Seri II ; EP 02

5.8K 344 27
                                    

Yok vote dulu sebelum baca.

................

"Buket bunga, sudah saya beli."

"Kue yang Anda minta, juga sudah saya belikan di toko yang Anda suruh."

"Ada lagi yang Anda perlukan, Bos?"

Raharta Mahajaya menggeleng pelan. Dan tidak dipindahkan pandangan ke asisten pribadinya.

Tetap fokus ke layar tablet, menggeser satu demi satu foto Sahima Pramesti Djaya yang diambil oleh informannya, saat wanita itu menikah.

"Baik, Bos."

"Kita akan menuju ke rumah sakit sekarang."

Raharta mendengar laporan Bian Wiranatha. Ia pun tidak memberi tanggapan apa-apa.

Konsentrasi tetap dijaga, tak akan hanyut terlalu dalam keterpesonaan oleh sosok Sahima yang anggun mengenakan balutan kebaya putih.

Sebatas foto-foto saja, rasa kagum pada wanita itu tak mampu untuk dihilangkan. Malah tambah terpikat dengan penampilan Sahima.

Debar jantung kencang, tanpa bisa dicegah.

Dan sebentar lagi dirinya akan berjumpa secara langsung dengan Sahima, setelah hampir setahun lebih sudah lewat sejak pertemuan terakhir.

Rasa rindu tentu menggebu-gebu.

Memang, bulan lalu, dirinya punya kesempatan untuk bertatap muka dengan Sahima dalam acara pernikahan wanita itu. Dirinya jelas diundang.

Namun karena tak sanggup melihat perempuan yang dicintai mengiklarkan janji suci dengan pria lain, Raharta memutuskan tidak hadir.

Dibanding menanggung sakit hati luar biasa, ia lebih baik absen datang. Membayangkan saja dada sudah sesak bukan main, apalagi harus disaksikan secara langsung upacara pernikahan.

"Kita sudah sampai di rumah sakit, Bos."

Telinga masih dipasang dengan baik, sehingga bisa mendengar pemberitahuan asistennya.

"Tunggu ..." Raharta berujar pelan, manakala ia melihat Bian akan keluar dari mobil.

"Apa yang Anda butuhkan, Bos?"

"Suami Hima benar-benar sudah siuman?"

"Benar, Bos."

"Saya mendapat informasi dari dokter yang kita tugaskan mengawasi suami Ibu Sahima."

"Kenapa dokter itu tidak bisa membunuhnya?"

Raharta sudah ingin minta pertanggungjawaban atas perintahnya yang gagal, tempo hari. Namun, pekerjaan menumpuk, hingga fokusnya terpecah untuk menyelesaikan masalah bisnisnya juga.

"Maafkan saya, Bos."

Bukan permintaa maaf yang hendak didengar, tapi alasan masuk akal dalam menamengi tidak berhasil rencana sudah dibuatnya.

"Saya sungguh minta maaf atas kecero-"

"Saat di Laboan Bajo, kalian juga tidak mampu menghilangkan nyawa pria itu." Raharta berkata begitu dingin. Emosi mulai menderanya.

"Lanjutkan rencana ketiga."

"Rencana ketiga, Bos? Kapan akan dieksekusi?"

"Tiga minggu lagi." Raharta menitahkan.

"Hotel mana yang akan Anda pilih?"

"Hotel milik Yama Adyatama."

"Pilihkan kamar paling mahal agar Hima nyaman tidur di sana," imbuh Raharta.

Ya, Raharta sudah menyiapkan beberapa agenda cadangan. Dua telah gagal, namun masih ada misi selanjutnya yang bisa dilakukan dalam usaha menyingkirkan Yama dari hidup Sahima.

Dirinya tak akan pernah menyerah, sampai dapat merebut wanita yang dicintainya.

"Kamu dengar perintah saya?" Raharta meminta tanggapan dari sang asisten karena tak kunjung bersuara. Seperti ada yang menahan Bian.

Lantas diikuti arah pandang bawahannya itu.

Ternyata tertuju pada sosok Sahima.

Tanpa memikirkan bagaimana reaksi wanita itu melihatnya, Raharta lekas turun dari kendaraan merahnya sembari membawa buket bunga dan kotak berisi kue yang disukai oleh Sahima.

Pada titik temu di lobi rumah sakit, Raharta pun dapat berdiri berhadapan dengan wanita yang paling dirindukannya sekarang ini.

Sahima jelas amat tertegun melihatnya.

"Mas Raharta?"

"Hai, Hima." Disapa dengan peringai tenang, walau detakan jantung semakin menggila.

"Apa kabar?" Raharta melanjutkan.

"Anak kita rindu kamu, Hima."

..............

Merebut Suami KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang