Chapter 21 - Awra

7.6K 695 39
                                    

Platina memandang tajam gadis berambut emas, yang mengaku bernama Awra, yang sedang duduk di depannya. Gadis itu tersenyum dengan tenang, bahkan hampir terlihat senang. Aren dan Ruby yang duduk di samping kanan dan kiri Platina juga memandang Awra dengan tatapan waspada.

"Tenang saja, aku tidak akan menyakiti kalian," ujar Awra. Ia memiliki nada suara seperti wanita dewasa walaupun tubuhnya masih seperti gadis kecil. Awra lebih pendek dua kepalan tangan dari Platina. Mata kuningnya yang seperti kucing memancarkan kecerdasan sekaligus kelicikan.

"Siapa kau? Kawan atau lawan?" tanya Ruby dingin.

Awra tidak menjawab namun malah merogoh ke dalam saku jubah cokelat miliknya yang memanjang sampai ke kaki. Ia tidak memakai alas kaki sehingga kakinya terlihat kotor.

"Ini Felix," kata Awra sambil menunjukkan figurin berbentuk kucing di telapak tangannya. "Felix memberitahuku tentang kalian. Tentang para pendatang yang akan membuat Algaria menjadi sejahtera." Mata Awra berkilat ketika mengatakannya.

"Dia berbahaya, hati-hati," seru Corby dari balik batu tempat mereka duduk. Anggota rombongan yang lain setuju untuk menunggu mereka berbicara setelah memutuskan Awra tidak akan mampu mengalahkan mereka berdelapan seorang diri.

"Aku berbahaya tapi tidak untuk kalian," sahut Awra sambil terkekeh kecil. Sepertinya, ia menikmati ketidakpercayaan anggota rombongan itu padanya.

"Kita harus segera pergi sebelum pasukan lain menemukan kita," seru Eryl tidak sabar.

"Beri kami waktu sebentar lagi," pinta Platina. "Baiklah, aku percaya padamu." Dalam hati Platina merasa Awra layak dipercaya karena figurin yang dibuat Valora, Ibu Aren, telah datang ke tempat Awra sama seperti Avis dan Lupus yang datang pada mereka.

"Aku juga memiliki ini seperti kalian." Awra menyodorkan sebuah batu oval berwarna emas pada Platina.

Dengan sedikit ragu, Platina mengambilnya. Ia mengamati batu itu dan merasakan batu itu hangat ketika menyentuh tangannya. Batu berwarna kusam yang ada di gespernya sekarang pasti sama dengan batu emas yang ia pegang.

"Darimana kau mendapatkannya?" tanya Aren curiga.

Awra terkikik. "Felix memberikannya padaku. Dengan batu itu, aku bisa melakukan sihirku dengan kuat. Aku bisa menghilangkan benak dan jejak sehingga tidak ada yang bisa menyadari keberadaanku kecuali aku membocorkannya."

Ruby mengernyit. "Pantas saja Corby dan Eryl yang paling peka terhadap benak tidak dapat merasakan kedatanganmu," ujar Ruby. "Itu artinya kau bisa sihir yang lain?"

Awra menggeleng. "Aku tidak tertarik dengan sihir yang lain. Terlalu banyak kata. Membosankan," ujar Awra gamblang. "Cukup dengan menghilangkan jejak benakku saja maka aku tidak akan diganggu oleh siapapun."

"Siapa yang mengajarimu semua ini?" tanya Platina sambil mengembalikan batu emas milik Awra.

Awra mengambil batu emas yang diserahkan padanya dan disimpan dalam saku jubah dengan hati-hati. "Temanku dan Felix. Dia yang mengajariku semuanya. Hanya dia yang terasa nyata di kehidupanku."

Platina dan Aren berpandangan sejenak untuk menyusun ribuan kata tanya yang terbentuk dalam otak mereka.

"Kau berasal darimana?" tanya Ruby mendahului Platina dan Aren yang juga ingin menanyakan hal yang sama.

"Pegunungan Amortium di Kota Amortium. Aku lahir dan tumbuh disana namun berkembang di tumpukan batu Amortium setelah bertemu Felix dua tahun yang lalu. Aku tidak suka penduduk Amortium. Kesopanan yang mereka buat benar-benar membuatku muak. Bodoh sekali mereka harus menyembunyikan perasaan padahal itu bisa menjadi racun dalam tubuh."

THE OUTSIDERS [END]Where stories live. Discover now