Manisan Bumi

41 10 0
                                    


"Pagi ini, aku dibangunkan oleh kedatangan Peri." Lofi melempar tatapan malasnya sejenak ke Saga. Si peri mengacungkan dua jari dengan pedenya. "Begitu aku membuka pintu, dia langsung berkata 'Mau jajan ke Bumi, gak?' padaku."

Aku melempar tatapan ketus ke Saga.

"Terus?" kata Radit yang duduk di sebelahku.

"Aku belum sadar betul. Aku baru bangun, jadi aku tanya lagi. Dia bilang 'Kamu pasti belum coba Matabrak—"

"Martabak," koreksi adikku segera.

"Martabrak—"

"Martabak," lontarku.

Lofi jengkel, tapi dia tidak menyerah. "Mar-ta-bak. Ya, itu. Dia mendeskripsikannya sebagai manisan dengan isian beragam seperti cokelat, kacang merah, kacang sangrai, keju, atau kombinasi dari mereka. Terdengar lezat di telingaku. Jadi, berhubung aku sedang meningkatkan alat teleportasi kembanganku sendiri, bukankah ide yang bagus kalau aku menerima ajakan si Peri?"

"Kalian tinggal pergi. Terus, kenapa kalian ke sini?"

"Kamu gak suka martabak?" tanya Saga.

Suka, sih. Aku rasa tidak ada orang yang tidak suka martabak. Meskipun kadang terlalu berminyak.

"Kita juga ingin mengajak Amara. Dia pasti penat mengurus proposal terus," kata Lofi sambil mengorek telinganya dengan jari kelingking—ih!.

Aku ragu Letnan Kai akan mengizinkan Kakak untuk pergi. Terlebih, kudengar dari Han kalau mereka sedang perang sunyi—main diam-diaman—. Sekalinya berbicara, ujung-ujungnya mereka bakal cek-cok.

"Oooh, kalau Mbak Amma ikut, kita tidak perlu bayar soalnya, ya?" lontar Radit. "Apalagi kalau Kak Anna ikut, Mbak Amma gak bakal segan buat menuruti permintaan kita."

Lofi dan Saga melotot ke adikku.

Kupukul meja makan yang jadi pemisah kami. "Oooh, gitu ya kalian? Memandang Kakakku sebagai dompet berjalan!"

"Mana ada! Kita murni dan tulus hanya ingin mengajak Mbak Amma pergi. Dia pasti kangen juga sama Martabak. Ya, kan?" lontar Saga.

"Halah!" tekanku.

"Kalau ada Amara, kita pasti bisa dengan mudah menukar mata uang. Bukan berarti kita meminta untuk dibayari," timpal Lofi. "Memangnya salah kalau aku ajak Yang Mulia Putri Iredale untuk ikut menguji alat teleportasiku yang baru? Aku sekaligus ingin mengajukan proposal kembanganku itu padanya. Siapa tau beliau berminat dan ingin memperkerjakanku di Iredale. Bukankah begitu? Atau kamu tidak suka melihat aku sukses, Na?"

Kamu pasti sedang menyembunyikan udang dibalik Bakwan—eh, salah. Batu. Kok aku jadi ketularan typo-nya Saga.

Aku bersedekap. "Nascombe juga punya manisan yang mirip dengan manisan di Bumi. Kayak 'kubus merah' kemarin yang kucicip di Kastel, itu namanya Turkish Delight kalau di Bumi. Terus, kue santan pisang kukus, kue kukus bunga, kue goreng garing, banyak sekali pokoknya yang mirip."

Terkadang hanya berbeda nama atau model bungkus saja.

"Tapi gak ada yang mirip sama Martabak, loh," lanjut Radit.

"Masa'?" raguku.

Saga memangku dagunya. "Kalau diingat-ingat ... iya juga ya."

"Pasti ada. Kita baru beberapa bulan tinggal di sini. Nascombe itu luas," ketusku. "Jangan bilang kalau kamu sering makan yang manis-manis selama ini. Gak sehat tau, Saga."

"Bukan begitu. Kalau ada, pasti seseorang pernah membawakannya ke rumahku," kata Saga. "Tapi tidak ada, tuh."

Ah, iya. Aku lupa kalau masyarakat Nascombe berbondong-bondong mengirimkan makanan setiap hari ke kediaman Peri.

"Gimana? Mau ikut, gak? Kalau tidak, aku sama Saga langsung ke Iredale, nih," tawar Lofi.

Hmmm ....

Radit berkata, "Aku mau ikut. Eh, tukang Martabak baru buka sore hari di tempat kami. Kalian harus menunggu sore dulu," jelas adikku.

"Nah, sambil nunggu, kita jalan-jalan aja," saran Saga.

Lofi menjentikkan jari. "Nah, bagus, tuh."

"Aku gak mau ikut, deh," keluhku. "Depok panas, loh. Yang benar aja. Mending di sini, sejuk, anginnya sepoi-sepoi, enak buat tidur siang."

"Di rumah terus tidak baik buat kemampuanmu, loh," ucap Lofi.

Otot mukaku menegang. D-dia benar.

Kemampuanku tipe kemampuan yang terus menumpukkan energinya setiap waktu. Kalau aku terlalu lama menumpuknya, bakal terjadi 'ledakan energi' seperti dulu lagi.

"Coba kasih tau. Kapan terakhir kali kamu lepasin energi kemampuan kamu?" lanjut si tukang mesin.

K-kapan, ya ....

Terakhir aku berada di Bumi, melepaskan energi kemampuanku di sana, itu dua bulan yang lalu ....

Dua bulan?!

"Aku ikut!" lantangku takut.

"Yesss!" ungkap Saga.


Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Where stories live. Discover now