Tato Aneh

12 3 0
                                    

???

“Adam! Jangan main sama kucing terus, cepet mandi!” bentak Ibu dari arah dapur.
Aku pura-pura tidak mendengar. Mandinya nanti juga bisa, aku kan lagi libur sekolah hari ini.
“Yusa ambil,” kataku, mengguncangkan mainan pancing kucing yang ada bulu ayam bohongan sebagai umpan. Kucing putih belang hitam yang baru kutemukan minggu lalu itu dengan lincah dan lucu mencoba meraih bulu dan memakannya.
Ibu bilang aku boleh main bersamanya asal tidak dibawa masuk ke rumah. Padahal, kasihan kalau tidak dibawa masuk, apalagi ketika hujan. Meski begitu, aku tetap membawa masuk Yusa diam-diam dan menyembunyikannya di lemari baju saat hujan.
Aku tertawa, menaikkan tangan agar Yusa melompat meraih mainannya. “Lompat, lompat, lompat!”
Kucing itu mengikuti arah mainan yang berguncang, tapi tidak melompat. “Yah, payah, nih. Yusa. Ayo lompat!”
Yusa bukannya meraih mainannya, malah memeluk betisku dan menggigitnya.
“Aaa!” Aku langsung berdiri, menjatuhkan mainan. “Kok digigit?”
Yusa berpose aneh. Ekornya berjoget-joget dan matanya fokus ke kakiku. Aku hapal pose itu. Kucing tetangga sering begitu sambil mendesis kalau aku mau mengelusnya.
Aku melangkah mundur selangkah, berniat kabur masuk ke rumah pelan-pelan. Namun, Yusa mendadak menerjang dengan kilat bak kecoak, alhasil aku panik, berlari ke samping, menyusuri jalan kecil.
“AaaAAaa!” teriakku mendapati Yusa mengejar.
Aku keluar dari jalan kecil, menyusuri ilalang, dan terus lurus sampai masuk ke pemukiman yang tak jauh di jalan kecil sebelah kanan.
Aku merapatkan diri di tembok sebelum belokan, mendapati Yusa duduk di pinggir jalan sambil menjilat kaki.
Yah, dia nungguin aku lewat ....
Seakan tau, Yusa berjalan menuju jalan kecil tempatku sekarang.
Anjrit!
Aku panik, segera melangkah semakin ke dalam.
Baru aku mau melewati rumah yang pagarnya jarang-jarang, aku terdiam mendapati kakak-kakak yang duduk di rumput dan badannya menyala di halaman rumah itu, sebelah kiri.
Aku mengusap mata. “Apa tuh?” gumamku.
Aku mendekat ke arah bolongan pagar, melihat si kakak perempuan itu lekat-lekat. Ada tato garis-garis putih yang kelihatan menyala di tangan, kaki sampai lehernya. Dan si kakak terpejam, seperti sedang memikirkan sesuatu yang susah. Soal ujian kenaikan kelas mungkin.
Aku mendadak ingat ucapan Bu Guru. Bu Guru bilang hati-hati sama orang yang bertato, baik itu perempuan atau laki-laki.
Namun, Bu Guru tidak bilang harus berhati-hati sama orang yang bertato hitam atau tato yang menyala seperti si kakak itu.
Ah, aku coba liat dari dekat. Kalau tato kan pasti membentuk gambar. Kalau gak membentuk gambar, berarti bukan tato.
Pagarnya bisa dibuka karena kunciannya bisa digeser ketika aku memasukkan tangan dari bolongan.
Aku mendorong pagar yang agak bersuara. Suaranya tidak membuat si Kakak membuka mata.
Dia pasti sangat memikirkan soal ujian. Ah, mungkin udah mau SMA kali, ya. Makanya mikirnya serius begitu. Abangku yang lulus SMP juga gak bisa main dulu pas mau lulus. Ibu bilang soalnya susah banget, dijaga sama guru sekolah lain, udah begitu pakai komputer.
Aku sudah berdiri tak jauh dari hadapannya. Kuperhatikan tato menyala di tangannya. Hmmm, ini kayak garis asal-asalan, gak kayak gambar. Berarti bukan tato.
Kudengar suara orang kaget dan aku ikut kaget. Aku lihat ada abang-abang yang keluar dari rumah, melotot padaku. “D-dek, kamu kenapa—kok masuk—“
Eh, iya, aku kan belum pernah ke sini!
Aku segera berlari keluar. Waduh, semoga abang-abangnya gak ngadu ke Ibu!

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang