(11) -Sampai Sini Saja

2.4K 188 5
                                    


Tandai typo ya?

Happy reading ~

***

"Gak seharusnya gue paksain perasaan gue sendiri."-Laura.

***

Leoni melamun di balkon kamarnya. Angin yang berhembus kencang menerpa kulitnya yang hanya di balut piyama tipis dia abaikan. Sekarang Leoni tengah memikirkan perkataan dari Al.

Al datang dan mengatakan kalau Gafa sudah berteman dengan Aurora. Hal itu membuat Leoni jadi semakin pusing di buatnya. Bukan kah Leoni dan Al sudah menghentikan pertemuan mereka berdua?

"Atau.... takdir di novel gak akan pernah bisa di rubah?" Nada suara Leoni bergetar menahan sesuatu di dadanya.

"Sial, sakit." Dia memegangi dadanya, tubuhnya meluruh seketika. Dengan berpegang pada pembatas balkon Leoni menunduk dalam. Dia menangis.

"Sial. Gue gak mau lo pergi fa. Gue gak mau." Dia menghapus air mata yang mengalir ke pipinya. "Kenapa? Kenapa harus Aurora?" Lirihnya.

"Seharusnya.... gue cuma mengagumi lo sebatas tulisan aja. Seharusnya, gue gak... gue gak berpikir diluar nalar," gumamnya kecewa. Kalau seperti ini, apakah alurnya akan terus berjalan. Meski Leoni berusaha menghancurkan alurnya?

"Arghh! Sial! Sial! Sial! Bego! Lo bego banget Leoni! Tolol!" Dia terus memukul-mukul kepalanya dengan kencang, mengacak rambutnya sehingga sudah seperti orang gila.

"Siala-" saat ingin memukul kepalanya lagi, seseorang datang dan memeluknya. Leoni terkejut bukan main, tubuhnya terasa kaku saat ini.

Siapa?

"Tenangi diri lo, semua baik-baik aja," kata Al. Leoni jadi semakin mengeraskan tangisannya, seumur hidup dia baru merasakan hal seperti ini. Di peluk saat menangis adalah hal yang mengharukan.

"Kenapa... kenapa Al? Apa gak seharusnya gue ada di dunia ini?" Suara Leoni terdengar bergetar.

Al diam. Dia hanya mengelus puncuk kepala Leoni berusaha menenangkan gadis itu. Leoni tidak menolak saat Al memeluknya. Justru dia sangat nyaman sekarang, suhu tubuh Al yang hangat membuat Leoni nyaman.

"Jangan tinggalin gue, Al," gumamnya.

***

"Mata lo kenapa?" Laura menatap ngeri sepupunya itu. Mata bengkak, dan raut wajah yang berantakan membuat Leoni terlihat seperti mayat hidup.

"Maraton film sedih," ucapnya pelan.

"Njir! Ada-ada aja lo." Laura menggandeng tangan Leoni, agar sepupunya itu tak hilang. Bisa saja kan, Leoni tiba-tiba menghilangkan dari sekitarnya?

"Tunggu, lo kelas berapa?" Tanyanya.

"11 IPS 1," jawab Leoni lesu. Tadi malam dia menangis di pelukan Al sampai tertidur. Bangun-bangun tadi matanya sudah membengkak merah. Saat melihat sekeliling nya, Al sudah tidak ada.

Laura mengangguk mantap, dan langsung menarik lengan Leoni secara mendadak. Untung saja Leoni bisa menyeimbangkan tubuh nya, kalau tidak dia sudah terjatuh di lantai.

Sepanjang perjalanan menuju kelas. Semua murid memandangi mereka berdua, Leoni mah bodoamat. Sedangkan Laura sudah memasang wajah sinisnya.

'mereka saling kenal?'

'tumben Laura datang ke kelas IPS.'

'itu Glora 'kan?'

Leoni memutar bola matanya malas, sesekali dia menatap tajam orang-orang yang berbisik-bisik itu. Laura terkekeh melihat komuk-nya Glora.

Change FateWhere stories live. Discover now