15. Karnaval (4)

17 10 1
                                    

"Poe! Bawakan air hangat dan handuk kecil. Cepat!" Perintah Griffin sambil menggendong Raven menuju ruang tamu.

"Kenapa ini? Apa Raven terluka karena melawan Alder?" Tanyaku sambil mengikuti Griffin dari belakang.

"Bukan. Ini luka pisau biasa. Sial! Kurasa Alder memiliki anak buah manusia yang banyak! Mereka semua dibawa ke kota ini!" Jawab Griffin sambil meletakkan Raven di atas sofa.

DUARR!

"UWAA! Ada apalagi ini?!" Teriakku panik.

"Karnaval nya..." Jawab Griffin sambil meletakkan Raven diatas sofa. Lalu ia berjalan menuju cermin dinding perak yang berada disebelah perapian.

"Wisdom, perlihatkan keadaan karnaval saat ini!" Teriak Griffin tepat di depan cermin.

Layar cermin itu langsung memudar dan bergelombang seperti ombak. Tidak lama setelah itu, layar cermin itu langsung memperlihatkan keadaan karnaval yang mengerikan. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri dari kebakaran, bahkan terlihat ada beberapa korban yang tertindih puing-puing dari tenda karnaval. Selain itu, orang-orang yang memakai kostum serba hitam serta masker hitam yang merupakan anak buah Alder adalah dalang dari kekacauan ini. Mereka merusak tenda, membakar, dan melukai orang-orang yang panik menggunakan senjata yang mereka bawa.

"Sialan kau Alder! Ternyata dia sudah siap mati untuk ini. Atau mungkin saja dia memiliki rencana lain." Kata Griffin seperti bergumam.

"Lalu bagaimana dengan aksi pertunjukan mu Griffin? Bukankah pertunjukan itu sangat penting?"

"Tidak apa-apa Selena. Aku juga sudah siap jika hal seperti ini terjadi. Pertunjukan ku dibatalkan pun tidak masalah, aku masih memiliki cadangan umur yang panjang. Hahaha!" Jawab Griffin sambil tertawa, yang kurasa tawa itu untuk menenangkan ku.

Walaupun tertawa lebar, ekspresi wajah Alder tidak dapat berbohong. Dia terlihat menyembunyikan kepanikannya.

"Selena, tolong bersihkan badan Raven, oke? Kamu tidak perlu mengobatinya, lukanya dapat sembuh sendiri. Walau tidak secepat penyembuhan mu. Kalau gitu aku pergi sekarang, bye bye!" Kata Griffin lalu bergegas pergi.

Aku hanya mematung melihat kepergiannya. Aku juga tidak mungkin menolak permintaannya bukan? Tapi aku benar-benar canggung untuk membersihkan darah di badan Raven, bagaimana pun juga aku lima kali lipat lebih nyaman dengan Griffin walaupun kita baru bertemu.

"Astaga! Apa yang harus lakukan?"

Tidak berapa lama River datang sambil membawa air hangat,handuk dan kemeja berwarna biru tua. Kurasa Poe pergi bersama Griffin.

Kemeja itu buat apa? Jangan bilang aku harus mengganti pakaiannya?"

Kucing itu mengangguk sambil menunjuk beberapa lubang di bajunya, dimana darah hitam mengucur dari lubang itu.

" Benar juga sih." Jawabku sambil tertawa canggung.

"Kalau gitu River, ayo bantu aku!"

Kucing itu mengangguk, lalu dengan sigap membesarkan tubuhnya. Setelah itu River langsung mendudukkan badan Raven untuk melepas pakaiannya. Memperlihatkan badan Raven yang seperti model, tetapi badan bagus itu dipenuhi luka cambukan, sayatan, dan beberapa luka seperti luka bakar karena disengat besi panas. Luka-luka itu, membuatku meringis ngeri membayangkan apa yang dilalui nya dulu.

Membuatku bertanya-tanya, kehidupan macam apa yang dijalani Raven dimasa lalu sampai tubuhnya dipenuhi luka mengerikan seperti ini. Apakah dulunya dia seorang budak? Tetapi cara jalan, sikap, dan bicaranya sangatlah anggun.

"Meong!" Sapa River yang membuyarkan lamunanku.

"Ouh iya, aku mulai."

Aku langsung membasahi handuk, lalu memerasnya dan memulai membersihkan darah di kepalanya. Luka sayatan di dahinya masih basah, walau darah sudah berhenti mengucur. Setelah itu aku mulai membersihkan bagian lengan sampai ke tubuhnya, perasaan canggung dan tidak nyaman membuatku cepat-cepat mengusap badannya walau sedikit kasar. Dan terakhir aku membantu River memakaikan Raven baju.

"Huahh! Akhirnya selesai!" Teriakku senang lalu pergi ke dapur untuk membuang air dan membersihkan tangan.

Setelah itu aku hanya bersantai diruang tamu menunggu Raven sadar. Dimana River sudah jatuh tertidur di karpet berbulu depan perapian.

"Aku jadi bertanya-tanya pekerjaan apa yang Raven lakukan saat menjadi manusia. Luka-luka ditubuhnya benar-benar memberikan!" Gumamku sambil memandang langit-langit kamar.

"Kau ingin tau?" Jawab sebuah suara tepat dibelakang ku. Sebuah suara yang tidak asing.

"KYAAAA!" Teriakku, lalu dengan sigap berdiri menjauh.

"Alder!" Kataku tidak percaya. Bagaimana bisa dia masuk ke kastil ini.

Aku berjalan mundur perlahan-lahan. Bersiap-siap untuk kabur, tetapi aku mencemaskan Raven yang masih tidak sadarkan diri di atas sofa.

"Eh, apa ini?" Kataku sambil menengok ke belakang.

"River..."

Entah sejak kapan River sudah bangun dan berdiri di belakangku dengan tubuh raksasanya. Kucing itu menatap tajam ke arah pria itu yang berada tidak jauh di depan kami.

"Kau tadi bertanya-tanya masa lalu Raven kan? Akan aku jawab darimana dia mendapatkan luka tubuh separah itu. Ayo duduk dulu nona Shannon, atau Selena?" Katanya sambil duduk di sofa.

"Aku menolak." Jawabku tegas.

"Wah,menarik! Baiklah akan aku beritahu. Yang aku dengar dari para tetua dulu Raven merupakan anak haram dari seorang bangsawan miskin. Lalu dia dijadikan oleh keluarganya sebagai petarung liar kotor yang merupakan acara hiburan bagi para bangsawan. Itu merupakan sebuah tempat dimana para bangsawan bertaruh untuk orang yang dijagokannya. Jika dia kalah, maka dia akan disiksa oleh ayahnya seperti dicambuk, disayat, atau disiksa dengan besi panas yang ditempelkan kulitnya. Ah! Para tetua juga pernah bilang terkadang ayahnya juga menaburi lukanya dengan garam dan jeruk nipis. Wahh mendengarnya saja aku sudah bergidik ngeri. Hahahaha!"

"Dasar keluarga gila!" Umpat ku kesal.

"Baiklah! Cukup cerita menyedihkan ini. Ayo kita pergi Selena." Kata Alder sambil bangkit berdiri.

"Kau pikir aku akan menyerahkan diriku? Dasar makhluk bodoh!"

"Memang tidak. Tapi aku yakin kau tidak mungkin kabur. Kau mengkhawatirkan orang ini kan?" Kata Alder sambil menunjuk Raven.

Saat itu River menggeram lalu  berlari maju ke arah Alder. Kucing itu menyemburkan api dari mulutnya, membakar tepat di wajah Alder.

"Kucing brengsek!" Teriak Alder sambil menendang perut River. Kucing putih itu langsung terpental dan jatuh menghantam meja kaca.

"River!" Panggilku sambil mendekat ke arah kucing itu. Beberapa pecahan kaca menusuk badan River.

"Kemari kau!" Teriak Alder sambil menjambak rambutku.

"Kyaaa! Rasakan ini brengsek!" Teriakku sambil menusuk pipi Alder dengan pecahan kaca yang ku genggam.

"Aarrghh!"

Saat genggaman Alder melemah, aku langsung berlari keluar ruang tamu. Aku yakin Alder tidak berani melukai Raven, aku dapat mencium aroma tubuh busuknya. Jika dia berminat melukai Raven, dia dapat melakukan daritadi. Bahkan saat di karnaval saja dia menyuruh anak buah manusianya untuk melawan Raven.

"Kau pikir aku tidak memiliki sihir!" Teriak Alder dimana suaranya menggelegar ke seluruh ruangan.

Nada bicara Alder terdengar mulai serius. Tentu saja aku mengabaikannya dan fokus kabur, pintu keluar tinggal beberapa langkah.

"BERHENTI!"

"KYAAA!"

Brak!

Tubuhku langsung terjatuh. Aku berusaha bangkit, tetapi badanku sangat lemas dan tidak berdaya. Benar-benar menyebalkan, Alder masih memiliki tenaga untuk melakukan sihir.

"Percuma melawan! Kau memang memiliki jiwa setengah kaum penguasa dan setengah myling. Tetapi hanya jiwanya, bukan kekuatan sihirnya." Kata Alder panjang lebar, dimana langkah kakinya terdengar mendekat.

"Hai!" Sapa Alder sambil berjongkok, dimana jarak wajahnya sangat dekat denganku. Aroma tubuh busuknya membuatku mual.

"Wah! Para tetua pasti sangat suka dengan pencapaian ku. Selamat tidur Selena!"

 The Magician's Secret (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt