Chapter 37 - Kenyataan

7.3K 688 90
                                    

Nero tersenyum tipis. Ia menatap kelima remaja di depannya dengan pandangan haus darah. "Kerja bagus, Devon."

"Sialan," seru Flavian kesal, "selama ini kau menipu kami. Dasar pengkhianat." Ia mengangkat pedangnya untuk menyerang pria yang menolong dirinya di hutan. Ia menyesal telah meletakkan rasa hormat pada pria yang ternyata adalah pengkhianat.

Aren merentangkan tangan untuk menghentikan laju Flavian. Ia juga memegang lengan Ruby yang sudah membidikkan panah pada Devon.

"Tunggu teman-teman," katanya, "jangan bertindak gegabah."

Kedua pria di depan mereka tersenyum lebar saat melihat Flavian dan Ruby menurunkan senjata walaupun dengan setengah hati.

"Rupanya ada yang bisa berpikir jernih," kata Nero menyeringai, "tidakkah kalian merasa bodoh? Kalian masuk dalam perangkap yang kami rencanakan."

"Sejak kedatangan awal kalian di Carmine, perjalanan ke Amortium, juga penculikan Platina dan Ruby di Sadergh, semuanya sudah diatur olehku," kata Devon licik.

"Tapi kau pasti tidak menyangka satu hal," sahut Aren, "Peython mati di tangan kami."

Aren bisa melihat kedua pria di depannya sedikit menegang namun mereka segera menyembunyikan dengan seringai yang kembali ditampakkan.

"Tak masalah, Peython tidak lagi berguna," ujar Devon sambil mengibaskan tangan. "Aku juga sudah memperkirakan pasukan Allbion akan ikut berperang setelah tahu prajurit Carmine sedang menuju Valonia. Mereka semua akan mati di sini, di Valonia, lembah kegelapan."

Aren bergidik ketika mendengar arti nama kota itu disebut. Rencana Devon memang berhasil, semua perjalanan yang mereka lalui sudah diperkirakan olehnya. Termasuk memancing Allbion untuk keluar dari wilayahnya, bersama Carmine, pasukan mereka akan lebih rentan mengalami kekalahan karena stamina para prajurit menjadi berkurang akibat perjalanan panjang.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Ruby geram, menahan amarah yang siap meledak pada Devon, pria yang sudah mendapatkan kepercayaannya.

"Sudah jelas, bukan? Ambisi mendapatkan kekuasaan adalah penyebabnya," ujar Nero yang diikuti anggukkan setuju dari Devon. "Kekuasaan itu tidak buruk, justru dengan kemampuan yang dimiliki maka kesejahteraan dapat tercapai."

"Tapi, kau telah membunuh banyak orang," sahut Awra.

"Itu adalah kesalahan mereka sendiri," kata Nero dingin sambil berjalan pelan melewati singgasananya. "Mereka tidak tunduk pada peraturan. Untuk apa aku merawat mereka yang tidak menghormati diriku."

"Kau membunuh ayahku," kata Platina tercekat. Ia kesal karena Nero tampak tidak merasa bersalah sama sekali. Platina ingin segera menghujam pedangnya di jantung pria tak berperasaan itu.

"Ah, kau pasti Platina," kata Nero, "dan kau, Aren?" lanjutnya sambil menunjuk Aren yang masih menatapnya dingin.

"Ya, dan aku adalah orang yang akan membunuhmu. Serang mereka!"

Perintah dari Aren langsung dipatuhi teman-temannya. Ruby melepaskan panahnya ke arah tubuh Devon, Flavian berlari mempersempit jarak mereka sambil menghunus pedang. Devon berkelit menghindari panah Ruby dan menarik pedangnya. Flavian merasakan getaran menjalar di tangan ketika pedang Devon menangkis serangannya. Ruby mendekati Flavian dan bersama-sama mereka menyerang Devon.

Aren, Platina, dan Awra berlari mendekati Nero dengan mengangkat senjata masing-masing. Sebelum mereka dapat mencapainya, Nero menghajar mereka dengan serangan mental yang ditujukan langsung dalam pikiran. Platina dan Aren menghentikan langkah karena kesakitan. Pikiran mereka terasa seperti diikat sulur berduri yang menusuk tajam. Mereka tidak dapat bergerak ataupun berpikir. Awra berhenti sejenak saat merasakan serangan itu mengenai kepalanya. Nero tersenyum kejam.

THE OUTSIDERS [END]Where stories live. Discover now