BAB 18

446K 33.3K 5.1K
                                    

One Direction - Perfect

BAB 18

JAM istirahat sebentar lagi berakhir, namun Raja, Ladit, Resta, dan Edo masih bersemayam di kantin. Mengobrol dan tertawa. Saat Raja sedang menceritakan tentang Resta yang mengompol di celana, Ratu muncul. Raja sejenak berhenti bercerita, matanya tertuju pada Ratu. Begitupun Ratu. Kala pandangan mereka bertemu, Ratu menunduk dan berjalan lebih cepat. Rupanya dia ingin membeli batagor.

Ladit yang menyadari gestur Raja dan Ratu lantas bertanya. "Siapa? Gebetan? Mantan pacar? Sahabat tapi friendzone? HTS-an lo?"

Mendengar rentetan pertanyaan Ladit, Resta menjawab. "Jangan-jangan yang tadi lewat itu Rat—"

Sontak, Raja membekap mulut Resta.

G-O-B-L-O-K, eja Raja tanpa suara.

Tentu saja Ladit berkoar. "Hah? Rat? Ratna? Ratih? Raden? Ratya? Rat—"

Lagi-lagi Raja membekap mulu, kali ini mulut cerewet Ladit.

G-O-B-L-O-K, ejanya lagi.

"Ratu," simpul Edo, tidak mau kalah dalam hal menjahili Raja.

Raja melepas tangannya dari mulut Ladit, lalu memasang pose berdoa. "Tolong Raja, Ya Tuhan."

Kekehan Resta, Edo, dan Ladit malah semakin membuat Raja cemberut.

"Deketin sana," suruh Ladit.

"Kali aja mujur," tambah Edo, "lumayan, dede gemes."

"Setidaknya punya mantan gebetan," timpal Resta.

"Kesannya kayak gue nggak pernah pacaran atau punya gebetan," Raja bersungut.

Sontak, Ladit, Resta, dan Edo menjawab serempak. "Emang nggak pernah."

Raja mengakuinya.

Dia tidak pernah pacaran, memiliki gebetan, atau orang yang disuka. Menurut Raja semua hal itu sia-sia, tidak ada harganya. Cinta atau sejenisnya hanya akan mengantarkan diri pada rasa sakit.

Hingga Raja bertemu Ratu dan sikapnya pada seorang perempuan untuk pertama kalinya berubah.

Di depan Ratu, Raja kaku, gagu, tidak tahu harus berbuat apa.

Di depan Ratu, Raja tenggelam dalam iris cokelat matanya.

Di depan Ratu, Raja berbeda.

"Sana deketin," suruh Ladit lagi.

"Say 'hi' atau apa, kek," saran Edo.

"Modus tanya, 'hari ini kita pulang bareng, nggak?'" timpal Resta.

"Mending lo ikut-ikutan beli batagor, berdiri sebelahan sama Ratu, trus ngobrol," saran Ladit, agak lebih waras dibanding Resta dan Edo, tapi ....

"Gue sayang duit gue," Raja melotot sambil memeluk dompetnya.

Ladit, Resta, dan Edo saling melempar tatapan maklum. Mereka menggelengkan kepala seraya bergumam pelan. "Dasarnya pelit sih, susah."

"Mau gimanapun, gue sayang du—"

Ucapan Raja terhenti karena seseorang menepuk pundaknya. Betapa terkejutnya Raja ketika melihat penepuknnya adalah Ratu. Cewek itu memasang wajah panik yang jarang mucnul di pribadi tenangnya.

"Ra-Raja," suaranya bergetar, Ratu memainkan jemarinya, "gue boleh pinjem uang, nggak? Gue lupa bawa dompet."

Tanpa sedetik berpikir, Raja berdiri dari kursi kantin dan mengangguk. "Boleh, bayar batagor, ya?"

Ratu menggigit kuku jarinya ketika mengangguk. Mereka berdua menuju tukang batagor untuk membayar makanan Ratu sementara di sisi lain, Ladit, Resta, dan Edo saling tatap takjub.

Resta berdecak kagum. "Skala prioritas; 1. Cewek. 2. Duit. Luar binasa."

Ladit dan Edo mengangguk, kini ketiganya melihat figur Raja dan Ratu dari jauh. Tanpa dikomando mereka berbicara serempak;

"Raja sama Ratu cocok banget kayak tai."


R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang