Chapter 2 - Rumah

22.9K 1.4K 80
                                    

"Aren, tunggu."

Platina memanggil Aren yang sudah berjalan keluar gerbang universitas bersama teman-teman lelakinya. Platina berlari kecil menghampiri Aren seraya menonjok pelan bahu kirinya.

Aren tersenyum menyebalkan, seperti yang sering dikatakan Platina padanya, dan menunggu temannya itu mengatakan sesuatu. Matanya yang cokelat bersembunyi di belakang kacamata berbingkai hitam. Rambutnya hitam dengan model agak berponi membuatnya banyak disukai teman-teman perempuannya. Ia menepuk punggung Platina dengan agak keras dan tertawa.

"Hei, sakit tahu," sahut Platina, "aku mau ikut pulang."

Dua teman Aren menyeringai, melihat kelakuan Platina dan Aren Mereka berempat berjalan keluar gerbang bersama. Matahari sudah mulai memunculkan semburat sinar yang berwarna oranye indah di langit, menandakan sudah berakhirnya jam kuliah dan saatnya murid-murid untuk pulang. Kebanyakan murid akan naik bis universitas yang mengantarkan mereka ke wilayah perumahan tempat mereka tinggal. Kemudian, mereka harus berjalan kerumah masing-masing.

Empat remaja ini menaiki bis bewarna biru metalik karena rumah mereka berada di perumahan yang sama. Celotehan riuh para murid terdengar dari dalam bis. Mereka berempat mencari tempat duduk kosong, yang ternyata berada di bangku paling belakang dengan deretan empat kursi duduk bersebelahan.

Ketika sudah duduk disana, teman lelaki Aren yang berbadan kekar, Ethan namanya, bertanya pada Platina. "Hei, Pat, dimana Chloe? Aku tidak bertemu dengannya hari ini." Ia memandang Platina dengan raut muka penasaran.

Platina tersenyum paham dan menjawab, "Chloe sedang diet, jadi ia tidak makan di kantin. Ia hanya duduk diam di kelas. Mungkin sedang memikirkanmu."

Ethan tertawa gugup, bingung harus bereaksi apa bila digoda seperti itu. Ia memang berbadan kekar yang merupakan hasil dari rutinitas setiap minggu mengunjungi gym dan berlatih disana. Namun, hatinya tidak sekuat yang ia bayangkan kalau berhadapan dengan gadis yang ia suka.

"Jangan bercanda, Pat," ujarnya. Namun, dalam hati, ia merasa senang membayangkan Chloe sedang memikirkannya.

Lelaki di sebelah Ethan meliriknya tanpa melepaskan pandangan dari buku yang sedang ia baca sekarang. Kacamatanya tebal karena ia terlalu sering membaca dalam kondisi apa pun dan dimana pun. Tetapi, ia terlihat santai dan tidak memedulikan pembicaraan orang tentang kacamatanya, bahkan ia sebenarnya cukup keren bila tanpa kacamata. Namun, dunianya tampak kabur ketika ia mencoba berjalan-jalan tanpa menggunakan kacamata. Ia tidak akan pernah melepas kacamatanya lagi dalam kondisi apapun.

"Langsung katakan saja padanya, Eth. Sepertinya Chloe juga suka padamu," kata lelaki ini blak-blakan.

Memang, ia cowok yang selalu langsung mengatakan apa yang ada dipikirannya, sangat berbeda dengan kesan pendiam yang ia tampilkan. Ia juga termasuk anak yang aktif berbicara dan berolahraga.

"Tidak mungkin, Lylod." Ethan menyahut sambil menoleh pada temannya itu dengan pandangan tidak percaya. "Aku bahkan tidak punya keberanian itu."

Lylod menghela napas mendengar temannya berkata seperti itu. "Kalau begitu seumur hidup saja kau sendiri seperti ini." Ia terkekeh tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya. Platina dan Aren ikut tertawa terbahak mendengar sindiran itu.

Ethan merengut dan bergumam. "Tidak lucu ah."

Bis universitas terus meluncur maju dengan mulus di jalan sampai melewati jalan panjang berliku menuju perumahan. Tanda nama perumahan ini tertulis di papan kayu yang besar di sisi kanan jalan. Tak lama kemudian bis berhenti tepat di depan jalan lurus yang kanan kirinya berdiri berjajar rumah-rumah tanpa pagar dengan warna cat yang berbeda.

THE OUTSIDERS [END]Where stories live. Discover now