Chapter 27 - Pembunuhan

7K 654 52
                                    

Aren terkejut ketika melihat Platina tiba-tiba rubuh di depannya.

"Tangkap mereka!"

Suara teriakan itu menyadarkan Aren dari kekagetannya. Dengan refleks, ia menarik pedangnya dan menangkis sabetan pedang dari sosok di depannya.

"Prajurit," geram Aren. Sosok di depannya menyeringai kejam dan mengayunkan pedangnya ke arah perut Aren. Sosok itu memakai baju dan helm besi seakan telah bersiap bertempur.

Aren menangkis sambil melompat ke kanan. Ia menyabetkan pedangnya tepat ke leher prajurit di depannya. Aren merasakan pedangnya menggores kulit namun prajurit itu berhasil mengelak. Dari sudut matanya, Aren bisa melihat tubuh Platina diangkat oleh dua orang prajurit dengan gerakan kasar.

Darahnya mendidih melihat Platina diperlakukan seperti itu. Ia ingin mencegah mereka membawa Platina. Namun, prajurit di depannya menggerakkan perisai besinya ke kepala Aren. Aren menunduk lalu menendang tulang kering prajurit itu. Sial, kakinya dilindungi untaian baja, batin Aren kecut. Usahanya sia-sia karena kaki si prajurit tetap berdiri tegak.

Aren mengangkat pedangnya untuk menangkis pedang prajurit, yang kembali diayunkan padanya. Mereka bergumul dengan pedang saling beradu dan sesekali saling menendang. Untunglah, saat itu bulan purnama sehingga dapat membantu Aren melihat lebih baik. Namun, prajurit itu juga merasakan hal yang sama.

"Aku harus segera menyelesaikan ini," kata Aren. Ia menendangkan kaki kirinya ke pinggang prajurit. Prajurit itu memakan umpannya, ia bergerak ke samping kanan sambil mengayunkan pedangnya ke kaki kiri Aren sehingga bagian kanan prajurit itu kosong tanpa perlindungan.

Aren menyabetkan pedangnya tepat ke leher sebelah kanan prajurit di depannya. Awalnya, ia hanya ingin menggores sedikit saja sampai membuat prajurit itu kesakitan. Tapi, prajurit itu juga menggerakan lehernya ke kanan sehingga pedang Aren masuk sampai ke dalam lehernya. Jerit kesakitan terdengar dari prajurit itu sampai membuat Aren berjengit. Prajurit itu terjatuh sambil memegangi lehernya. Suara berdeguk terdengar dari mulutnya.

Aren terbelalak melihat prajurit yang sedang sekarat karena serangannya itu. Dalam hati, ia merasa sangat bersalah telah membuat prajurit itu menderita.

"Bunuh dia," seru Flavian diantara suara-suara denting logam pertarungan.

"Apa? Tidak, aku tidak bisa. Dia manusia sama seperti kita." Aren menolak pada Flavian yang sedang menusukkan pedangnya ke dada prajurit lawannya.

"Jangan bodoh!" Flavian mendekati Aren dengan tatapan marah. "Kalau kau tidak ingin mati," kata Flavian sambil mendekati prajurit di dekat Aren yang masih mengeluarkan deguk aneh dari lehernya, "bunuh lawanmu."

Flavian menusukkan pedangnya ke leher prajurit itu yang langsung berhenti menggeliat. Aren memandangnya dengan tatapan tak percaya. Seketika perutnya terasa bergejolak. Ia merasa ingin muntah.

"Asal kau tahu, selagi kau bermain-main dengan prajurit itu, Platina dan Ruby dibawa oleh mereka."

Rasa mual langsung menghilang dari perutnya. "Tidak mungkin!" teriak Aren marah. "Kita harus mencari mereka."

"Mati kau," sahut sebuah suara dari belakang Aren. "Arghh," teriak suara itu lagi ketika Flavian menghunuskan pedangnya tepat ke leher pemilik suara.

"Tidak ada waktu untuk berpikir," sahut Flavian dingin, "kita tidak boleh kalah di sini." Ia kembali berhadapan dengan prajurit lain yang mulai menyerangnya.

Aren meneguk ludah sembari menghindar dari serangan perisai dari arah kirinya. Ia menghunuskan pedangnya namun terbentur oleh perisai besi yang diarahkan padanya. Aren mendecakkan lidah. Ia merasa kesal karena kedua temannya dibawa oleh prajurit-prajurit tak dikenal ini. Ia juga marah pada dirinya sendiri karena begitu lemah untuk berani membunuh lawannya.

THE OUTSIDERS [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant