6 || Arfin Lagi PDKT

18 5 0
                                    

Hari ini jam pertama diisi oleh pelajaran matematika. Bu Ana sedang menerangkan tentang akar pangkat tapi Arfin tidak fokus. Dia menekan-nekan pangkal bolpoinnya, membuat mata penanya keluar masuk berulang-ulang. Beberapa hari ini pikirannya tidak jauh-jauh dari Marsha.

Tapi sepertinya Marsha bukan tipe cewek yang mudah didekati. Buktinya saat dia mencoba mendekati cewek itu beberapa hari ini, reaksi cewek itu biasa saja. Bahkan dia sudah membuka kembali akun instagram yang sudah lama tidak dia buka hanya untuk mencari tahu tentang Marsha dan menfollownya, tapi cewek itu tetap tidak merespon. Mungkin dia harus memikirkan cara PDKT lain yang ampuh.

"Siapa penemu fosil Homo Sapiens?"

Tiba-tiba, Ridho yang duduk tepat di depan Arfin menoleh lalu memberikan pertanyaan  dadakan pada Arfin.

"G.H.R Von Koenigswald, Oppenoorth, Ter Haar." Mulut Arfin impulsif menjawab padahal pikirannya masih dipenuhi hal lain. Matanya pun masih memperhatikan tangannya yang memainkan bolpoin.

"Spesies manusia purba tertua di Jawa?"

"Meganthropus paleojavanicus."

"216 x 555?"

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Arfin mengerjapkan mata lalu memandang Ridho heran. Dia seketika sadar kalau sedang dikerjai.

"Hitung aja sendiri!" ujar Arfin, berpura-pura kembali memperhatikan Bu Ana yang  sedang menuliskan contoh soal di papan tulis.

"Bener juga, ya? Padahal kan dia cuma main game atau tidur pas pelajaran Sejarah," bisik Ridho pada Didi, teman sebangkunya, lalu berdecak kagum.

"Juara olimpiade dilawan!"

PLETAK!!

Sebuah spidol menghantam kepala Didi, membuat anak itu meringis kesakitan. Ternyata Bu Ana yang telah melemparnya karena melihat Didi dan Ridho malah ngobrol saat dia masih menerangkan contoh soal.

"Didi, Ridho, maju! Kalian sudah pintar, kan? Jawab soal ini!" Bu Ana menulis soal dengan cepat di whiteboard. Dua soal logaritma.

"Lo sih kepo banget!" Didi mengomeli Ridho sebelum memutuskan untuk bangkit dari bangkunya.

"Suara lo tu kekencengan!" Ridho membalas tak kalah sengit.
Dengan wajah hopeless, akhirnya mau tak mau mereka berdua maju dengan sambutan tawa mengejek dari anak-anak sekelas.
Di depan papan tulis, Didi maupun Ridho tidak bisa berkutik.

Mata mereka sampai jureng melihat angka-angka bedebah di depannya itu. Entah mau sampai otak mereka jebol pun Bu Ana tidak akan mampu membuat mereka mengerti cara menggunakan rumus-rumus itu.

"Makanya jangan sok pintar, bercanda sendiri waktu diterangkan!" sewot Bu Ana.

"Bu... cepet tua lho marah-marah terus?" Didi mengangkat-angkat alisnya berusaha meredam kemarahan gurunya itu.

"Ibu pasti nggak akan marah kalau kamu kerjaannya nggak becanda aja di kelas!"

"Aku nggak becanda kok Bu, tadi cuma nanya ke Ridho, Bu Ana itu kalau pulang ke Utara apa Selatan?"

"Ke Selatan. Kenapa? Mau nganterin pulang?"

"Boleh si Bu, soalnya perasaan ku ke Ibu nggak sanggup aku UTARAkan...."

"EAAAAK...." Alhasil gombalan Didi membuat tawa geli satu kelas. Heboh ber-eaea atau bersuit-suit. Dan seperti batu yang sering tertimpa air, Bu Ana luluh juga. Beliau menahan tawa bersamaan dengan tawa seisi kelas mendengar gombalan Didi yang receh banget itu.

***

Saat bel istirahat berbunyi, Marsha buru-buru keluar kelas lalu melongokkan kepalanya  ke kelas sebelah, kelas IPA 7, mencari-cari sosok teman yang tadi sudah dia chat untuk meminjam buku cetak Sejarahnya. Entah kenapa, Ayah selalu membuatnya sibuk di rumah, sampai-sampai harus bergelut dengan waktu sampai akhirnya buku cetak sejarahnya lupa tidak dia bawa. Kalau ketahuan sama Bu Rima bisa habis dia diomeli.

Meskipun cara mengajarnya hanya membacakan buku cetak, tapi Bu Rima tidak akan tinggal diam kalau ada yang tidak membawa buku cetak. 'Tidak menghargai jasa para pahlawan' katanya.

Padahal bab yang mereka pelajari adalah tentang manusia purba. Atau apakah mungkin menurut Bu Rima, Pithechantropus erectus adalah pahlawan Negara?

Hmmm, entahlah.

Marsha menemukan Arfin di bangku sudut paling belakang, sedang mencari sesuatu di dalam tasnya. Marsha buru-buru mengalihkan perhatiannya ke seseorang yang bergerak ke arahnya sambil melambaikan tangan saat melihatnya. Marsha balas tersenyum dan melambaikan tangan.

"Makasih Jeng buku paketnya. Gue selamat deh!" Ucap Marsha girang setelah mendapatkan buku cetak dari tangan Zoya. Dia ini teman SMP Lani yang biasanya bertugas memata-matai Arfin untuk Lani.

"Oke, Beb."

Marsha bersikap lebay saat mengungkapkan rasa terima kasih dengan memberi cipika cipiki pada temannya itu dengan mulutnya mengucapkan "Muach muach" keras-keras.

Tiba-tiba ada suara cowok yang sedang cekikikan di belakang Zoya dan akan melewati mereka. Ternyata itu adalah suara Didi, dan disampingnya ada Arfin yang juga menampilkan ekspresi geli.

Secrets (Season #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang