𝟸𝟼. CCTV

744 107 35
                                    

“Dean lo ga berhak larang gue buat ngeliat Sea-Hwa!” Diandra berteriak ketika tubuhnya di tarik paksa untuk menjauh dari ruang Sea-Hwa di rawat

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

“Dean lo ga berhak larang gue buat ngeliat Sea-Hwa!” Diandra berteriak ketika tubuhnya di tarik paksa untuk menjauh dari ruang Sea-Hwa di rawat.

“Terus gue harus ngebiarin orang udah celakain dia buat celakain dia lagi? Siapa tau nanti lo nekad cabut selang infus dia atau bekap pakai bantai sampai sesak nafas,” ucapan Dean lagi-lagi membuat Diandra menatap cowo itu dengan pandangan tidak percaya.

Apa dirinya sejahat itu di mata laki-laki ini.

“Dean, gue... Gue ga habis pikir sama lo, gue ga ada niatan sedikitpun tentang itu. Lo yang menggiring opini dan berpikiran jelek terus tentang gue.”

“Mending lo pergi dari sini sebelum gue panggil satpam, lo udah termasuk ganggu pasien disini,” Dean menatap Diandra sebentar sebelum akhirnya meninggalkan perempuan itu di lorong rumah sakit dan kembali ke ruang rawat Sea-Hwa.

Diandra hanya mampu mengepalkan tangannya dan mengumpati Dean dalam hati, sebelum akhirnya pergi dari rumah sakit itu dengan perasaan dongkol. Sudah dua hari Sea-Hwa di rawat dan selama itu juga Diandra terus di larang untuk melihat keadaan Sea-Hwa yang belum juga menunjukkan tanda-tanda akan bangun.

Dean menghela nafas panjang, lalu lengan kekarnya membuka pintu ruangan gadisnya di rawat, mendapati seorang perempuan yang sedang duduk di samping brankar Sea-Hwa berbaring. Perempuan itu terus menatap Sea-Hwa dalam diam.

Dean berjalan mendekati perempuan yang terus menatap Sea-Hwa yang masih terpejam dengan perlahan, kemudian menyentuh bahunya membuat perempuan yang sedang menatap Sea-Hwa itu langsung terkejut dan menoleh.

“Kak Dean, kirain aku siapa,” Arayya tersenyum kecil pada laki-laki itu dan bangkit dari kursinya untuk mempersilahkannya untuk duduk.

Dean langsung duduk di kursi samping brankar Sea-Hwa, memandangi gadis yang masih terpejam damai itu dengan dalam. Tangan besarnya meraih jemari kecil Sea-Hwa dan menggenggamnya erat.

Arayya melihat itu dalam diam, dia terus memperhatikan Dean yang seolah sangat takut kehilangan Sea-Hwa. Matanya menatap terus kearah jemari keduanya yang tertaut satu sama lain.

“Kak Dean sayang banget ya sama Sea-Hwa?” pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Arayya secara spontan, dia sendiri tak menyadari apa yang baru saja dirinya ucapkan.

Mendengar pertanyaan itu membuat Dean langsung mengangkat kepalanya yang tertunduk, kemudian menatap ke arah Arayya yang berdiri di sampingnya.

Even the word affection is not enough to describe how I feel about her.

Tidak mengherankan lagi, namun tetap saja setelah mendengar kalimat itu mampu membuat dadanya berdegup lebih kencang, dengan hembusan nafas yang sebisa mungkin dibuat tetap tenang.

Jemari lentiknya saling meremas untuk menyalurkan perasaan yang ia tahan sebisa mungkin. Setelah beberapa saat terdiam akhirnya Arayya membalas, “Oh gitu, ya?”

Amērta.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant