Itu Siapa?

17 3 0
                                    

2019 – Sendai, Jepang

???

Mimpiku sangat mengerikan semalam.

Menurutku, Mimpi adalah dimensi di luar gapaian manusia. Meski begitu, apa yang kita lihat di dalam 'Bunga Tidur' bisa dipengaruhi dari apa yang kita lakukan dalam sehari, seperti topik gosip yang sedang panas, ujian sekolah, sebuah insiden, bahkan sampai hal remeh yang sempat terpikirkan dan pergi begitu saja juga menjadi tema mimpi.

Kubasuh wajah, mengusapnya cukup kencang dan cepat agar nyawaku cepat terkumpul, lalu melamun.

"Namun, mimpi semalam terlalu lain," gumamku pada diri sendiri.

Semalam, aku melihat seorang laki-laki dewasa, berpakaian serba hitam dan cukup koyak di beberapa sisi, seolah dia baru saja selamat dari ledakan atau perkelahian melawan Godzila.

Dia bilang, Jaga dia dari kematiannya. Kemudian, usai dua-tiga tanya-jawab, dia pergi dan aku bangun dari tidur karena alarm ponsel.

Kuusap tengkuk selagi merinding. Dia mengingatkanku dengan seseorang, tapi siapa ya? Salah satu Senpai—kakak kelas—di sekolahku, kah?

Walaupun ini kali pertama sebuah mimpi membuatku memikirkannya dengan serius, aku tetap berangkat sekolah. Jangan konyol, aku baru saja masuk SMA, baru sekolah selama sebulan, masa' aku absen karena mimpi?

Lagi pula, aku juga ingin mengecek wajah-wajah murid serta guru di sekolahku lewat buku tahunan siswa, buku daftar murid angkatanku, atau mengabsen wajah mereka perkelas nanti.

Kenapa aku sampai repot-repot begitu?

Di mimpi, aku bertanya siapa yang dia maksud harus kujaga.

Lalu dia langsung mengucapkan nama, dengan lugas dan frontal, 'Hanae Mima'.

Hanae Mima adalah kakak kelas perempuan yang satu klub 'Fotografi' bersamaku. Jadi, tebakan awalku, laki-laki ini satu angkatan dengannya atau setidaknya masih berada satu sekolah dengannya.

Jika Mima-senpai mengenal orang itu, mungkin aku bisa memutuskan apakah aku harus menganggap serius amanah darinya atau tidak.

Kalau orang itu sudah tiada, kemungkinan besar aku akan menjalankan pesannya dengan sepenuh hati. Aku takut dikutuk hantu soalnya.

Apalagi, aku sering mengalami kejadian yang sudah dimimpikan.

Oke, memang tidak setiap mimpi, tapi itu sering terjadi, terutama pada mimpi yang kurang penjelasan seperti mimpi semalam.

Sampai di sekolah, menjalani sesi belajar dua mata pelajaran, jam istirahat pun datang. Aku langsung menghampiri ruang klub Fotografi.

"Permisi," salamku sembari menggeser pintu.

Dua orang di dalam langsung menoleh padaku, Jun-Senpai dan Mima-Senpai.

"Loh, Kei-kun tumben datang," ujar Mima-Senpai, dia sedang membaca majalah yang kami cetak bersama klub Literatur bulan lalu.

"Senpai, aku juga anggota klub, meski aku hanya datang ketika ada projek." Aku duduk di kursi yang berjauhan dari kedua orang itu. "Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan."

"Apa?" ramahnya seperti biasa sambil membalik halaman.

Apa, ya. Eh, aku belum menyusun pertanyaannya ....

Senpai, apa kau kenal laki-laki tiga puluhan, berpakaian tempur agak koyak, dan tampangnya biasa saja?

Tidak. Agak ambigu.

Apa ada Om-om yang belakangan ini menunjukkan perhatian lebih dari biasanya—

Stalker, dong.

"Apa?" ulang Senpai.

Jun-senpai bertutur tanpa melepas matanya dari ponsel—dia sedang memainkan game. "Kau mau mengajak Mima kencan?"

Wajahku langsung panas dan aku melotot padanya, "Itu—"

Kakak kelas laki-laki itu melirikku dan mendenguskan tawa singkat. "Kalau dari reaksinya, aku menebak dengan tepat."

"Bukan! Aku ... erm ... ingin tau seseorang yang mungkin Mima-senpai kenal ...."

"Eh, orang yang mungkin aku kenal?" bingung Kakak kelas perempuan itu.

"T-tapi, sepertinya itu pertanyaan bodoh, jadi aku tidak jadi menanyakannya. Maaf, Senpai," kataku, mengurungkan niat sebelum aku tampak dungu menanyakan pertanyaan tidak jelas itu.

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Where stories live. Discover now