2. Raven

38 22 10
                                    

Semua pandangan mata mengarah kepadaku saat pesulap sialan itu memintaku menjadi asisten sulapnya. Pintu keluar sudah berada di depan mata, rasanya aku ingin mengabaikannya dan langsung berlari keluar gedung pertunjukan. Tetapi aku penasaran apakah dia berani menyakitiku didepan banyak orang.

Akhirnya aku berbalik dan melangkah menuruni anak tangga menuju panggung. Setiap aku melangkah terdengar tepuk tangan dan sorakan dari para penonton. Aku berjalan begitu pelan dan penuh keraguan. Saat sudah sampai setengah jalan, tiba-tiba pergelangan tanganku ditarik paksa oleh seseorang.

"Apa yang Anda lakukan nona?! Ayo cepat kabur!" Teriak pria yang tidak kukenal sambil menarik ku menjauh dari panggung.

Aku sedikit terkejut, tetapi aku langsung tersadar akan kebodohanku. Aku langsung menyamakan langkah dan mengikuti arahan paman di hadapanku. Aku memandangi sekeliling ku, dan tersadar bahwa hanya dalam hitungan detik sang pesulap sudah membuat semua orang tertidur kecuali kami.

"BERHENTI SEKARANG ATAU KAU AKAN MENYESAL!" Teriak sang pesulap dari atas panggung.

Suaranya menggelegar ke seluruh ruangan, terdengar mengancam, penuh tekanan, dan membuat atmosfer di ruangan ini begitu sesak dan berat. Badanku langsung terjatuh dan tidak bertenaga. Aku belum pernah merasa sangat ketakutan seperti ini hanya karena bentakan dari seseorang.

"Nona! Nona kumohon sadarlah! Pesulap itu berjalan kemari!" Teriak Paman sambil mengguncang tubuhku.

Aku menoleh kebelakang, dan benar saja pesulap itu sedang berjalan turun dari panggung dengan langkah yang santai. Tetapi pandangan matanya sangat mengerikan, seperti pemangsa. Sorot mata yang tajam dan dipenuhi amarah. Aku langsung mengutuk diriku sendiri karena dengan bodohnya hampir menyerahkan nyawaku ke hadapannya.

"Pa-paman jangan pergi sendirian!!Tolong ba-bantu aku berdiri!" Rengek ku.

"A-ayo cepat nona!" Teriak Paman dengan panik.

Aku berusaha menaiki anak tangga dengan cepat. Tetapi karena studio yang cukup gelap membuatku tersandung beberapa kali.

"Ayo lebih cepat! Pintu keluar sudah dihadapan kita!" Teriak Paman dengan penuh semangat.

"SHANNON BERHENTI!" Perintah sang pesulap yang tentu saja langsung aku abaikan.

Kami berhasil keluar dari studio, tetapi aku masih tidak berani melihat kebelakang. Aku pasrah mengikuti arahan Paman menembus hujan ke lapangan parkir.

"Itu mobilku!" Kata Paman sambil menunjuk mobil tua berwarna hijau norak yang sudah karatan.

Aku sedikit ragu untuk masuk kedalam mobil orang tidak dikenal. Tetapi hujan begitu deras, bahkan bajuku sudah basah total, apalagi aku tidak mungkin berteduh didepan gedung pertunjukan. Akhirnya aku memilih ikut masuk kedalam mobil.

Paman memacu mobil dengan cepat menjauh dari gedung pertunjukan. Aku sedikit lega mobil itu dapat menyala dengan baik karena terlihat cukup tua. Selama perjalanan menjauh dari gedung pertunjukan kami tidak berbicara sama sekali.

"Kamu gapapa? Ada yang terluka?" Tanya paman memulai pembicaraan saat kami sampai dipusat kota.

"Saya gapapa kok! Makasih Paman mau menyelamatkan saya." Jawabku dengan nada sopan.

"Aduh kamu basah kuyup ya! Tunggu sebentar, keliatannya saya punya jaket dibelakang." Kata Paman sambil tangan kirinya berusaha menggapai bagian kursi penumpang yang penuh dengan berbagai barang yang tidak penting.

"Nah ini dia! Silahkan nona pakai." Kata Paman sambil menyerahkan jaket kulit hitamnya yang hampir mengelupas.

"Ehmm... Sekarang nona mau saya antar kemana?" Tanya Paman dengan senyum ramah.

 The Magician's Secret (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora