Part 20

13.9K 691 22
                                    

Yok vote dulu sebelum baca. Bisa yok bisa. Hahaah.

....................................

"Jam berapa sekarang?" gumam Sahima saat matanya sudah membuka dengan penuh.

Netra memandang ke arah langit-langit ruang tidur yang tanpa sinar lampu. Otaknya mulai bekerja untuk mengingat-ingat apa terjadi.

Pukul sebelas malam tadi, ia sudah naik ke atas ranjang . Dan baru bisa terlelap setelah beberapa jam sibuk dengan beragam isi kepala yang butuh ekstra dipikirkan.

Sahima pun terbangun tiba-tiba. Padahal, ia tak mendapatkan mimpi aneh ataupun buruk. Walau insomnia sempat menyerang.

"Pukul tiga pagi." Digumamkan waktu yang tengah tercetak pada layar ponselnya.

Benar-benar terlalu dini untuk terjaga.

Rasa kantuk pun sudah hilang. Dan tentunya akan lumayan sulit tidur kembali dengan nyenyak jika sudah begini untuknya.

Sahima lantas memikirkan kegiatan yang bisa dilakukan guna mengisi kekosongan aktivitas.

Mungkin bisa dipakainya membaca buku dan juga memeriksa kembali pekerjaan.

Namun kemudian, ia teringat jika sang suami yang tidur di kamar sebelah, sedang sakit.

"Apa demamnya masih?"

Sahima lekas bergerak turun dari ranjang. Ia juga segera berjalan keluar kamar, menuju ke ruangan tidur ditempati oleh Yama.

Setiap memasukkan sandi pada pintu yang merupakan hari lahir Frasha, rasa kesal pasti tetap saja menyerang dirinya.

Seperti sudah terbentuk sebagai alarm di otak dan senantiasa juga bangkit setiap kali harus bersinggungan dengan hal-hal berkaitan akan mantan kekasih suaminya itu.

Helaan napas dilakukan sembari kedua kaki dilangkah perlahan ke dalam, tentu supaya tak menimbulkan suara berisik.

Lampu ruangan menyala terang. Bisa dilihat sosok sang suami tidur telentang di ranjang.

Sahima ragu mendekat. Namun, ia harus memastikan bagaimana kondisi Yama.

Kemarin siang, setelah selesai makan, sang suami memutuskan tak lanjut bekerja. Pria itu pun memilih pulang, tanpa dirinya temani.

Ada pertemuan dengan klien baru, jadi tidak bisa dibatalkan rapat yang telah diatur. Ia harus tetap kembali ke kantor.

Barulah pukul tujuh malam tadi, tiba di rumah.

Didapati Yama berbaring di sofa. Entah sudah berapa pria itu tertidur dengan kondisi yang kesehatan belum membaik juga.

Demam Yama masih tinggi saat diperiksa dengan menggunakan termometer.

Sebagai wanita yang telah disakiti, harusnya ia bersikap apatis saja akan keadaan pria itu.

Namun, jika dilakukan maka masalah akan tambah rumit. Terutama tanggung jawab pada keluarga sang suami, andai situasi pria itu semakin buruk. Ia tak mau ambil risiko.

Diajaknya sang suami ke rumah sakit untuk mengecek kondisi sesungguhnya. Untung, Yama tidak harus dirawat karena kategori sakitnya yang terbilang sedang.

Hasil pemeriksaan dokter, suaminya drop karena minum alkohol berlebihan. Disamping beban pikiran yang katanya tengah berat.

Didengarnya secara langsung keluhan pria itu pada dokter. Walau tak secara spesifik Yama katakan apa saja masalah-masalahnya.

Sahima merasa tak perlu menanyakan lebih lanjut untuk menggali informasi kian dalam. Bersikap tidak peduli adalah yang tertepat.

Penderitaannya karena Yama sudah begitu banyak. Memberikan rasa empati atas apa yang pria itu, harusnya tak diberlakukan.

Dalam artian sewajarnya saja.

"Hima ...,"

Sahima mendengar namanya disebut. Ia juga sangat sadar jika atensi Yama sudah terpusat padanya dengan mata membuka lebar.

Namun, Sahima memilih mengabaikan. Kaki dilangkahkan mundur cukup cepat agar bisa menjauhi ranjang digunakan Yama.

Bahkan, ia berniat keluar secepat mungkin.

"Kamu mau ke mana?"

Sang suami bangkit dari ranjang. Duduk di tepian kasur dengan atensi terpusat padanya.

Pandangan nanar diperlihatkan oleh Yama.

"Mau ke mana kamu, Hima?"

"Aku mau ke kamarku."

Sahima kembali menggerakkan kaki. Sudah dekat dengan pintu ruangan tidur.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa terus dihantui dia lewat mimpiku."

Sahima mendadak tegang. Pikirannya segera mengasumsikan jika dimaksud oleh sang suami adalah mantan kekasih pria itu.

Sahima memutuskan tak menanggapi.

Malah membalikkan badan guna benar-benar meninggalkan kamar tidur sang suami.

"Kenapa dia bisa terus muncul di mimpiku? Dia tersenyum begitu manis. Dia mengajakku bermain bola. Dia anak laki-laki yang manis."

Sahima mengembalikan atensi pada sang suami.

"Siapa yang kamu maksud?" tanyanya dengan dingin.


Full versi part ini ada di karyakarsa ya. Link di bio.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Merebut Suami KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang