3. Penyusup

30 15 8
                                    

Walaupun keluarga pesulap Wixx sangat terkenal akan sejarah kehebatannya dalam menyelamatkan kota ini dari kematian sehingga sangat dihormati semua masyarakat Wixx City. Tetapi sampai sekarang tidak ada satu orangpun yang pernah melihat wajah dari anggota keluarga Wixx. Ada beberapa lukisan anggota keluarga Wixx, tetapi lukisan itu sudah berumur ratusan tahun. Dan setelah itu tidak ada satupun lukisan atau foto dari keluarga Wixx lainnya.

Saat ini, saat dimana aku hampir mati untuk yang kedua kalinya. Aku orang pertama yang melihat wajah angkuh dari balik kain hitam yang melilit wajah sang pesulap.

Kulitnya putih pucat, sampai-sampai aku bisa melihat pembuluh darah diwajahnya dengan jelas. Hidungnya mancung dimana ujungnya sedikit melengkung, bibir tebalnya berwarna pucat kemerahan, dan rahangnya menonjol sehingga memberikan kesan yang kejam. Tetapi tidak ada rambut ikal panjang seperti diatas panggung tadi. Rambutnya memiliki model potongan pendek yang modern, dengan poni depan yang menutupi warna matanya yang menawan.

"Sudah selesai memandangi wajahku?" Tanya nya dengan bangga.

"Ck! Lepaskan aku!" Kataku sambil mengalihkan wajah.

"Dasar gadis bodoh! Kenapa kamu tidak keluar kota ini, atau pergi ke tempat yang ramai, tetapi malah memilih mengikuti orang asing. Sikap dan pemikiran bodoh mu inilah yang nantinya akan membunuhmu!" Kata Raven dengan tatapan tajam.

Aku cuma diam menunduk mendengar perkataan tajamnya. Bukan karena aku tidak dapat menjawab perkataan Raven, tetapi karena aku merasakan gejolak perasaan aneh di diriku. Aku merasa perasaan ku bercampur aduk. Terkadang aku merasa ingin menangis, tetapi sedetik kemudian aku merasa kosong. Tidak lama kemudian aku merasa marah dan penuh dendam, aku ingin menangis, tetapi perasaan kosong yang menggerogoti tubuhku lah yang menang. Perasaan yang bercampur aduk ini, membuat ku sangat tidak nyaman.

"Hei! Kamu dengar perkataan ku?" Tanya Raven kesal.

Tap tap tap

Terdengar langkah kaki di suasana sunyi yang mencekam.  Dari dalam lorong yang gelap muncul pria tua tadi, dimana tongkat milik Raven masih menancap di mata kirinya.

"River! Jaga shannon!" Perintah Raven.

"Meong!"

Aku membalikkan badanku,dan melihat River yang tubuhnya setinggi monster-monster peliharaan Paman sialan tadi. Kucing itu langsung menarik tanganku, kemudian memelukku dari belakang. Rasa empuk dan nyaman dari tubuh River membuatku tidak dapat menolak dipeluknya.

"Wah, Wah, Wah! Siapa ini? Sang penguasa kota Wixx telah datang?" Kata pria tua itu nada mengejek.

"Lepas saja dulu tongkat itu dari matamu. Kau bahkan sudah membuang harga dirimu dengan kabur begitu saja, tetapi tongkat itu masih saja menancap dimata jelek mu?" Balasnya dengan nada angkuh.

"Tutup mulutmu! Kau hanyalah boneka bodoh milik masyarakat Wixx City!" Geram Pria tua itu sambil mencoba mencabut tongkat itu dari matanya. Tetapi tongkat itu sama sekali tidak bergeming. "Bagaimana bisa kau!! Bagaimana bisa-- Argh sialan!!"

"Bagaimana apa? Bagaimana bisa boneka milik masyarakat Wixx City sekuat ini, hah?" Kata Raven sambil memiringkan kepalanya.

"Kau tau? Aku sangat terhibur waktu melihat ekspresi bahagiamu ketika berhasil menyelundup ke dalam kota ini. Bahkan kau terlihat sangat bangga saat berhasil masuk kedalam pertunjukan ku dan berhasil membawa Shannon keluar. Hahahaha! Dasar bodoh! Aku diam saja selama ini untuk mengetahui motif mu, tapi ternyata tidak sesederhana itu. Hmm... Kurasa kau juga hanyalah alat bagi mereka dibalik layar. Benarkan?"

"Tidak! Sialan! Mereka bohong! Mereka bilang kau melemah! Dasar para tetua bodoh itu! Haa--" Pria tua itu langsung menutup mulutnya dan ekspresi wajahnya terlihat panik.

"Hm? Tetua ya! Jadi mereka masih hidup dan merupakan dalang dibalik semua ini. Pantas saja sejak awal aku merasa ada yang aneh dari kota ini." Katanya sambil tersenyum.

Bibir Raven tersenyum, tetapi aku merinding saat melihat ekspresinya. Ekspresi wajah, tatapan mata, alisnya yang menegang. Eskpresi wajahnya benar-benar marah seakan ada dendam mendalam kepada mereka.

"Sudahlah! Cepat pergi dari sini! Dan jangan lupa bawa juga anak-anak yang kamu sembunyikan didalam hutan!" Perintahnya sambil berbalik. "Ouh benar, aku lupa!" Katanya sinis.

Ctik!

Hanya dengan satu jentikan jari, tongkat yang menancap dimata pria tua itu langsung terlepas dan meluncur kembali ditangan Raven.

"Kau pikir aku akan mematuhi perintahmu?!" Teriak pria tua itu.

"Sudahlah pak tua. Pulanglah dan obati badanmu yang mulai membusuk itu. Alasanku tidak membunuhmu hanya satu. Urusannya terlalu repot jika membunuh salah satu penguasa kota. Aku sangat malas untuk menghadiri sidang dengan penguasa kota lainnya. Buang harga dirimu dan cepat pergi dari sini!"  Kata Raven dengan nada malas.

Pria itu menggeram lalu berbalik diikuti anak-anak monsternya, setelah itu mereka menghilang di kegelapan lorong penginapan.

"Satu malam yang melelahkan ya, nona kecil!" Sapa Raven dengan senyum ramah.

"Ck! Apa-apaan senyum itu!" Jawabku dingin.

Dong! Dong! Dong!

Suara dari jam tua besar yang berada di ruang tunggu tamu penginapan berbunyi. Menandakan bahwa saat ini adalah tengah malam.

"Ackk! Ba-badanku! Sa-sakit! Badanku sangat sakit! Argh!" Tiba-tiba badanku terasa dipenuhi oleh tusukan duri.

"Wahh sudah tengah malam! Sesuai apa yang aku katakan nona kecil.Aku kan sudah bilang kalau kau akan mati jika tidak keluar dari kota ini sebelum tengah malam." Katanya sambil mengangkat daguku dengan satu jarinya. "Selamat nona kecil! Kau sudah mati! Sekarang tidurlah."

Ctik!

"Sialan."

 The Magician's Secret (END)Where stories live. Discover now