Epilog

10.8K 857 215
                                    

Lima tahun kemudian ....

"Aku pergi dulu, bu."

Platina mengecup pipi ibunya sekali lalu menyambar roti panggang di meja. Ia bergegas memakai sepatu sambil mengunyah roti di mulutnya.

"Hati-hati, Pat." Ibunya berseru dari dapur ketika melihat Platina melesat keluar dengan cepat.

"Tentu saja," seru Platina sebelum menutup pintu rumah. Ia menggigit rotinya lagi sambil menunduk untuk membenarkan sepatu yang masih belum berada di tempatnya dengan tepat. Ia mendongak lalu dengan cepat menelan kunyahan terakhirnya.

"Tidak usah terburu-buru," ujar seorang pria yang berdiri di depan pagar rumahnya. Cahaya matahari pagi mengenai rambut pirang pria yang memakai kemeja biru dengan kaos putih di dalamnya itu.

Platina memasukkan potongan roti terakhir ke dalam mulut. Ia merapikan kemeja merah yang dipakainya lalu membuka pagar rumah. Setelah ia menelan dengan sempurna, Platina berkata, "cepat sekali kau datang. Padahal tunggu saja dirumahmu, aku yang akan ke sana."

"Kau terlalu lama," kata pria itu. Platina hanya terkekeh. Ia berjalan mendahului Platina yang menghentikan langkah di depan rumahnya. Rumah itu berada tepat di samping rumah Platina.

"Hei, Flav, selera warnamu bagus juga," kata Platina sambil nyengir.

Flavian dan adiknya pindah ke rumah yang dulu ditempati oleh Aren. Platina merasa senang karena sudah lama rumah itu kosong tanpa penghuni. Pembersihan besar-besaran dilakukan sejak seminggu yang lalu, termasuk mengecat ulang semua dindingnya.

Flavian hanya mendengus tak menjawab ketika mendengar pujian Platina. Wanita itu berjalan di sampingnya dengan langkah ringan. Ia merasa Platina sedang merasa sangat senang, yang ia tahu apa penyebabnya.

Mereka berdua berjalan sampai ke ujung perumahan dan menunggu bus datang. Mereka berdua bercakap-cakap walaupun Flavian lebih banyak diam mendengarkan kata-kata Platina. Flavian lebih pantas menjadi pendengar yang baik dan memberikan masukan sekali-sekali.

Bus datang dan mereka segera masuk mencari tempat duduk. Mereka mendapatkan dua tempat duduk kosong di sebelah kanan. Platina memandang ke luar jendela, memperhatikan pohon-pohon seakan bergerak melewati bus yang ditumpanginya. Bus itu melaju ke tengah kota, melewati Ethernal University, tempat Platina dan Flavian menyelesaikan bangku kuliah.

Pintu terbuka saat bus berhenti di depan halte kota. Platina dan Flavian turun setelah membayar tiket bus. Jalanan tidak terlalu ramai karena saat itu masih cukup pagi. Mereka berjalan ke arah selatan menuju salah satu toko di pusat pertokoan kota. Platina masuk melewati pintu depan dengan Flavian mengikuti di belakangnya.

Bangunan yang mereka masuki adalah toko buku, menjual berbagai macam jenis buku dari berbagai negara yang sudah diterjemahkan. Bau kertas-kertas baru menari di hidung Platina. Ia tersenyum senang karena sangat suka dengan bau kertas. Platina dan Flavian menuju bagian kanan toko, dimana terdapat rak-rak besar buku novel bertuliskan 'New Arrival'.

"Pat," panggil salah seorang wanita berambut panjang yang muncul dari balik rak.

"Chloe," seru Platina senang. Mereka saling berpelukan sejenak. Ketika melepaskannya, Platina melihat Debra dan Adele merentangkan tangan lebar-lebar di belakang Chloe.

Platina tersenyum lebar lalu bergantian memeluk kedua temannya itu. Adele tidak berubah, masih sama dengan wajahnya yang selalu terlihat ceria dan berkacamata. Debra juga masih tampak sama seperti saat kuliah dulu, dengan rambut cokelat panjang yang selalu diikat rapi ke belakang. Tak lama, Lylod dan Ethan muncul dari balik rak-rak buku dengan wajah gembira.

"Pat, lama tidak berjumpa." Ethan berseru sambil menepuk punggungnya. Ia melihat orang di belakang Platina lalu tersenyum jahil. "Ah, sekian lama kita tidak bertemu, ternyata kau sudah punya yang lain."

"Apa sih maksudmu?" tanya Platina tersipu malu.

Ethan tertawa lalu menyalami Flavian dengan bersemangat, sedangkan yang dijabat tangan hanya tersenyum sekadarnya. Setelah lama tidak bertemu dengan Ethan, Platina baru menyadari tubuh temannya itu menjadi lebih tegap dan proporsional.

"Selamat ya, Pat. Kau hebat," kata Lylod, "kau harus mencari hal baru lagi setelah ini."

Platina menepuk lengan Lylod. "Tentu saja, akan aku lakukan." Lylod masih tetap berkacamata dan suka membawa buku, seperti yang saat ini ia bawa, buku dengan sampul berwarna hijau.

"Ah, kau sudah membacanya," pekik Platina, "aku juga mau."

Ia bergegas menuju ke rak buku yang penuh dengan deretan novel bersampul hijau. Platina ternganga melihatnya. Warna hijau buku itu seakan menyatu dengan warna coklat rak buku, sehingga melihat keduanya terasa seperti memandang pohon di hutan.

"Ini, sudah kubayar," kata Flavian sambil menyodorkan sebuah novel yang ingin Platina beli.

Platina menerimanya dengan ragu. "Harusnya aku saja yang membayarnya."

Flavian menggelengkan kepala. "Anggap saja sebagai pengganti, selama ini aku tidak bisa bersikap baik padamu."

Platina membalikkan muka agar tidak terlihat Flavian bahwa wajahnya memerah. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia berulang kali harus menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Berada bersama Flavian berdua, tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Ia menoleh ke belakang dan melihat Flavian menyentuh salah satu novel yang masih terbungkus plastik. Platina memandangi novel di tangannya. Entah kenapa semangatnya naik ketika melihat buku itu. Ia tersenyum bangga, sudah lama ia menantikan saat-saat seperti ini. Saat ia bisa memegang novel hasil karangannya sendiri.

Platina juga sangat senang ketika melihat satu rak buku penuh terisi dengan novel hasil petualangannya. Ia berbisik pelan sambil menatap novel di depannya. "Aren, sekarang dunia tahu cerita kita."

Novel yang dipegangnya berjudul The Outsiders – Para pendatang.


-END-



THE OUTSIDERS [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora