Part 02

15.5K 794 10
                                    


"Nah, aku resepkan beberapa vitamin juga."

"Tapi, kamu wajib banyak-banyak istirahat. Kurang-kurangi dulu aktivitas yang berat."

"Apalagi usia kandungan kamu masih muda. Harus ekstra istirahat biar sehat."

Setiap saran dilontarkan oleh Dokter Kenanga Weltz, Sahima membalas lewat satu gerakan anggukan yang pelan, tanpa berkomentar.

Namun, telinganya sudah amat siaga.

Tak satu pun ada yang diabaikan. Tentu akan selalu diingat pesan-pesan kakak sepupunya.

"Kamu punya keluhan lain, Dik?"

Sahima lekas menggeleng. Masih dengan gerakan pelan. Mata terus memusat pada sosok Dokter Kenanga Weltz di depannya.

"Oke, kalau begitu."

Kemudian, ia diberikan lembaran-lembaran kertas yang berisi hasil pemeriksaan. Ads resep obat juga harus ditebus di apotek.

"Kalau kamu punya keluhan lain yang nanti terasa di rumah, kamu bisa chat aku, ya."

"Iya, Kak Kenanga. Terima kasih."

Sahima lalu bangun dari kursi karena sang kakak sepupu juga beranjak. Artinya sesi mereka sudah selesai. Ia harus pergi.

"Semangat terus. Kamu pasti bisa."

Tak hanya memberikan dukungan dengan afirmasi kata-kata positif, ia juga mendapat pelukan hangat dari kakak sepupunya.

Dan digumamkan sekali lagi ucapan terima kasih dengan perasaan tulusnya.

"Aku pulang dulu, Kak Kenanga."

"Iya, Dik. Hati-hati, ya. Kapan-kapan aku main ke rumah Mama Rinda. Kita masak bareng."

"Siap, Kak Kenanga. Telepon aja kapan mau datang, kita bikin pizza sama-sama."

Sang kakak sepupu hanya tertawa sembari mengangguk-angguk memberi tanggapan.

Percakapan mereka artinya berakhir.

Sahima pun mulai menjauh dari meja kerja Dokter Kenanga Weltz. Bergerak hati-hati ke arah pintu ruangan untuk bergegas keluar.

Lorong rumah sakit lumayan sepi. Hanyalah beberapa orang yang berlalu lalang.

Tak seperti saat pertama kali datang untuk memeriksakan kehamilannya, sekitar dua minggu lalu. Suasana rumah sakit cukup ramai waktu itu, dibandingkan hari ini.

Sahima terus melangkah menuju tempat lift berada, ia akan turun ke lantai dasar. Lalu ke gedung apotek yang letaknya berseberangan.

Namun kemudian, Sahima harus mendadak berhenti berjalan karena melihat sosok sang suami. Benar-benar persis di depan mata.

Jarak mereka jelas terbilang dekat, tak ada lima meter, sehingga Yama juga menyadari keberadaan dirinya dengan cepat.

Sahima lekas membenahi penampilannya, terkhusus pada bagian kemeja. Dibuatnya sedemikian rupa agar menutupi perut.

Untung atasan yang dipakai cukup besar.

Lalu, dilihat sang suami bergerak ke arahnya. Sudah pasti dirinya akan dihampiri.

Tepat setelah Yama berdiri di depannya, mata mereka berdua pun bertatapan intens.

Netra pria itu menyelidik memandangnya. Ia pun tahu Yama menuntut penjelasan tanpa mengeluarkan pertanyaan untuknya.

"Aku menjenguk temanku yang melahirkan."

Sahima tentu wajib berdusta. Masih harus ia sembunyikan fakta tentang kehamilannya.

Dan juga berharap Yama tak akan curiga atas alasan yang baru saja diluncurkan.

"Frasha dirawat di sini."

"Tadi siang, dia menerima perlakuab kasar dari suaminya, sampai luka."

"Bagaimana keadaan Frasha?" Sahima tak mungkin tidak merespons kali ini.

"Dia masih syok."

Sahima nihil komentar. Bukan bingung harus menanggapi bagaimana. Ia memang malas bicara jika sudah berkaitan dengan mantan kekasih dari suaminya. Diam lebih bagus.

"Mau melihat Frasha?"

"Boleh." Sahima tidak akan bisa menolak.

Lalu, Yama berjalan lebih dulu. Ia mengikuti pria itu. Mereka menuju lift untuk membawa ke lantai tujuan, entah dimana.

Selama berdua, sama-sama membisu. Yama akan absen bicara jika tanpa maksud. Ia pun bukan tipe yang gemar memulai obrolan.

Perjalanan tidak panjang. Tempat dituju telah dicapai. Ternyata berada di lantai tujuh.

Mereka masuk ke salah satu ruangan yang bertuliskan, One Bed Room Exclusive.

Sahima berhenti sebentar setelah melewati ambang pintu telah dibukakan oleh Yama.

Pria itu masih terus berjalan mendekat ke arah Frasha Bintang tengah berada.

Dari jarak cukup jauh, Sahima bisa dengan jelas melihat bagaimana sang suami dipeluk oleh mantan kekasih pria itu, manakala baru saja mencapai ranjang pasien.

Sahima kian berdiri mematung di tempat.

Pemandangan mesra yang dipertontonkan, tidak akan bisa membuat atensinya teralih barang sekalipun dari Yama dan Frasha.

Namun, kaki-kakinya melangkah menjauh sampai keluar dari ruangan inap.

Sang suami menyadari, lalu menghampirinya.

Dan ketika Yama semakin dekat, Sahima pun memutuskan untuk bergerak tambah jauh.

Dibatalkan keinginan menjenguk Frasha.

Kecepatan kaki melangkah sudah diupayakan lebih gesit, tapi sang suami berhasil meraih tangannya. Seketika, ia berhenti berjalan.

"Apa?" Sahima bicara agak dingin.

"Aku tidak akan pulang malam ini."

"Aku akan menemani Frasha."

Sahima hanya mengangguk kecil. Tak akan berkomentar atau melarang sang suami. Ia tak ada hak membatalkan keinginan Yama.

"Himaaa!"

"Dikkk!"

Panggilan-panggilan dalam seruan lumayan kencang berasal dari Dokter Kenanga Weltz.

Sang kakak sepupu berlari ke arahnya.

Sahima juga kian menjaga jarak dengan sang suami, selepas pria itu tak lagi memegang lengan kirinya.

"Aku lupa meresepkan satu vitamin lagi untuk memperkuat kandungan. Untung kamu belum pergi dari sini, Dik."

Sahima spontan mendorong kakak sepupu perempuannya, sejauh mungkin agar Yama tak mendengar pembicaraan mereka.

Kehamilannya harus tetap dirahasiakan.

...........................

Yokyok ramaikan dengan vote dan komen.

Merebut Suami KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang