Benang Kusut

10 2 0
                                    


Kegiatanku hari ini ditutup dengan menceritakan apa yang kurasakan dan kualami kepada Maza, seperti sebelum-sebelumnya.

Tetapi, hari ini aku merasa kosong. Aneh, aku merasa tidak mau membicarakannya. Baik itu tentang persyaratan kamp pelatihan yang mengharuskan kami terpisah, juga tentang kami berdua akan tetap mengikuti kamp itu atau tidak.

Aku duduk memeluk kaki di kasur, menaruh dagu di antara kedua lututku. Aku melihat Athyana melakukan ini di beberapa kesempatan. Baru sekarang aku mengerti kalau pose ini bisa membuat seseorang nyaman dan tenang.

Maza duduk di pinggir kasur dengan kaki menapak lantai, memiringkan badan ke arahku, menunggu dan menunggu.

"Boleh tidak jurnal hari ini kita lewati saja?" tanyaku.

Partnerku menggeleng. "Tidak bisa. Jurnal harus terus dikirim ke pusat selama kita masih bersama."

Iya, aku tau, tapi hari ini aku sedang aneh.

"Bagaimana rencanamu tentang Kamp Pelatihan? Masih tetap ingin bergabung?"

Aku menatapnya kaget.

"Kamu marah aku bertanya soal itu?"

"Aku tidak marah," balasku.

"Tapi ekspresimu—"

"Aku tidak marah," bantahku.

Nah, kan. Aku sedang aneh, buktinya aku memotong ucapan Maza. Hal yang biasanya tidak aku lakukan.

"Katakan saja. Menyimpan benang kusut dalam pikiranmu hanya akan membuatnya makin kusut. Siapa tau dengan membicarakannya, kita bisa menguraikannya."

Aku mengerjap tidak paham. "Aku tidak menyimpan benang di mana pun. Aku tidak memilikinya."

"Hari ini aku belajar 'istilah' dari Radit. Katanya, 'Benang kusut' adalah masalah yang sulit untuk dipecahkan. Coba kamu bayangkan tali panjang yang terkumpul menjadi bola tali kusut. Akan susah untuk memakai tali itu kalau tidak menguraikannya dahulu," tuturnya.

Aaa, aku bisa membayangkannya.

"Jadi?" Maza terdengar seperti menagihku. "Apa yang akan kita lakukan besok. Pulang? Atau menetap?"

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Where stories live. Discover now