Tiang Peringatan Berjalan

20 5 7
                                    


Khusus Bab ini, para tokoh murni milik Kak Froz @DF_Rost. Silakan mampir ke ceritanya :https://www.wattpad.com/story/148474276-mr-i-project-devil-must-die


Atau juga ke Part 1 Bab ini, di : https://www.wattpad.com/1419442208-buku-belajar-menulis-yang-tak-tertulis-dalam/comment/1419442208_1f622ba75972473ae6932502b9d7e3c2_1708227140_c561f09c00/replies/1419442208_1f622ba75972473ae6932502b9d7e3c2_1708227140_c561f09c00_1708235156_fc788a64bf

***


"Loh, Karina ke sini rupanya."

Tubuhku terlonjak, tak sampai melompat dari duduk, tapi cukup untuk menyundulkan tulang bahu ke kepala Karina, membuat tidurnya yang tidak lama terganggu dan segera bangun.

Aku menoleh dari bahu, mendapati Poppy bertolak pinggang sambil menggembungkan sebelah pipi. "Kamu ini, kalau pergi bilang-bilang, dong! Gita nyariin kamu, tuh, di Vila. Dia beliin kamu bubur."

Karina bergerak dan berucap canggung. "O-oh, gitu? Ya udah, deh, aku langsung balik. Duluan, ya, Grey."


Kutatap kepergiannya sejenak, merasa cukup kecewa karena kedekatan kami mendadak terganggu oleh Poppy. Kupikir Dewi asmara sedang membantuku, ternyata tidak.

"Gitu banget ngeliatinnya." Poppy duduk menggantikan Karina, lalu mendekap lenganku sambil memosisikan wajah terlalu dekat. "Aku ganggu kalian, ya?"

Dari ucapan itu, aku menebak dia sengaja menghampiri kami."

Enggak juga," balasku.

Jangan sampai aku terdengar memihak Karina. Aku tidak tau cewek ini bakal berbuat jahat seperti apa lagi padanya.

"Ah, masa?" manjanya.

Aku menatap ke arah lain sembari menghempas napas. Apa, sih, maunya cewek ini? Tidak bisakah dia memberiku jeda untuk tidak terlalu waspada karena keberadaannya?

Aku membelalak ketika dia mempererat dekapannya. Gara-gara itu, otakku mulai berpikiran brengsek dengan memvisualisasikan dada—

Baik, tolong berhenti di situ, wahai otak. Kau memperburuk keadaan.

"Emangnya gak bisa kalau kamu bareng sama aku terus?"

"Iya."

"Eh, kenapa?"

Haah, dia masih bersikeras dengan pertanyaan sebelumnya.

Aku membalasnya tetap tanpa emosi yang berarti. "Kita beda rumah, beda RT, RW. Beda kecamatan."

"Iiih, Grey! Aku serius!"

"Aku juga serius."

Kalau aku bilang yang sebenarnya, dan dia baper karena tidak terima, dia bisa melakukan banyak hal untuk membalasnya. Memutilasi dan menguburku di taman Vila misalkan. Maka dari itu, aku tidak mau mencari masalah selagi Ibu dan aku masih bergantung pada keluarganya untuk malam ini.

Aku menarik tanganku dan bangun dari duduk. Kutatap dia yang kembali menunjukkan wajah kesal—meski itu malah membuatnya semakin imut.

"Seperti yang aku bilang, aku menganggapmu berbahaya. Bukankah wajar kalau manusia menjauhi hal-hal yang berbahaya?"

"Tapi banyak yang dekat sama aku, kok.

Itu karena mereka tidak tau apa yang kutau. Kalau pun mereka tau dan tetap mendekat, berarti mereka cinta tantangan atau bodoh. Atau gila. Atau ketiganya.

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang