Uta dan Maza (2)

11 3 0
                                    

"Loh! Iya? Aku belum dengar beritanya."

Aku menyipit pada reaksi Lofi soal Han yang sudah bertunangan. Nada suaranya biasa saja, dan dia masih sibuk menggosokkan minyak pada permukaan potongan besi—entah tujuannya apa—, membelakangiku. Tak ada keterkejutan.

Dia pulang sehari setelah kedatangan Uta dan Maza, jadi aku ke sini untuk menanyakan seperti apa akhir pekerjaan mereka sambil membawakan lauk dari Ibuku untuk dia, Maza dan Uta yang sudah mengontrak kembali di rumahnya.

Aku menangkup dagu sambil melipat kaki. "Kamu kelihatannya sudah dengar langsung dari Kak Amma."

Laki-laki bau keringat itu mendengus. "Kamu pikir kita sempat bergosip ketika pusing mengurus sebuah perangkat lunak dengan sistem Bumi sana dan membuat replikanya dengan sistem Bumi sini?"

Oh, dia serius. "Uta sama Maza masih di kamar mereka?"

"Lagi ke Iredale untuk mengurus pendaftaran 'Kamp Pelatihan'." Lofi menghempas napas lelah, mengusap keringatnya dengan lengan, lalu menoleh. "Kamu ikut gabung?"

Kutunjukkan wajah aneh. "Ya, sudah kuduga," lanjutnya. "Aku juga tidak ikut. Toh, aku sudah menjalin kerja sama kecil dengan ras tertinggi di planet ini, secara tidak langsung mimpiku terwujud."

"Memangnya skor dari kamp itu bakal penting banget, Fi?" tanyaku penasaran.

"Kalau kamu ingin lebih mudah mendapat pekerjaan yang kamu mau, Ya. Kalau kamu ingin membuka usaha di Iredale, Ya. Kalau kamu menawarkan jasa dan kamu ingin orang-orang yakin pada jasamu, Ya."

Terdengar membebankan. "Tapi, untuk dapat skor tinggi, harus bisa bertarung, kan?"

"Entah. Aku tidak pernah ikut. Rav pernah cerita kalau dia dapat tes bertarung level prajurit bawah karena pelayan-pelayan Iredale dituntut bisa bertarung jika keadaan memaksa, tapi aku rasa itu tidak berlaku untuk lapangan pekerjaan lain."

Aku mengangguk-angguk lambat.

"Adikmu pasti ikut," timpalnya, mulai menaruh potongan besi itu ke kerangka besi lain yang setengah jadi dan mulai menyambungnya dengan mengelas mereka. Aku agak mundur karena percikan besi panasnya membuatku takut.

"Pasti. Saga juga. Meski aku yakin dia tidak perlu untuk ikut karena dia seorang peri."

Pintu di sebelah kiri kami terbuka, kulihat Maza menyembulkan kepala dari sana, lalu melangkah masuk. "Athyana. Kamu sedang menyewa jasa Lofi?"

"Ngapain. Ibuku buatin lauk buat kalian, jadi aku antar ke sini. Lauknya ada di meja ruang depan."

"Oh, yang nasi kepal isi itu?"

Aku mengangguk. "Uta mana?"

"Di ruang depan. Dia ... sedikit syok."

"Syok?"

Maza menunjukkan kerisauan. "Ada dua ketentuan dalam Kamp yang tidak bisa kami penuhi. Mereka bilang itu termasuk syarat utamanya."

"Memangnya seperti apa ketentuannya?" tanyaku.

"Peserta tidak diperbolehkan memakai mesin senjata jenis apa pun. Dan peserta tidak boleh bekerja sama dengan peserta lain di tes-tes tertentu. Sementara Uta sudah berlatih memakai mesin senjata dan kami berdua sudah ditetapkan sebagai 'satu tim'. Kami akan kesulitan jika terpisah."

Aduh ....

Uta cukup syok pasti. Aku mulai sedih mengingat antusiasmenya kemarin.

"Bisa kamu bicara padanya? Aku sudah coba dan sepetinya dia tidak bisa mendengarku saat ini," katanya.

"Oke. Aku coba."


Shout out to Ka @Pandu_an🙏 

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Where stories live. Discover now