Jadi Orang Bumi (2)

9 6 0
                                    

Menjelang , Kak Amma dan Lofi sibuk mengutak-atik sistem teleportasi buatan GNA di ruang tamu yang berantakan oleh kabel, perangkat ini-itu, dan barang-barang lain.

Sementara aku memfokuskan diri untuk melepas energi kemampuan di halaman depan kecil rumah Saga. Radit berjaga-jaga tak jauh dariku jika sesuatu terjadi. Dia akan memakai kemampuan copycat-nya, mengaktifkan 'Kuncian', dan membuatku melayang dari tanah. Aku kagum, adikku sudah semakin handal meniru kemampuan lain.

Sebenarnya kegiatan ini tidak rumit dan mirip seperti pose meditasi. Aku tinggal memfokuskan niat dan membayangkan energi kemampuanku turun dari badan dan terserap ke tanah.

Rerumputan liar terasa agak menggelitik dan sejuk ketika aku mendudukinya. Urat-urat di tanganku menyala lembut begitu aku mulai rileks dan menaruh kedua telapak tangan di atas tanah rumput itu.

Sudah menjadi hal yang lumrah untuk melihat sesuatu ketika aku sedang menggunakan kemampuanku. Mulai dari melihat memori orang asing, memori tempat dan petunjuk. Aku sudah mempersiapkan mental, tapi aku paling tau kalau mentalku mudah sirna seperti permen kapas. Duh, semoga bukan memori pertikaian atau apa pun yang melibatkan darah dan luka.

Lebih baik pusing menebak petunjuk dari pada digentayangi gambaran manusia yang berdarah atau terluka parah.

Kehampaan yang gelap berubah menjadi pemandangan pada suatu tempat dari atas ketika malam hari. Dilihat dari atap-atap rumah dan orang-orangnya, aku segera tau kalau tempat itu masih di negara merah putih, entah tepatnya di mana.

Tak lama sesuatu terjadi. Pohon-pohon, tiang listrik dan kabel-kabelnya berguncang, disusul kehebohan orang-orang yang segera berlari keluar dari rumah atau keluar dari jalan gang sempit. Atap rumah mulai bergeser dari tempatnya dan jatuh, melukai seseorang.

Aku tak bisa tidak melihatnya. Mau memejamkan mata kedua kalinya pun tetap terlihat. Kemudian, visiku bak ditarik ke depan secara kilat, berpindah posisi ke pesisir pantai di mana gempa itu juga menggetarkan daerah di sana. Namun, tidak hanya getaran yang membuat warga panik.

Gelombang laut datang dari kejauhan. Gelombangnya semakin tinggi ketika semakin mendekat. Mungkin gempa itu datangnya dari pergeseran lempeng di dasar laut.

Aku kembali ditarik ke depan, kini berdiri tepat di atas laut. Aku seketika ngeri. Ini memang hanya visi atau mimpi, tapi tetap saja aku takut kalau tiba-tiba jatuh ke sana.

Sebenarnya apa yang harus kuperhatikan di memori ini?

Apa yang coba memori ini sampaikan padaku?

Eh, tapi, getaran ini ... tampak seperti tubrukan dua lempeng yang bergeser ke arah yang berlawanan.

Ide impulsif muncul di pikiranku. "Aaa, enggak, enggak. Ini hanya memori. Nanti kalau aku berbuat sesuatu, takutnya berdampak ke dunia nyata," gumamku, jengkel pada diri sendiri.

Kulirik gelombangnya semakin tinggi dan semakin mendekat ke pesisir. Rumah-rumah di sekitar sudah ada yang rusak karena getaran, terlebih ada dua tiga orang yang sempat-sempatnya mengamankan sampan mereka dengan mengikatnya ke sebuah tiang.

"Duuuh, kenapa kalian tidak pergi, sih?" jengkelku. Bukankah nyawa lebih penting dari apa pun?

Tanganku yang bersinar terulur ke arah orang-orang yang masih bersikeras berada di dekat pesisir pantai. Andai saja gelombang itu tidak menyapu rumah dan sampan mereka ....

Gelombang itu turun saat sampai di pesisir. Airnya membasuh kencang sampan-sampan yang terikat. Si pemilik berpegangan kuat pada badan sampan sampai berkali-kali menyuarakan kebesaran Tuhan dalam kepanikan.

Aku bernapas lega melihat gelombang itu tak merenggut siapa pun. Syukurlah, jantungku tidak siap melihat orang hanyut atau mayat membengkak!

'Ananda Athyana?'

Aku menoleh ke belakang, melihat banyak orang berdiri di permukaan laut—

Ha? Berdiri di permukaan laut?!

Salah satu dari mereka yang berdiri keluar dari barisan dan menengadah padaku adalah wanita berpakaian tradisional, bermahkotakan emas, dan berbalut selendang hijau satin dari bahu dan terlilit longgar di lengannya.

'Terima kasih.'

Wanita itu tidak membuka mulut, jadi aku mencari-cari dari mana asalnya suara yang kudengar ini. Namun, hanya wanita itu yang melihat ke arahku sekarang.

"Kamu—"

PLAK!

Aku membelalak, memegang pipi yang panas dan perih karena tamparan.

"Na? NA!"

Kudapati Kak Amma mengguncangkan tubuhku. Aku menatap langsung ke matanya. "Kakak ...."

"Syukurlah! Aduh, aku minta maaf karena barusan nampar kamu, Na. Kamu kenapa? Kok setengah hari gak selesai-selesai transfer energinya?" risaunya.

"Setengah hari?" ulangku kaget.

"Iya!"

"Pas getaran kerasa, aku langsung kunci Kak Anna dan mengangkat Kakak dari tanah, tapi gempa itu bukan dari Kak Anna. Aku berusaha bangunin Kakak, tapi Kak Anna gak bangun-bangun juga," jelas Radit.

Lofi menghempas napas. "Tolong jangan buat jantung kami meledak di dalam, Anna. Terutama Amara. Dia harus mengemban Iredale di masa depan, umurnya harus panjang."

"Kamu menyumpahiku, Fi?"

Kak Amma dan Lofi cek cok. Aku menatap lenganku yang tak lagi bersinar dan melihat sekeliling ruangan. Walaupun aku lega karena tak mendapati kerusakan, aku tetap terheran akan satu kesamaan dari memori yang kulihat dan apa yang terjadi di sini.

Aaa, mungkin yang tadi itu penglihatan dari gempa yang terjadi di dunia nyata. Atau ingatan daerah lain yang pernah nyaris disapu Tsunami.

Esok paginya, saat aku membeli nasi uduk di tempat yang sama seperti kemarin, Ibu-ibu penjual dan pembeli sedang ramai membahas gempa yang terjadi semalam.

"Saudara saya yang tinggal di sukabumi juga kena, Bu! Astaghfirullah, genteng rumahnya jatuh ngehancurin Tv!"

"Mertua saya di Tangerang juga." Ibu itu mendecak miris. "Kakinya keseleo pas kabur keluar. Untungnya rumah masih utuh, Cuma retak-retak."

"Katanya teh di pantai selatan nyaris diserobot sama Tsunami!" heboh Ibu Penjual. "Entah karena ada Nyi Roro Kidul di sana atau mukjizat Tuhan, ombaknya gak jadi naik ke dekat rumah warga. Nonton aja vidio-nya."

Bibirku terkatup rapat, mengingat memori kemarin.

I-itu bukan memori ... ya?

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang