Part 23

12.1K 620 19
                                    

Yok 100 vote untuk next part.

...............

"My 1st Baby & Mom Hima."

"Bagus, Kak?" tanya Sahima selepas sang kakak sepupu menyebut nama pada gembok yang sudah selesai ditulisnya.

"Aku tersentuh, Dik."

Jika saudari sepupunya merasa demikian, ia tentu diserbu oleh perasaan sedih lagi harus mengingat kehilangan calon buah hatinya.

Sudah hampir dua minggu berlalu, namun masih tertinggal duka yang dalam di hatinya.

"Ayo, pasang sekarang, Dik."

"Habis itu kita pergi ke kafe dekat sini. Ada waffle yang enak banget. Kamu pasti suka."

Ditunjukkan cepat anggukan untuk balasan ucapan-ucapan Dokter Kenanga Weltz.

Sebelum menyematkan gembok miliknya di salah satu dinding kawat Hohenzollern Bridge, Sahima melantunkan doa dengan khusyuk, terutama untuk anaknya di surga.

Kebahagiaan dan ketenangan sang buah hati, itulah yang paling utama Sahima panjatkan.

Tuhan pasti akan mendengar doanya. Begitu juga dengan anaknya yang telah di surga.

"Mama sayang kamu selalu, Baby," gumam Sahima sembari mengusap lembut gembok yang baru selesai dipasangnya.

"Kamu kuat, Dik. Semangat."

Sahima mendapatkan pelukan hangat sang kakak sepupu, sesaat setelah bangun dari posisi berjongkok dan berdiri tepat di dekat Dokter Kenanga Weltz. Ia tentu membalas dengan rengkuhan tak kalah erat.

Berusaha tak mengeluarkan air mata, ketika gejolak perasaan sedih semakin menguat. Ia tidak boleh terus cengeng. Harus tegar.

"Kamu tahu kan Kakak pernah keguguran juga, satu tahun pertama sangat berat."

"Butuh waktu untuk sembuh dari rasa sakit itu. Bukan berarti kamu lemah, Dik."

Sahima mengangguk-angguk seraya cepat menyeka cairan bening yang menetes dari kedua netranya. Sungguh tak mau sampai tangisannya meledak di tempat umum.

"Kita ke kafe sekarang?"

Untuk ajakan sang kakak sepupu, Sahima pun menunjukkan reaksi dengan anggukan kembali. Tentu tidak akan bisa ditolak.

Lalu diikuti Dokter Kenanga Weltz yang mulai berjalan sambil mendorong stroller berisi dua bayi kembar laki-kaki saudari sepupunya.

"Kamu akan sampai kapan di Berlin, Dik?"

"Mungkin dua sampai tiga minggu lagi, Kak. Sesuai dengan prosedur kesehatan yang aku harus ikuti." Sahima menerangkan.

"Sama kayak aku dulu. Waktunya juga dua sampai tiga minggu. Lumayan cepat."

"Iya, Kak. Benar." Sahima memberi komentar sekenanya, dibanding hanya mengangguk.

"Kamu harus optimis, ya. Di rumah sakit itu pelayanannya bagus. Dokter-dokternya juga profesional. Sudah banyak pasien sembuh."

"Iya, Kak Kena. Aku juga ingin hasil check up rahimku bagus dan tidak ada masalah."

"Selesai masa nifas, aku ingin langsung saja program hamil." Sahima menerangkan lebih lanjut apa yang menjadi tujuannya.

Full versi part ini ada di karyakarsa ya. Link di bio.

 Link di bio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Merebut Suami KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang