22. Masa Lalu Raven (4)

10 4 2
                                    

Samantha masuk kedalam kereta kuda bersama dua orang dari kelompok berjubah putih itu. Setelah itu suasana kota berubah menjadi malam hari. Dijalanan kota yang sepi, terlihat Raven sedang berjalan pincang dengan pakaian yang tipis. Tubuhnya terlihat sedikit menggigil, mungkin saat itu cuaca di kota tersebut sedang dingin.

"Dasar kucing terkutuk! Kau sudah menyebabkan kesialan bagi keluarga ini!" Teriak sebuah suara dari dalam rumah.

"Sudah kubilang kepadamu Elisia! Kucing itu akan membawakan bencana bagi keluarga kita! Lihat sekarang! Kucing terkutuk yang tidak tahu terimakasih telah mencuri ikan kita!"

Aku mendekat ke sumber suara, ke sebuah rumah yang menjadi satu dengan toko roti. Pertengkaran didalam rumah itu terdengar keras diluar, tetapi suasana kota tetap hening. Kurasa pertengkaran itu telah menarik perhatian Raven.

"Jangan Ayah! Alasan Berri mencuri ikan karena dia lapar! Ayah menyuruhku untuk memberinya makan 2 hari sekali. Itu keterlaluan!"

"Tutup mulutmu! Sudah Ayah bilang kucing bermata merah merupakan kucing iblis! Dan lihat buktinya! Dia bahkan berani mencakar Ayah! Cepat masuk ke kamar! Ayah akan memberi pelajaran ke kucing terkutuk itu!"

"RRAAWWW!"

"MIAWW!"

Suasana rumah itu sangat riuh. Suara tangisan dari seorang gadis kecil, suara barang yang dibanting, dan teriakan menyakitkan dari seekor kucing membuatku tercekat ngeri. Raven bahkan hanya berdiri mematung tidak jauh dari rumah itu.

Brak!

Pintu rumah terbuka lebar. Dari dalam rumah keluar seorang pria berhidung besar dengan perut buncit, dimana tangan kanannya membawa seekor kucing putih kurus bermata merah yang sudah lemas. Lalu tangan kirinya membawa sebuah pisau daging.

"River!" Teriakku tidak percaya.

"Tidak akan kubiarkan kamu mati dengan mudah!" Kata pria tua itu lalu melempar tubuh River ke tengah jalan.

Pria itu berjongkok dihadapan River, lalu tangan kanannya mengangkat pisau daging itu, dimana tangan kirinya memegang salah satu kaki belakang River.

"RASAKAN INI!" Teriak pria gila itu lalu menebas kaki kiri River.

"KYAAAAA!"

Reflek aku memejamkan mata dan menutup kedua telingaku. Pekikan suara dari River masih saja terdengar, membuatku diam mematung cukup lama dan menangis.

"Dasar kota terkutuk!"

"Bagaimana bisa satu kota ini dipenuhi orang gila!"

"Pantas saja kota ini hancur! Mereka pantas mendapatkannya!"

Aku memaki-maki cukup lama. Setelah itu aku membuka mata dan menengok ke belakang. Raven berjongkok di depan River, ekspresi wajahnya terlihat khawatir. Lantas Raven membuka pakaiannya, kemudian menyelimuti badan River dengan pakaiannya, dan menggendongnya pergi.

"Sayang sekali aku tidak mempunyai uang untuk mengobati mu. Seluruh tabungan ku diambil oleh Ayah dan kedua Kakak ku. Mereka juga menghajar ku setelah mengetahui bahwa aku akan kabur dari rumah. Hahaha! Maaf, aku malah bercerita kepadamu. Aku tidak memiliki siapapun untuk ku ajak bicara. Jadi aku mohon! Ayo kita bertahan hidup, dan pergi dari kota ini!" Kata Raven panjang lebar sambil mengecup kening River.

"Ah, sialan. Kenapa orang-orang selalu merasa kurang pada apa yang mereka miliki. Padahal ada orang-orang yang berusaha mencapai impian sederhana mereka, dimana bagi orang lain itu merupakan hal membosankan yang dia jalani setiap hari."

"Ck! Padahal aku juga cuma ingin memiliki keluarga sederhana, dimana mereka akan selalu memelukku hangat saat aku pulang. Terlalu mustahil kah? Ck, terserah! Yang sudah terjadi, terjadilah!"

 The Magician's Secret (END)Where stories live. Discover now