EXTRA CHAPTER II

531 70 5
                                    

.
.
.

Kedua bibir yang berbeda ukuran itu saling melumat dengan penuh nafsu. Saling memakan dengan rakus. Baik sang dominan maupun sang submisive tidak ada yang mau mengalah.

"Engh....."

"Mmmmnhhh.... ".

"Haaahhh.. hhhh...".

Sampai kedua bibir itu terpisah menghasilkan sebuah jembatan saliva yang panjang, Wei Wuxian terengah dengan wajah yang merah dan bibir yang bengkak. Mahakarya sang suami.

Tidak jauh berbeda dengan sang istri, Lan Wangji pun dalam keadaan yang sama, rambutnya lebih parah- itu berantakan, karena tangan lentik istrinya yang tidak bisa diam saat sesi ciuman panas itu berlangsung.

"Wei Ying... ".

Lan Wangji memanggil nama sang terkasih dengan nada lirih dan lemah, seolah tengah mengucapkan mantra terlarang, yang jika kau mengucapkannya maka objeknya akan hilang.

Betapa bahagianya hati Lan Wangji saat ini. Kini, tepat di hadapannya, di bawah kukungannya. Istrinya, cintanya, kekasihnya, orang yang paling berharga dalam hidupnya melebihi apapun, terbaring dengan nafas terengah, wajahnya yang merah dan bibir bengkak serta jejak-jejak air mata di sudut mata indahnya. Kulitnya yang putih dan mengkilap karena cahaya bulan yang menyinari ruangan temaram di Jingshi lewat celah jendela.

Sama halnya dengan Lan Wangji yang menatap istrinya dengan tatapan penuh puja, Wei Wuxian di bawah sana menatap suaminya dengan tatapan yang sama ditambah dirinya merasa panas karena ditatap sedemikian rupa oleh suaminya sendiri.

Maka dengan lengan yang kembali ia kalungkan di leher tegas sang suami, kegiatan panas dari sepasang insan itupun berlanjut.

Di malam bulan purnama, dengan cahaya bulan yang menyinari mereka seakan ikut berbahagia, kedua insan yang telah terpisah sekian lama, melewati banyak hal dan memberikan banyak hal pula sebagai pengorbanan, kembali bersama. Menyatu dalam penyatuan yang romantis dan erotis.

Biarkan mereka menikmatinya, melepaskan kerinduan yang sudah menumpuk. Membiarkannya bak tanah longsor begitu saja.

 Membiarkannya bak tanah longsor begitu saja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"A-Yuan! Ayo sarapan dulu!". Wei Wuxian memanggil sang putra dengan setengah berteriak.

"Iya mama aku datang!!!". Balas seorang remaja laki-laki berparas tampan dengan nada yang sama.

Ingatkan mereka kalau berteriak itu dilarang di sana. Tapi apakah peraturan-peraturan itu berlaku untuk kedua laki-laki berbeda usia itu? Tentu saja tidak, bahkan Lan Wangji pun membiarkannya.

Tiga tahun berlalu dengan sangat cepat sejak saat itu, hari paling yang membahagiakan bagi Wei Wuxian dan Lan Wangji. Mereka menjadi keluarga bahagia yang menjalani kehidupan normal bersama A-Yuan yang menjadi pelengkap kebahagiaan mereka.

Wei Wuxian saat ini berstatus sebagai mahasiswa yang sebentar lagi akan wisuda, sedangkan Lan Wangji tetap menjadi kepala sekolah Gusu Lan high school dan sesekali membantu sang kakak atau ayah mertuanya di perusahaan.

Sedangkan A-Yuan, atau Lan Shizui. Tumbuh menjadi remaja berparas elok dengan kulit putih dan tubuh tinggi. Wajahnya tam,pan seperti sang ayah, ia mewarisi mata ibunya. Pembawaannya lembut dan tutur katanya sopan, hanya saja ia bisa menjadi usil ketika bersama dengan sang ibu. Dan bahkan bisa lebih nakal dari ibunya.

"Selamat pagi pa! Ma!".

"Pagi A-Yuan, duduklah". Sahut Wei Wuxian sembari meletakan mangkuk yang berisi bubur ayam diatas meja. A-Yuan menurut.

"Mn, pagi. Tidurnya nyenyak?". Tanya Lan Wangji yang baru datang dari dapur sembari melepas apronnya.

"Mn, tidurku nyenyak pa". Jawab A-Yuan sembari tersenyum, senyuman yang perisi seperti milik Wei Wuxian. Wajah tampan itu terlihat berkali lipat tampan saat tersenyum.

Tiga tahun berlalu sejak saat itu, A-Yuan kini menjadi remaja di penghujung usia tiga belas tahun. Karena otaknya yang kelewat pintar dan jenius yang kadang kala membuat setiap guru yang mengajarinya kewalahan sampai angkat tangan, dirinya sudah duduh di kelas dua senior high school saat ini. Dan tentu saja bersekolah di Gusu.

"Lan Zhan, aku baru ingat kalau semalam ayah menghubungiku". Ujar Wei Wuxian, Lan Wangji menoleh.

"Ada apa?". Tanya Lan Wangji.

"Ayah meminta kita untuk datang ke Yunmeng, entah karena apa". Jawab Wei Wuxian, Lan Wangji hanya mengangguk.

Merasa sang suami sudah paham, Wei Wuxian mengalihkan pandangannya kepada sang putra yang tengah menyantap sarapannya dengan khidmat.

"Kau mendnegarnya A-Yuan? Jadilah anak baik selama mama dan papa pergi mengunjungi kakekmu. Mengerti?".

"Mn, mengerti mama". Wei Wuxian tersenyum mendengarnya.

Pria tampan bermarga Lan itu menatap interaksi ibu dan anak itu dengan hati yang menghangat, terasa sejuk dan menyenangkan.

Inilah yang ia inginkan sejak dahulu. Jika saja para anjing-anjing tidak tahu diri itu tidak pernah mengusik kehidupannya, mungkin saat ini dirinya kembali berkumpul dengan keluarganya kembali. Dengan lengkap.

Akan tetapi bagaimanapun Lan Wangji bersyukur karena telah diberi kesempatan kedua untuk merasakan kehidupan yang damai beserta keluarga kecilnya. Iya, hanya dirinya, istrinya, dan juga putranya.

Seulas senyuman menghiasi wajah tampan milik laki-laki berkulit putih cenderung pucat itu, ikut tersenyum ketika melihat kedua kesayangannya tersenyum.

Akhirnya, Lan Wangji bahagia.

.
.
.

END

Handsome Ghost [WangXian] ENDWhere stories live. Discover now