11 || Temen-temen Norak

16 5 5
                                    

Hari ini jam pertama dan kedua di kelas Marsha adalah pelajaran olahraga. Seperti yang sudah-sudah, teman-teman perempuan di kelas Marsha menjadi heboh karena akan olahraga bareng kelas Arfin.

Marsha terengah-engah mencapai lapangan basket yang letaknya tepat di tengah sekolah. Pasalnya, hari ini dia tiba di sekolah tepat saat bel masuk berbunyi. Beruntung gerbang belum ditutup. Tadi dia hanya perlu buru-buru untuk mengganti seragamnya dengan kaos olahraga. Marsha celingukan mencari dimana teman-temannya memilih berkumpul.

Beberapa anak membentuk kelompok untuk bermain basket, sementara Pak Bimo belum juga datang. Mereka sudah diberitahu bahwa Pak Adi, guru olahraga di kelasnya Arfin  tidak masuk, sehingga olahraga kali ini hanya akan dihandle oleh Pak Bimo. Jadi tidak  akan ada cabang olahraga khusus yang akan mereka pelajari. Hanya permainan saja sebagai formalitas.

"Marshaaaa!!!"

Yang punya nama langsung menemukan dari mana asal suara melengking itu berasal. Mona, Lani dan Rara yang memilih berteduh di bawah pohon mangga di pinggir lapangan melambaikan tangan padanya. Dengan perasaan lega dan riang Marsha balas melambai lalu ikut bergabung dengan mereka.

"Gila, lo telat lagi?" Mona berdecak sambil geleng-geleng kepala.

"Enggak," kilah Marsha. "Gue nyampe pas bel masuk. Nggak telat dong?"

Lani dan Rara ikut berdecak sembari menggelengkan kepala speechless dengan kebiasaan Marsha yang satu ini.

Kemudian mereka sibuk mengedarkan pandangan, ramai-ramai mencari sosok Arfin yang sepertinya belum masuk lapangan. Dan benar saja, mereka menemukan Arfin sedang membawa bola basket, baru saja masuk ke dalam lapangan bersama beberapa temannya. Mereka harus berjalan melewati gerombolan Marsha untuk  sampai ke tengah lapangan. Tapi sebelum Marsha cs, ada Vidy cs dulu yang harus Arfin lewati.

"Hai, Arfin...." Terdengar suara Vidy dengan genitnya menyapa Arfin. Mereka langsung cekikikan saat Arfin tersenyum samar ke arah mereka. Lani mengeluarkan suara yang terdengar seperti "iyuh," saat melihat reaksi norak mereka.

Ketika kali ini Arfin akan melewati Marsha cs, giliran Lani yang menyapa sambil melambaikan tangan.

"Hai, Arfin."

Lani benar-benar bahagia saat Arfin menoleh lalu tersenyum ramah padanya. Tapi kebahagiaannya menguap secepat kilat saat Arfin mengalihkan pandangannya ke Marsha.

"Hai, Sha." Bukannya balik menyapa Lani, Arfin malah menyapa Marsha, lalu berlalu begitu saja bersama teman-temannya. Lani akhirnya menjadi bahan ledekan. Mona ngakak guling-guling, sementara Rara menepuk-nepuk pundak Lani memintanya bersabar, ini ujian. Gemas, Lani mengguncang- guncang tubuh Marsha.

"Ih, gue yang nyapa malah lo yang disapa balik, sih? Syebeeeeel."

"Lani apa-apaan sih, ya gue nggak tahu!" Tukas Marsha meski wajahnya sudah semerah tomat. Sesekali dia menoleh pada Arfin yang sedang asik becanda bersama kawan- kawannya.

Sejak hari dia diberitahu masa lalunya, pandangan Marsha terhadap Arfin berubah. Ternyata kata pepatah bahwa "tak ada manusia yang sempurna" itu memang benar adanya. Arfin bukan sosok sempurna yang sering digembar-gemborkan seantero sekolah. Dia punya masa lalu yang kelam yang mungkin akan menghantuinya seumur hidup. Arfin manusia biasa, yang masih bisa dia jangkau.

"Eh, Sha, lo inget nggak waktu kita minta lo ikut cover dance nya Blackpink?" tanya  Mona tiba-tiba.

Marsha menghembuskan nafas sabar. "Kan gue udah bilang nggak mau?"
"Nah, berarti lo harus terima opsi yang satunya."

Dahi Marsha berkerut saat mengingat-ingat, tapi sepertinya dia memang lupa.

"Apa?" tanyanya kemudian.

"Masa nggak inget?"

"Sori lupa."

"Lo harus bujuk Arfin biar mau gue  wawancara."

Oke, Marsha ingat sekarang. Tapi dia memasang wajah ragu. Bisa tidak ya, dia merayu Arfin? Kayaknya bakal susah.

"Iya bener tuh, Mon. Lo cerdas juga, ya? Gue ikut juga dong wawancarai Arfin, ya?"  Lani yang dari tadi menguping, kini nimbrung dengan antusias paling tinggi.

"Ajak gue juga dong," imbuh Rara.

"Mon, plis gue-"

"Jangan bilang nggak bisa juga?" Lani memotong cepat-cepat.

"Ayo dong, Sha. Lo kan temen gue... Bantu gue dong naikin subscriber...."
Mona  menangkupkan kedua telapak tangan memohon.

Ya ampun, Mona bawa-bawa pertemanan segala?

"Yakin subscriber lo nambah kalau ngundang Arfin?" Marsha bertanya meyakinkan.

"Yakinlah." Mona mengangguk mantap.

"Yaudah," ucap Marsha dengan muka terpaksa.

"Yeee...." Lani mengangkat tangannya minta di 'tos". Mona dan Rara pun menyambutnya.

"Tapi nggak janji ya Arfin bakalan mau," lanjut Marsha.

"Itu sih pinter-pinternya lo aja ngerayu Arfin...." Ucapan Lani membuat bibir   Marsha manyun.

"Kamulah sahabat sejatiiii " Mona melebarkan tangan hendak memeluk Marsha yang ogah-ogahan.

Dan kesempatan itu datang saat pelajaran olahraga telah berakhir. Marsha didesak teman-temannya untuk menemui Arfin saat cowok itu sedang mengembalikan dua bola basket ke gudang bersama Awan.

"Ya ampun kalian semangat banget sih kalau soal Arfin!" Sungut Marsha yang sebenarnya ogah-ogahan mendapatkan tugas ini. "Pokoknya gue nggak janji Arfin bakalan mau."

"Udah nggak usah bawel!" ujar Lani. "Arfin pasti mau, kok."

Saat melihat Arfin dan Awan keluar dari gudang, mereka heboh sampai mendorong Marsha untuk cepat-cepat menemui Arfin, sampai dia hampir terjerembab ke depan. Marsha menoleh ke mereka lalu menjejakkan kaki ke tanah untuk menampakkan kekesalannya.

"Kalian norak banget sumpah!"

Mendengar itu keluar dari mulut Marsha, mereka malah cekikikan.

Marsha menghadap lagi ke depan setelah mendengus sebal. Matanya sudah tertuju pada Arfin dan Awan yang sudah menutup pintu gudang dan ngobrol di sana. Marsha berjalan lambat-lambat ke arah mereka.

Awan yang melihat Marsha akan datang saat mereka hendak meninggalkan tempat itu menepuk pundak Arfin. "Marsha tuh," bisiknya. Arfin menoleh pada tatapan Awan tertuju dan melihat Marsha berjalan menuju tempat  mereka sekarang.

"Gue ke kelas dulu," ucap Awan kemudian yang dijawab anggukan oleh Arfin.

Arfin juga melangkahkan kaki menghampiri Marsha dan mereka bertemu di tengah-tengah.

"Aku mau ngomong sesuatu."

"Apa?" Dahi Arfin berkerut samar karena penasaran.

Marsha menatap mata Arfin lekat-lekat. Karena memperhatikannya dari dekat dan pencahayaan matahari seterang ini, Marsha baru sadar bahwa ternyata Arfin memiliki bola  mata berwarna cokelat. Entah itu softlens atau asli.

Marsha membasahi bibirnya sebelum mengutarakan kata-kata yang sudah dia siapkan sedari tadi.

"Temen aku, Mona. Dia kan punya channel di Youtube. Dia pengen undang kamu jadi semacam guest star di acara podcastnya. Diwawancara. Mau nggak?"

"Mona?"

"Iya. Tuh orangnya." Marsha menunjuk teman-temannya di belakang. Mereka kompak  nyengir dan melambaikan tangan ke Arfin.

Arfin hanya tersenyum singkat ke mereka, lalu perhatiannya kembali ke Marsha. Dia diam beberapa saat untuk mempertimbangkan.

"Please mau, ya?" Marsha menangkupkan kedua telapak tangannya untuk memohon. "Pasti pertanyaannya nggak susah kok. Kalau ada pertanyaan aneh, nggak kamu jawab juga nggak papa."

"Imbalannya apa?"

"Hah?"

Marsha tercenung. Iya ya, Marsha tidak kepikiran untuk menanyakan hal ini kepada Mona.

"Kalau kamu bisa menuhin satu permintaanku, boleh-boleh aja."

Dahi Marsha berkerut mencoba memahami kata-kata Arfin barusan. "Permintaan apa?"

"Nanti ku kasih tahu."

"Tapi jangan minta yang aneh-aneh lho."

"Nggak...."

Beberapa saat Marsha mempertimbangkan, kemudian dia mengangkat tangannya, menengadahkan, berpura-pura merapalkan doa.

"Bismillahirrahmanirrahiim. Oke." Marsha akhirnya setuju. "Besok ya, pulang sekolah  di ruang Mading."

Arfin menyunggingkan senyum geli melihat tingkah Marsha, lalu mengangguk.

"Yeee.... Makasih, ya." Kemudian dia melambaikan tangan sebelum berbalik meninggalkan Arfin.

Masih dengan senyum tipis, Arfin memperhatikan Marsha sampai bergabung kembali  pada teman-temannya, membawa kabar gembira.

"Arfin mau, Mon!" Masha memekik gembira.

"Beneran?!" Mona ikut memekik sama girangnya. Lani dan Rara juga ikut kegirangan. Apalagi saat Marsha menjawab sombong.

"Beneran dong... Gue gitu loh! Besok pulang sekolah di ruang Mading, gue bilang ke Arfin."

"Sip, sip...." Mona bertepuk tangan sambil loncat-loncat, lalu bergumam, "Ya Allah, nikmatmu mana lagi yang bisa kudustakan?"

Namun Marsha tidak mengatakan ada persyaratan agar Arfin mau, biarlah ini jadi urusannya.

Secrets (Season #1)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن