Selesaikan lah terlebih dahulu. Besok kita harus bersiap-siap!" Kata Tuan Star dari arah belakang.

"Tuan Star!" Teriakku senang.

"Halo nona manis. Saya senang anda kembali!" Kata Tuan Star dimana aku langsung memeluk tubuh mungilnya.

"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi selama ini? Bukankah hanya para tetua yang bisa membangunkan ku? Aku bahkan mendengar Raven hampir menyerahkan dirinya. Setelah itu, kalau tidak salah kamu mengajukan diri untuk mencari cara lain bukan?" Tanyaku sambil melepaskan pelukanku.

"Benar. Karena kamu sudah mengetahui sebagian cerita, maka lebih mudah menjelaskan. Saat aku melakukan pencarian, aku menemukan bahwa kaum penyihir juga dapat membangunkan mu,walau kemungkinan nya kecil. Setelah itu Raven langsung mendatangi kaum penyihir, menceritakan kisah asli yang disembunyikan nya. Kupikir Nyonya Amaris akan marah, tenyata mereka malah meminta Raven untuk menjadi dewanya. Karena selama ini mereka melakukan pertunjukan bukan untuk mencari buku mereka yang hilang, melainkan mencari dewa mereka."

 The Magician's Secret (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz