Pergi-pergi

25 10 0
                                    

Setelah lelah mendatangi Indonesia, aku berniat untuk bersantai di rumah saja seharian ini.

"Kalau tidak salah, kita pernah berencana ingin jalan-jalan bersama sebelum Anna pergi ke Bumi waktu itu," kata Ayah, mengalihkan obrolan kami yang membicarakan hasil panen kebun. "Bagaimana kalau kita pergi hari ini?"

Tanganku yang sedang mengumpulkan nasi di atas piring daun pisang langsung berhenti. P-pergi? Hari ini?

"Kalian tau tempat yang biasa didatangi keluarga saat liburan?" lanjutnya.

Radit ber-hmmm.

Aku merasakan tatapan dari Ibu. Saat mata kami bertemu, kami langsung mengalihkan pandang ke arah lain.

Setelah menjalani keseharian bersama keluarga kandungku dan melewati konflik yang menguji keterikatan kami, bukan berarti kecanggungan dan kekakuan langsung lenyap begitu saja. Apalagi aku dan Ibu sama-sama orang yang menjauhkan diri dari masalah dan sumbernya.

Kami memang mulai bisa mengobrol berdua saja. Walaupun aku merasa lebih mudah mengobrol bersama Ayah dibanding Ibu, intinya hubungan Ibu-Putri kami ada perkembangan.

"Anna sendiri mau ke mana?" tanya Ibu.

Aku menatapnya yang tak melihatku. "Tidak ada tempat yang ingin kamu datangi?"

"Ibu jangan tanya Kakak. Dia lebih mau di rumah dari pada jalan-jalan," lontar Radit.

"Benar juga," timpal Ayah.

"Aku mau jalan-jalan, kok," kataku tanpa kupikirkan lagi. "Cuma aku gak tau tempat santai yang pas. Aku cuma tau tempat liburan di Bumi."

Arg, mulut ini suka mengambil alih ketika perasaan tidak enak hati datang.

"Kayaknya kita mesti tanya Saga, deh."

"EH?"

Radit membelalak. "Kok suara Kakak mendadak gede begitu?"

"K-kenapa nanya dia?"

"Dia peri Nascombe," ucapnya seolah itu sudah cukup jelas. "Dan rumahnya di depan rumah kita. Gak jauh untuk bertanya."

"Gak perlu. Ini kan urusan keluarga kita. Kita dong yang mikirin," kataku.

Kulihat Ayah tersenyum kecil. "Kamu benar," ungkapnya lembut.

Radit tersenyum penuh maksud dan kudapati Ibu menahan sudut bibirnya untuk berbuat serupa.

"Kalian kenapa?" selidikku.

"Apanya kenapa?"

"Kayaknya aku tau tempat yang bagus. Penangkaran Hewan dai pusat Nascombe."

Aku mengangguk-angguk paham. "Oooh. Yang kayak ragunan itu, ya?"

Radit menunjukkan antusiasmenya. "Lebih, dong. Pasti hewannya lebih beragam. Bisa aku jadikan contoh kalau meng-copy kemampuan Taro."

Aku meneguk air putih. Jujur, aku juga penasaran sama hewan-hewan di Nascombe. Sejauh ini aku mendapati jenis serangganya lebih unik dari serangga Bumi dan aku suka mengamati mereka. Namun, aku belum pernah melihat Sapi, Kambing, atau Kucing di sini. Seunik apa, ya, mereka?

"Di Bumi, tempat penangkaran hewan dijadikan tempat liburan?" lontar Ibu. "Agak lain."

Iseng aku bertanya. "Kalau di sini biasanya ke mana, Bu?"

"Selain bepergian di hari perayaan ras lain, biasanya kami pergi mengunjungi sumber mata air besar. Entah itu pantai, danau, atau sungai. Kemudian kami menghabiskan hari di sekitarnya. Itu pun sebelum ras Ganjil berkurang drastis."

"Penduduk Bumi juga ada yang begitu, kok. Aku juga lebih suka begitu," kataku.

"Jadi, kalian lebih memilih yang mana?" tanya Ayah yang sudah menghabiskan makanannya.

Aku menatap adikku. Sisi jahilku muncul dan kuangkat tangan kanan yang terkepal agak tinggi ke arahnya sambil melantangkan, "Gunting, batu, kertas, suuuiiit!"

Radit memasang 'Gunting' sementara aku 'kertas'."

Aaakh!" sesalku."

Aku menang! Kita ke penangkaran hewan!"

"Iya, deh, iya," malasku. Aslinya, aku tidak keberatan pergi ke mana pun.

Kulihat Ibu dan Ayah yang sama sekali tidak protes atau mengajukan pilihan sejak tadi. Mereka diam mengamati kami berdua. Dan meski aku dibesarkan oleh robot manusia, aku tau kalau sesederhana inilah kesenangan orang tua.

"Kalau gitu Ibu siapin bekal kita, ya." Ibu bangkit dari duduk, mengambil piring kotor kami.

"Aku ikut bantu," kataku, segera mengemas gelas.

"Kamu mandi sana, Dit," kata Ayah.

"Eeeh, mandinya di sana aja, sama Gajah," rajuk Radit."

"Ada-ada aja. Mandi kok sama Gajah."

Senyumku merekah, menantikan pengalaman liburan bersama keluarga baru ini untuk yang pertama kalinya.

Tuhan, terima kasih sudah menggagalkan niatku sebelumnya.

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang