14 || 5 Fakta Tentang Arfin

10 5 0
                                    

Keesokan harinya, sekolah menjadi heboh karena podcast di YouTube channel Mona yang baru diupload semalam. Ternyata banyak juga anak-anak SMA Semesta yang penasaran lalu menontonnya. Sesuai prediksi, viewer konten itu membludak. Dalam semalam mencapai ribuan penonton. Otomatis subscriber Mona pun bermunculan satu per satu. Di sekolah pun, Mona dan Lani jadi buah bibir dimana-mana, bahan untuk ditunjuk-tunjuk, dan objek untuk mereka beri senyum.

"Coba Arfin mau ngevlog bareng gue tiap Minggu, pasti subscriber gue bisa nambah terus," canda Mona.

"Hmmm...." Marsha menanggapi dengan malas.

Jam belajar di sekolah sudah usai. Sekarang mereka berdua sedang duduk-duduk di taman kecil depan sekolah, sambil menunggu jemputan Mona datang. Seperti biasa, Marsha mau nebeng pulang.

"Kamu kenapa sih, Sha? Dari tadi pagi kayak lemes banget, nggak ada semangat?" Mona bertanya bingung dengan tingkah Marsha.

"Nggak papa," jawabnya singkat.

Memang sebenarnya sejak bangun pagi tadi dia sudah tidak bersemangat, sih. Dari kemarin pulang sekolah malah, tepatnya setelah podcast Mona berakhir. "Tapi jangan suruh gue  bujuk Arfin lagi, gue udah nggak mau," tambahnya sebelum Mona merengek lagi.

"Iya, deh."

"Dia nggak illfeel sama tingkah kalian kemarin aja udah syukur, ntar dia ikutan illfeel lagi sama gue!"

"Ciee.... Segitu takutnya ya Arfin illfeel sama lo?" Mona berkedip genit. "Kalian udah jadian belum sih sebenernya? Kenapa kemarin dia nggak ngaku, ya?"

"Emang nggak jadian." Marsha mengedikkan bahu. Entahlah apa maksud Arfin mendekatinya tanpa kejelasan. Itu yang menjadi alasan dia pulang sekolah kemarin sampai detik ini menjadi tak bersemangat. Moodnya menguap terbang entah kemana.

Dia jadi merasa Arfin makhluk paling menyebalkan di dunia.

"Tapi kemarin dia so sweet banget sama lo, tahu! Dia juga biasa aja kan lihat jerawat di wajah lo? Nggak komen apa-apa, kan? Gak kesannya illfeel atau gimana, kan?"

Impulsif Marsha mengangkat tangan untuk menyentuh jerawatnya, tapi sebelum tangannya sampai Mona sudah keburu berseru, "Jangan dipegang!"

Terkejut, Marsha buru-buru menurunkan tangannya. "Semoga obat totol yang lo kasih  tadi ampuh deh, kalau perlu besok jerawat gue udah hilang."

"Moga aja, ya.Biar lo nggak nyalahin gue mulu."

Marsha nyengir.

"Menurut lo videonya bagus, gak? Editannya rapi, kan?" tanya Mona kemudian.

"Sebenernya... gue belum nonton." Marsha tertawa geli. "Kuota gue habis."

Mona memanyunkan bibir lalu mengeluarkan laptop dari tasnya. "Ya udah kita nonton  bareng pake laptop gue."

Sebenarnya Marsha tidak terlalu antusias. Karena kan dia sudah tahu versi aslinya, menonton secara live kemarin. Tapi boleh juga sih kalau diajak nonton lagi.

Mona sudah meletakkan laptopnya di depan mereka dan membuka aplikasi Youtube. Menge-klik video yang judulnya '5 Fakta tentang Arfin, Pangeran sekolah' dengan thumbnail sosok Arfin yang kali ini wajahnya kentara banget bule Jepangnya. Di thumbnail itu tertulis : Ganteng+Jenius? Cowok seperti ini langka!

Mereka terlihat serius menatap ke layar saat video sudah terbuka. "Hai Guys... Welcome back to my YouTube channel."

Marsha menahan geli melihat tingkah centil Mona dan Lani. Kemarin saat melihat langsung sepertinya tidak separah ini. Dia melihat Arfin dengan ekspresi datarnya hanya mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuk saat melihat kecentilan mereka.

"Guys, segmen kali ini spesial banget, karena kita kedatangan bintang sekolah kita... Yang pastinya semua orang kenal dooong....!!!"

"Coba masnya perkenalkan diri dulu. Siapa tahu ada yang belum kenal?" lanjut Lani.

"Kebangetan banget kalau ada yang belum tahu," ujar Mona.

Arfin tersenyum ramah lalu melambai ke kamera. "Hai, gue Arfin. Lengkapnya Arfin Ishida Dirgantara. Kelas 10 IPA 7 SMA SEMESTA. Wajar ada yang belum kenal, kan gue bukan Artis."

"Oke." Mona tersipu mengangguk-angguk. "Lo tadi bilang nama lo Arfin 'Ishida' Dirgantara. Semua orang bertanya-tanya, apa lo ada keturunan Jepang?" tanyanya yang selama ini ingin dengar dari mulut Arfin sendiri.

"Iya, nenek gue asli orang Jepang."

Mata Mona melebar mendengar jawaban Arfin, dia lalu lanjut bertanya antusias, "Pemilik Ishida group? Yang katanya perusahaan finansial terbesar di Jepang? Yang cabang-cabangnya sudah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia?" Karena kabarnya pemilik perusahaan itu memang seorang wanita : Nami Ishida.

Arfin mengangkat sebelah alis lalu tersenyum sambil menggelengkan kepala, "Hoax itu."

"Wah, Guys, belum kita mulai wawancaranya sudah terkuak satu rahasia nih," ujar Lani pada kamera. Ternyata mereka memutuskan tidak memperdulikan sanggahan Arfin, Lani melanjutkan, "Ternyata yang selama ini tersebar bukan rumor belaka melainkan fakta."

Kemarin Marsha juga terkejut karena baru tahu hal ini.

"Waaah, gue udah bilang hoax masih nggak percaya?" ucap Arfin. Baginya, menjadi pewaris kekayaan bukanlah suatu kebanggaan.

"Sebenernya kita shock ya, Lan. Tapi nggak bisa lama nih... Kita lanjut mulai aja, ya?"  ujar Mona benar-benar mengabaikan pernyataan Arfin. Mereka sudah yakin seratus persen bahwa berita itu benar adanya. Arfin saja yang terlalu merendah.

"Ini dia 5 fakta tentang Arfin!" Lani menambahkan dengan nada misterius, menirukan  salah satu host acara gosip di televisi.

"Gue yang nanya dulu, ya?" Mona bertanya pada Lani.

"Gue aja ya, kan gue bintang tamu juga," kilah Lani.

"Tapi kan gue yang punya channel?" Mona tak mau kalah.

"Suit aja kalau gitu,"

"Bener juga. Ayuk."

"Oke. Batu, kertas, gunting!"

Tak disangka-sangka, saat Lani membentuk jarinya menjadi gunting, Mona malah menyilangkan jari telunjuk dan ibu jarinya, membentuk isyarat hati dan mengarahkannya pada Arfin.

Arfin terlihat tidak terkejut, tapi segera dialihkan pandangannya ke  tangannya di meja, sama sekali tidak mau terpengaruh. Sementara Mona dan Lani sama-sama terbahak setelah itu.

Marsha yang sedang menontonnya saat ini juga menahan senyum. "Tuh, lo centil banget." Marsha berkomentar.

"Biarin ih, hihihi... jangan marah ya, Sha. Becanda doang."

"Ih ngapain gue marah coba?"

Perhatian mereka kembali ke video.

"Curang lo, Mon, ulangi ah," kata Lani kemudian di video.

"Iya, iya... " Mona menyeka sisa air mata tawanya. Setelah suit yang kedua ternyata Mona yang menang.

"Yee Gue yang menang ya, gue yang nanya."

Mona mengabaikan Lani yang manyun.

"Fakta Arfin yang pertama," serunya, memulai. "Arfin, Lo bisa pinter tuh kiat-kiat  belajarnya apa, sih?"

"Sama makan apa sih kok bisa ganteng -eh, pinter maksud gue." Lani menambahkan sambil cengengesan. Mona langsung menyenggol Lani, menyuruhnya untuk serius.

Arfin berusaha menimbang jawaban. "Sebenarnya gue nggak punya kiat apapun. Belajar aja jarang." Karena sekali dia baca buku, semuanya langsung nempel di otak tanpa   perlu dia susah payah menghapal atau mengingat. Ini fakta, tapi Arfin tidak ingin menambahkan hal itu.

"Wah, keren ya, Mon, kita belajar serius aja nggak pinter-pinter, apalagi otodidak, sistem SKS?" Lani berkomentar. "Kalau Arfin, belajarnya jarang tapi punya nilai yang selalu sempurna, nomor satu se Indonesia Raya."

"Iya ya, Lan. Orang jenius emang beda. Kita jadi makin kagum sama Arfin."

"Pinter nggak harus di semua bidang, kan? Kalian bisa tentuin dulu bidang yang kalian suka, fokus belajar bidang itu. Tingkatkan rasa pengen tahu, rajin baca buku, yang terakhir... Bergaulnya sama orang pinter juga. Kayak kata pepatah kan, kalau lo berteman sama penjual minyak wangi, lo juga akan ketularan wanginya."

"Wah, bagus juga tipsnya, Guys," ujar Mona mengangguk-angguk. "Temen-temen boleh coba ya tips dari Arfin."

Lani mengacungkan jempol. "Gue juga mau coba."

"Oh iya, ada nih yang bikin anak-anak penasaran." Mona melemparkan tatapan seriusnya kepada Arfin. "Pas SMP kan lo pernah dapat beasiswa kuliah di Harvard, kenapa ditolak?"

Semuanya diam menunggu jawaban Arfin seolah ini adalah pengadilan dan sedang mengadili tersangka kasus kriminal.

"Nggak kenapa-kenapa sih sebenernya. Cuma belum saatnya aja, kan masih SMP. Nanti kalau lulus SMA dapat undangan beasiswa lagi, mungkin akan gue terima." jawab Arfin dengan polesan senyum samar di bagian akhir.

"Oooh... Begitu...." Mona dan Lani kompak mengangguk-angguk. "Oke, kita tunggu aja ya kabar baiknya. Lan, giliran lo yang nanya!"

"Oke, Fakta Arfin yang ke dua..." Lani berdehem sebentar sebelum lanjut bertanya, "Arfin, udah punya pacar belum sih?"

"Lani!" Mona menginterupsi sambil melirik ke arah Marsha. "Harusnya kan itu nanti bagian terakhir nanyanya?"

"Ih, suka-suka gue dong mau nanya apa?"

Mona memutar bola matanya mencoba sabar.

"Silakan dijawab, Arfin?" Lani meminta jawaban.

"Gue nggak pacaran." Arfin menjawab dengan singkat, padat, dan jelas. Hanya seperti  itu, tidak ada penjelasan apapun.

Mona dan Lani buru-buru terkesiap, menahan napas, lalu kompak mengalihkan perhatian ke Marsha yang sedang menunduk melihat sepatunya. Walaupun di video yang mereka tonton Marsha tidak nampak di layar.

Ini yang sedari kemarin sore membuat Marsha lemas tak bertenaga. Bahkan sampai detik ini pun, Arfin tidak memberi klarifikasi untuknya. Arfin sudah melambungkannya begitu tinggi, tapi dalam sekejap dia dihempaskan ke bumi begitu saja.

Mona menscroll sampai pada kolom komentar dan mulai membacanya satu persatu.

Ryato
Ya ampun, Mon. Itu cowok kalem banget yak ngadepin tingkah kalian. Beruntung banget di sekolah lo ada cowok macam dia!

Mona tahu yang komentar adalah teman semasa SMP nya. Rya emang sering memberi komentar di videonya yang lain. Mona memberi tanda hati pada komentar tersebut kemudian membalas :

Monmon official
Iri kan Lo? Pindah ke sekolah gue gih

Lalu Mona lanjut membaca komen yang lain.

Septisepti
Kak, sering-sering ngevlog bareng Arfin dong. Aku habis sebel sama adek jadi  seger lagi habis nonton video ini.

Mintarestu
Si Arfin ini teman SMP gue. Dan gue baru tahu alasan dia menolak Beasiswa Harvard. Ternyata begitu....

Kanjengratuchn
Kalau Arfin suka panahan, aku mau dong dipanah cintanyaaaa

GGme
Hostnya noraaaaak, untung Arfinnya sabar!


Saat itu mobil jemputan Mona datang dan berhenti di depan mereka. Mona segera menutup laptopnya. "Gue main kerumah lo deh, kita lanjut nonton di rumah."

"Oke." Marsha mengangguk. Lagian dia sudah tahu fakta ke 3, 4, dan 5 nya. Fakta ke- 3 adalah cita-cita Arfin yang ingin menjadi dokter spesialis dalam. Fakta ke-4, hobi Arfin saat ini adalah olahraga panahan. Dan Fakta ke-5 nya adalah latar belakang keluarganya yang seperti telah disampaikan di awal. Arfin memiliki darah orang Jepang dengan marga Ishida. Tidak ada yang meragukan lagi bahwa Arfin adalah salah satu ahli waris Ishida grup, perusahaan finance raksasa asal Jepang.

Mona sudah akan membuka pintu mobilnya saat tiba-tiba ada yang menarik tangannya dan memaksanya untuk berbalik. Kemudian kedua tangan itu mendorong bahu Mona sampai tubuhnya hampir terjungkal. Untung ada Marsha yang cekatan menangkap tubuh Mona.

"Apa-apaan sih, lo!" Marsha bertanya keras pada Viona, tak terima sahabatnya diperlakukan seperti ini. Viona malah tersenyum sinis.

"Lo nggak usah ikut campur! Gue cuma punya urusan sama dia!" Viona membentak, menunjuk muka Mona dan menatapnya galak.

"Emang gue salah apa sama lo?!" Mona balas menatapnya galak. Tapi dahinya berkerut menunjukkan dirinya tak mengerti kenapa tiha-tiba sang Ratu sekolah ini melabraknya.

Marsha mencelos saat tiba-tiba ingat bahwa ini pasti tentang Arfin. Tentang podcast Mona yang mengundang Arfin. Dia ingat bahwa Viona adalah cewek yang sudah dijodohkan dengan Arfin oleh keluarga mereka.

Walaupun sebenarnya Arfin menolak.

"Jangan pura-pura bego, deh! Lo tuh nyari tenar dengan manfaatin Arfin! Lo juga kecentilan di depan Arfin!"

Mona masih tidak mengerti. "Mau gue centil apa enggak di depan Arfin bukan urusan lo, kan?!"

"Bukan urusan gue lo bilang?" Viona berkacak pinggang. "Arfin itu tunangan gue. Puas? Pastilah ada urusannya sama gue!"

Tawa Mona langsung meledak.

"Halu lo, ya? Tunangan dari Hongkong?" kata Mona di tengah tawanya. "Kemarin di podcast aja Arfin nggak ngakuin lo kok."

"Lo tuh!" Viona merangsek maju menjangkau rambut Mona lalu menjambaknya. Dia sudah tidak bisa membendung kesabaran lagi.

"Auww!!" Apa-apaan sih, ini!" Mona yang tidak terima ikut menjambak rambut panjang Viona.

"Mona, udah Mon!" Marsha langsung terjun memisahkan mereka. Tapi susah, mereka malah saling mencakar.

"Mona!" Marsha mencoba menarik tubuh Mona menjauh, tapi tidak berhasil. Mereka tidak sadar sudah menjadi pusat tontonan sekarang.

Tiba-tiba ada yang menarik lengan Marsha sampai tubuhnya terseret menjauh dari perkelahian itu. Marsha menoleh dan tercenung saat menyadari Arfin yang melakukannya.

"Biarin aja. Mereka bukan anak kecil lagi."

Marsha menyipitkan mata galaknya pada Arfin lalu melepas genggaman tangan cowok itu.

"Biarin aja lo bilang?!" Marsha mendesah. "Mona itu temen gue. Dan ini semua terjadi karena tunangan lo yang mulai! Urus aja sana tunangan lo itu!"

Sadar bahwa peperangan antara Mona dan Viona sudah usai semenjak kedatangan Arfin, Marsha menarik tangan Mona yang rambutnya sudah awut-awutan.

"Ayo Mon, kita pulang," ajaknya. Mona menuruti ajakan Marsha dan ikut masuk ke dalam mobil.

Arfin setengah tercengang mendapat perlakuan seperti itu dari Marsha. Setelah itu dia menoleh pada Viona.

"Fin...."

Viona tidak meneruskan kalimatnya dan langsung menundukkan kepala begitu mendapat tatapan dingin dari Arfin.

Secrets (Season #1)Where stories live. Discover now