13.Karnaval (2)

18 8 2
                                    

Kedua orang itu memakai sebuah gelang besi aneh. Setelah itu mereka mencengkram lenganku, menyeret tubuhku keluar dari karnaval.Aku memberontak, tetapi besi pisau itu langsung menyanyat leherku, darah hitam kental menetes disepanjang jalan kami.

Rasa perih dari pisau yang menyanyat kulit tidak meruntuhkan semangatku. Kalau aku pasrah maka kematian lah yang menanti ku, apalagi aku sudah beberapa kali melalui momen antara hidup dan mati. Dan juga, semua yang kumiliki sudah direnggut oleh mereka,takkan kubiarkan mereka merenggut nyawaku.

"Wah! Apakah aku sedang menonton kegiatan menculik secara langsung?" Kata Griffin yang muncul entah darimana. Kedua tangannya sibuk membawa es jeruk peras yang menggoda.

"Ehmm... Tunggu sebentar oke! Padahal aku sudah lelah antri untuk membeli es jeruk ini, ternyata kita tidak bisa menikmatinya sambil duduk santai." Katanya sambil menggelengkan kepalanya sedih. Diletakkannya kedua gelas itu dimeja tidak jauh kami berada.

"Kenapa kalian malah diam saja menonton dia sih!" Teriakku sambil menendang tulang kering orang di kiriku. Saat cengkeraman nya mengendur, aku langsung menarik lengan kiriku dan menonjok wajah orang dikananku.

"KYAAA!" Aku berteriak karena orang ketiga yang membawa pisau menjambak rambutku tanpa belas kasih. Dimana pisau yang dibawanya diacungkan tepat didepan bola mata kiriku.

"Kurasa tidak apa-apa jika aku membawamu kehadapan Tuan Alder tanpa satu bola mata." Ancam orang itu, dimana kedua kawannya sudah mencengkram kedua lenganku kembali.

Prok prok prok

"Wah menarik! Kau sangat hebat nona Selena!" Kata Griffin sambil bertepuk tangan lagi. "Sekarang tenanglah! Akan aku selamatkan kau nona. Poe majuu!" Teriak Griffin sambil mengepalkan tangannya ke atas.

"RRAAWWW!"

Poe datang dari arah belakang kami. Beruang mungil itu sudah berubah menjadi monster mengerikan. Badannya lebih besar dari beruang dewasa, cakar tajamnya terlihat mengerikan, taring miliknya mengeluarkan liur yang tidak berhenti menetes, dan punuk badannya mengeluarkan tulang-tulang tajam sampai ke ekor.

Ketiga orang itu langsung melepaskan ku dan pergi melarikan diri. Griffin langsung menarik ku kebelakang tubuhnya. Poe dengan cepat menangkap dan menghajar ketiga orang itu, menyisakan teriakan mengerikan yang membuatku bergidik ngeri.

"Cukup Poe, jangan membunuhnya." Perintah Griffin, dimana Poe langsung berbalik dan berjalan ke arah kami. Tubuhnya dengan cepat mengecil, ia terlihat menggemaskan dengan cakar dan mulut penuh darah.

"Kamu tidak apa-apa nona Selena? Ayo kita pulang, lupakan es jeruk itu." Kata Griffin sambil menggandeng tanganku.

Sesampainya di kastil. Aku melihat River sedang berburu kupu-kupu ditaman. Saat menoleh ke arah ku, kucing itu langsung mematung dengan mulut menganga. Tidak berapa lama River berlari ke arahku, lalu menarikku masuk kedalam kastil.

"Eh pelan-pelan!" Teriakku saat kucing itu menarikku menaiki tangga dengan cepat. Lalu kami masuk ke salah satu kamar yang berada di sayap kiri.

Saat memasuki kamar, pemandangan pertama yang menyambutku yaitu Raven yang sedang tertidur lelap diatas kasur. River langsung menuntun ku ke sofa lalu pergi keluar kamar, meninggalkan ku sendirian disana bersama Raven.

"Eh, sudah pulang nona kecil?" Tanya Raven sambil mengucek matanya, lalu duduk dipinggir kasur.

"Ah ya, walau tidak berjalan lancar. Hahaha.." Jawabku sambil tertawa canggung.

"Apa maksudmu? Sialan! Apa yang terjadi?! Apa yang dilakukan Griffin bodoh itu sampai kau terluka!"

Teriakan Raven bergema di seluruh ruangan. Membuatku lebih takut terhadapnya daripada dengan sekelompok orang bertopeng tadi. Ia berjalan ke arahku dengan pandangan marah. Lalu berjongkok dihadapan ku sambil mencengkram kedua bahuku.

"Katakan! Apa yang terjadi dan bagaimana bisa kau terluka?!"

"Ah, Itu..." Aku bingung menjelaskan mulai darimana.

"Hentikan. Akan aku ceritakan semuanya, jangan menekan Selena. Dia baru saja mengalami kejadian buruk." Kata Griffin yang tiba-tiba muncul didepan pintu.

"Dasar brengsek! Jangan sok pahlawan. Dia terluka karena ketidakbecusan mu!"

"Aku tau. Aku kesini juga untuk meminta maaf, aku benar-benar teledor." Kata Griffin dengan nada menyesal.

"Hah! Lalu kalau kau meminta maaf maka semuanya selesai?"

"Lalu kau mau aku bagaimana?"

"Udah, udah! Ini cuma luka kecil! Liat? Bahkan lukanya juga sudah kering!" Kataku menengahi.

"Sudah kering?" Tanya Raven sambil mendekat. "Penyembuhan tubuhmu cepat, mungkin karena kamu setengah myling. Kalau begitu sana bersihkan dirimu. River kembalikan kotak obat itu, dan bawakan pakaian yang sudah disiapkan Griffin tadi."

River yang ternyata sedari tadi berdiri dibelakang Griffin langsung mengangguk dan membalikan badannya keluar dari kamar.

"Selena, aku benar-benar minta maaf oke. Aku janji hal ini tidak akan terulang lagi!" Kata Griffin sambil berjalan mendekat ke arahku, tetapi Raven langsung menghadangnya sambil memberikan tatapan tajam.

"Iya gapapa kok! Makasih juga sudah menyelematkan ku." Jawabku sambil berharap tidak akan ada pertengkaran dengan mereka berdua.

"Tidak perlu berterimakasih! Memang seharusnya kamu tidak terluka!" Kata Raven dingin.

"Sekali lagi aku minta maaf. Kalau begitu aku keluar dulu, selamat beristirahat." Kata Griffin lalu segera beranjak pergi.

River datang membawakan ku pakaian berupa gaun putih dengan gaya vintage. Aku tidak mau memberikan komentar mengenai pakaian itu dan langsung pergi mandi. Setelah mandi aku langsung pergi tidur, dimana Raven hanya diam saja duduk di sofa samping jendela. Sedangkan River aku tidak tahu ia ada dimana.

Aku terbangun karena suara keras didalam kamar. Saat aku membuka mata, ternyata Griffin datang sambil membawa beberapa kardus yang jatuh berserakan.

"Ah, sini saya bantu." Kataku sambil bangun dari kasur.

"Eh, ngga usah! Ngga usah!"

"Gapapa kok!" Kataku sambil membantu mengangkat dua kardus.

"Mau taruh dimana?"

"Taruh dipojok ruangan situ." Kata Griffin sambil menunjuk ke arah pojok ruangan dekat kamar mandi.

"Memangnya ini isinya apa?" Tanyaku.

"Ini beberapa buku yang dipilih Raven buat dibawa pulang. Aku sudah bosan membaca buku, berbeda sekali dengan Tuan kolot itu!"

Aku cuma tertawa lalu menaruh kardus itu. Setelah itu kami duduk di sofa sambil minum teh. Aku baru tersadar bahwa Raven tidak ada dikamar ini.

"Eh, Tuan Raven dimana?"

"Hahaha! Tadi Tuan Raven bilang ke saya kalau beliau mau cari pelaku yang hampir menculik nona." Jawab Griffin sambil menahan tawa.

"Lah? Bukannya tidak boleh membunuh?"

"Memang. Tapi kalau sekedar melukai mungkin tidak apa-apa, walau jangan sampai melewati batas." Jawabnya sambil tersenyum kecut. "Ya, sejujurnya aku juga ketakutan kalau sampai Raven melewati batas!"

"Kenapa dia sampai marah banget sih!" Kataku kesal.

"Karena kamu. Karena kamu yang terluka nona Selena. Kalau hanya dirinya yang terluka, mungkin Raven akan mengabaikan pelakunya." Jawab Griffin yang membuat ku terkejut.

"Memangnya aku kenapa?"

"Tetua sialan itu sangat pintar! Dia membuatmu sangat mirip seperti adiknya. Adik tiri Raven. Salah satu pelaku yang membunuh Raven. Tetapi Raven tetap menyayangi adiknya. Walau terlihat angkuh dan dingin, dulu ia merupakan kakak dan tulang punggung keluarga yang tulus menyayangi keluarganya. Dimana keluarganya lah yang ikut andil untuk mengorbankan Raven dalam ritual."

 The Magician's Secret (END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum