7 || Modus

17 5 0
                                    

Pukul 18.30.

Arfin sedang di balkon kamarnya di lantai dua. Duduk di kursi dan di pahanya ada sebuah buku yang dia bolak-balik dengan asal. Telinganya terpasang sepasang headset yang memperdengarkan “Tiga Titik Hitam – Burgerkill”.

Sesekali tangannya meraih rengginang singkong di toples atas meja di depannya. Cemilan favoritnya.

Balkon kamarnya menghadap langsung ke arah gerbang rumah. Jadi sekarang dia bisa melihat Pak Bop, satpam rumah, membuka pintu gerbang. Masuklah sebuah mobil warna hijau toska yang familiar. Arfin tahu persis bahwa mobil itu milik Viona. Cuek saja, Arfin kembali fokus ke bukunya.

Sementara itu di bawah....

Setelah Bi Iroh membuka pintu, Viona dengan kedua tangannya membawa kotak makan masuk dengan riang.

Diana, mama Arfin yang melihat langsung menyambutnya ramah.

“Vi...." Diana tersenyum lebar, memeluk Viona hangat.

"Tante, lama nggak ketemu. Vi kangen."

"Tante juga kangen. Kamu sibuk terus sih." Setelah beberapa saat akhirnya Diana melepas pelukannya.

“Iya Tan, lagi banyak kegiatan aja. Sekolah nyambi syuting.”

“Capek pasti kamu... Yang penting syutingnya jangan sampai ganggu sekolah, ya? Kamu harus pinter bagi waktu.”

“Siap,Tan!” Tangan Viona terangkat ke dahi memberi hormat.
Tersenyum, mata Diana beralih ke tangan Viona dan melihatnya membawa kotak makan. "Apa itu?" tanyanya.

"Ini Vi bawa sambel goreng kentang kesukaan Arfin Tante, buat tambah-tambah menu. Vi masak sendiri lho. Mudah-mudahan Arfin, Tante, sama Om juga suka, ya?"

Diana menerima kotak makan dari Viona lalu membukanya.

"Kayaknya enak nih," komentarnya. "Tante juga udah masak banyak tuh. Semoga kamu juga suka masakan Tante, ya? Baru belajar masak, nih. Dibantu Bi Iroh sih."

"Pasti enak dong, Tante." Viona mengangkat jempolnya.

"Sayang banget mama papa kamu lagi di Aussie ya, nggak bisa datang," ujar Diana kecewa. Mereka menuju meja makan yang sudah tertata rapi menampilkan berbagai macam hidangan.

"Bilang ke mereka dong, Vi, jangan terlalu sibuk. Kan kasihan kamu."

Viona menampilkan wajah murung. Dia memang selalu berusaha tak terlalu memikirkan orang tuanya. Karena kalau ingat dia akan sedih. Mereka tidak pernah punya waktu untuknya.

"Ya udah kamu duduk dulu, ya. Om Hermawan lagi mandi kayaknya. Baru aja pulang dia. Tante mau panggil Arfin dulu."

"Oke, Tante."

Diana beranjak, menuju kamar Arfin di lantai dua, melewati tangga persis di samping ruang makan. Sedang apa sih tuh anak, pikir Diana. Sudah tahu Viona mau datang, bukannya cepat-cepat turun, malah ngedekem aja di kamar.

"Arfin...." Panggil Diana setelah membuka pintu kamar putranya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dan akhirnya menemukan anak itu sedang asik di balkon, tidak mendengar panggilannya. Beliau mendekat, mencopot headset di telinga Arfin. Anak itu menoleh terkejut.

"Mama ngagetin aja," ucapnya.

"Viona udah di bawah, lho. Kamu lihat dia datang, kan? nggak mau turun?"

"Mama yang ngundang dia, kok aku yang repot?" Arfin malah santai saja menyandarkan punggungnya ke punggung kursi dan bukunya dia hadapkan tepat di depan muka.

"Kamu tuh ya, paling pinter ngejawab." Diana mulai ngedumel.

"Pokoknya Mama nggak mau tahu, kamu ganti baju terus turun. Kita makan malam sama Viona, sama Papa juga." Mama menekan bagian "Papa" tapi Arfin tetap berkutat pada bukunya.

Hubungannya dengan papanya memang sedang buruk sejak dia dijodohkan dengan Viona.

"Mama tunggu sepuluh menit, ya?" Mama menambahkan dengan sabar. "Awas kalau sepuluh menit kamu belum turun." Setelah memberi sedikit ancaman, Mama berbalik lalu keluar kamar.

Arfin cuma bisa menghembuskan napas pasrah dan menutup bukunya malas-malasan. Sesuai permintaan mamanya, tepat sepuluh menit Arfin menuruni tangga menuju ruang makan. Dia sudah mengganti bajunya dengan kaos lengan panjang warna coklat susu dan celana jeans warna beige. Karena terpaksa dan dengan sangat enggan untuk bergabung bersama di meja makan, Arfin melangkahkan kaki dengan agak lambat.

"Jadi liburan sekolah kemarin Tante, Om, sama Arfin liburan ke Tokyo? Kok nggak ajak Vi sih Tan? Pengen banget ikut. Pengen ketemu Nenek."

"Iya, Vi, sebenernya kemarin habis dari Tokyo, Nenek ikut kesini tapi cuma seminggu sih. Nenek di rumah sakit tiga hari gara-gara jatuh di kamar mandi.”

"Itu juga Vi nggak dikasih tahu....” Viona memasang tampang menyesal.

“Arfin nggak ngasih tahu, ya?” tanya Diana.

“Boro-boro, Tante... Diajak ngobrol juga susah dia... Kalau tahu kan Vi bisa jenguk Nenek di rumah sakit.”

“Nggak papa. Ya udah nanti kalau mau nengokin Nenek lagi, Tante ajak kamu, ya?”

Viona tersenyum sumringah.

Diana, Hermawan dan Viona yang sudah duduk di kursi makan melanjutkan obrolan nya dengan asik. Seperti biasa, Papa sebagai kepala keluarga menempatkan dirinya di kursi paling ujung. Mereka mengobrol banyak tentang liburan kelulusan sekolah kemarin.

Secrets (Season #1)Where stories live. Discover now