Chapter 36 - Kastil Hitam

8.3K 681 66
                                    

Platina menapakkan kaki di tanah cokelat tanpa rerumputan. Suasana gelap tanpa cahaya bulan, namun terlihat kobaran api berwarna kuning dari balik pohon. Platina mengikuti Aren yang sudah lebih dulu berjalan ke arah depan. Ia melihat kumpulan tenda tertata rapi, beberapa api unggun dinyalakan, dan kuda-kuda ditambatkan di batang pohon. Di depan sebuah tenda besar berwarna kusam, ia melihat Ruby dan Awra yang menoleh ke arahnya.

"Pat," seru Awra, "akhirnya kau datang." Ia berlari ke arah Platina dan memeluknya.

Platina sedikit terhuyung karena tumbukan yang cukup keras dari anak itu. Aren di sebelahnya tertawa, begitu juga dirinya. Dari balik rambut emas milik Awra, Platina dapat melihat Ruby tersenyum senang.

"Aku tebak kalian sudah berbaikan?" tanya perempuan berambut merah itu pada Aren, yang dijawab dengan anggukkan penuh semangat.

Awra melepas pelukannya pada Platina karena Eryl dan Braz datang untuk menyambut temannya yang baru datang itu. Si kembar dan Flavian keluar dari tenda lalu ikut menghampiri Platina. Mereka saling berbalas sapa dan candaan. Platina tertawa lepas karena merasa sangat lega bisa bertemu kembali dengan teman-temannya di Algaria. Keretak kayu yang terbakar api semakin sering terdengar saat cahayanya mulai redup.

Eryl menghentikan percakapan mereka dan menyuruh untuk segera beristirahat. Semuanya mengangguk sambil berdiri bergantian, mulai menyebar ke tenda masing-masing. Platina menahan lengan Flavian yang akan berdiri. Pria berambut pirang itu mengerutkan dahi untuk meminta penjelasan.

"Flavian," kata Platina pelan, "ia mencarimu."

Platina bisa melihat wajah pria di depannya terkejut. Ia melanjutkan pembicaraannya tentang pesan dari adik Flavian. Hening sesaat diantara mereka berdua.

"Kita harus fokus pada hari esok," kata Flavian dengan nada yang tak bisa dibaca oleh Platina. Ia sama sekali tidak menanggapi pesan dari adiknya yang telah Platina sampaikan. "Istirahatlah."

Mereka berdua berjalan mendekati tenda. Platina masuk ke tenda kusam berwarna cokelat, sedangkan Flavian sudah menghilang di tenda satunya. Platina mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian tenda. Ia mendapati Ruby dan Awra sudah berbaring miring saling membelakangi. Tenda itu tidak terlalu besar, tapi cukup untuk mereka bertiga tidur telentang bersama dengan barang-barang bawaan.

Platina merangkak ke ujung tenda lalu membuka sebuah tas berwarna cokelat tanah. Ia tersenyum senang menyadari tasnya terawat rapi. Saat kembali ke dunia nyata yang terakhir kali, ia tidak membawa serta tas itu bersamanya. Platina berguling di sebelah Awra untuk mencari posisi tidur yang nyaman. Perlahan, ia memejamkan mata. Sungguh suatu hal yang besar bagi dirinya untuk memutuskan ikut perang. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika ia membayangkan perang yang harus ia lalui saat fajar menyingsing.

Ia membalikkan badan ke arah sebaliknya. Platina merasa tidak mengantuk. Ia takut menebak apa yang akan terjadi saat ia harus memertahankan diri dengan membunuh banyak prajurit lawan. Tapi, jika mengingat pengalaman pertempuran terakhir yang alami, darahnya berdesir. Rasa semangat yang meluap tiba-tiba muncul dari dalam tubuhnya.

Sampai pagi menjelang, Platina masih belum bisa tidur. Gerakan-gerakan gelisah di sampingnya menandakan Awra dan Ruby juga tidak dapat tidur nyenyak. Akhirnya, mereka bertiga memutuskan untuk bangun dan keluar dari tenda. Di luar, langit masih gelap, tetapi suara aktivitas para prajurit yang bangun mulai terdengar. Platina menuju belakang tenda untuk membasuh wajah dengan air.

Setelah kembali segar, ia kembali dan melihat teman-temannya sudah berkumpul. Mereka menggosok besi yang saling terkait membentuk sebuah rompi tanpa lengan. Platina penasaran dan mendekati mereka.

"Apa itu?"

"Rompi besi," jawab Aren, "ini akan melindungi tubuh dari anak panah dan tombak yang tidak sengaja menyasar bagian badanmu."

THE OUTSIDERS [END]Where stories live. Discover now