BAB 22

435K 29.3K 2.7K
                                    

Calvin Harris & Disciples - How Deep Is Your Love

BAB 22

RAJA sudah menyusuri kelas XII berkali-kali, bahkan bolak-balik kantin untuk beli gorengan—tentu saja Ladit yang membelinya, Raja tinggal minta seperti biasa. Tapi semua hal yang ia lakukan tak mampu membunuh rasa bosannya.

Ditambah dengan ponsel yang disita, Raja tidak bisa bermain game atau ngobrol bareng Resta dan Edo. Maka untuk mengusir bosan, Raja menjadi penyelundup di beberapa kelas XI.

Berbekal tempe goreng, satu persatu kelas Raja susupi dengan alasan 'menilai' cara mengajar guru di kelas tersebut. Berhubung Raja adalah anak ketua yayasan, tidak satupun guru memprotes. Mungkin takut berurusan lebih lanjut dengan Bunda.

Hingga Raja sampai di kelas Ratu.

"Bagi lagi dong, tempenya," pinta Raja pada Ladit.

Ladit dengan sigap menyobek pantat tempe, "Siap, Roger."

Lagak seperti bintang film, Raja memasuki kelas Ratu. Dagunya dinaikkan, "It's show time."

Raja mengetuk pintu kelas. Ruangan yang tadinya ramai kini sunyi, semua mata siswa-siswi mengarah pada dua kakak kelas mereka. Sementara guru di ujung meja menatap mereka bingung.

Raja tersenyum penuh berkah, "Assalamualaikum, kelas XI-IPA-3. Saya Raja," diteruskan oleh Ladit, "saya Ladit," lalu kembali pada Raja, "kami berdua Raja dan Ladit."

Gelak tawa terdengar di seantero kelas. Bahkan guru yang berusaha memasang tampang galak pun susah payah menahan tawanya.

"Bu Diana, kami boleh menilai Ibu dalam mengajarkan materi di kelas XI-IPA-3?" tanya Raja sopan, "saya mendapat amanat dari ketua yayasan."

Kibul dikit nggak apa-apa lah, ya, batin Raja.

Bu Diana terperangah, "Saya tidak diberitahu sebelumnya kalau ada penilaian ...."

"Memang mendadak, Bu. Tenang saja, saya bakal memperhatikan secara cermat di meja belakang yang kosong, bersama teman saya, Ladit," Raja mengacungkan jempolnya dengan ekspresi penuh percaya diri.

Jadi begitulah rencana penyusupan Raja di kelas XI; sukses.

Namun baru saja lima menit pantat Raja menyapu bangku, rasa bosannya kembali mendera. Ladit di sebelahnya tidak membantu apapun, dia malah mengobrol seputar NBA dengan cowok dari meja di depannya.

Raja mengetuk jarinya pada permukaan meja—bosan, bosan, bosan. Matanya tertuju pada anak-anak di kelas Ratu. Semuanya pasif, ambisius, seolah hal paling penting adalah belajar. Bukan berarti belajar itu buruk, tapi sesuatu yang berlebihan tidak pernah baik, kan?

Mungkin ada beberapa orang yang tidak begitu ambisius seperti orang yang sekarang mengobrol dengan Ladit.

Orang-orang yang seperti itu biasanya termasuk anggota komplotan rahasia.

Seperti Raja dulu.

"Permisi, Bu," suara itu serta-merta membuyarkan lamunan Raja.

Raja melihat Ratu berdiri di muka pintu bersama teman-temannya. Di belakang, kembar Leon dan Leoni. Sementara di samping, Agung menemani.

Itulah mereka, kelompok pertemanan yang awet dari kelas X. Seperti halnya Raja, Resta, dan Edo—sekarang ditambah Ladit.

"Tadi kami abis ijin fotokopi sama guru sebelumnya, trus karena lama, jadinya udah ganti jam pelajaran," ucap Ratu sambil tersenyum santun, "maaf lama, Bu."

"Kok fotokopi rombongan gini?" tanya Bu Diana curiga.

"Iya, Bu. Kalo nggak rombongan nanti tersesat," jawab Leon penuh percaya diri.

Leoni menimpali, "Kalo tersesat, harus dicari tim SAR, urusannya repot."

"Kalo ada berita siswi di sekolah ini tersesat, nanti mencoreng nama baik sekolah, Bu," sambung Agung.

Ratu pun mengakhiri alasan konyol mereka, "Makanya kita berempat, Bu. Agar menjalin tali persaudaraan dan pertemanan lebih erat."

Bu Diana melongo, tidak tahu harus membalas apa. Dia hanya mengangguk ragu dan mempersilakan mereka berempat duduk di tempat masing-masing.

Saat Ratu melenggang menuju tempat duduknya, mata mereka bertemu. Raja sungguh ingin melempar senyum, namun saat ia ingin melakukannya, Ratu memalingkan pandangan. Cewek itu duduk di bangkunya seolah tidak melihat spesies bernama Raja, duduk bersebrangan dengannya, tak jauh dari tiga bangku.

Itulah saat semua organ di tubuh Raja seolah turun ke perut. Rasanya seperti perut mulas karena pencernaan tidak lancar.

"Ratu," panggil Raja dengan bisikan. "Rat, Rat, Ratuuu."

Tidak ada balasan. Ratu menunduk seolah-olah namanya bukan Ratu, atau mendadak fungsi pendengarannya terganggu.

"Ratu Amara Erinska," panggil Raja lagi, untuk pertama kalinya memanggil nama panjang Ratu.

Dari sini pun, Raja bisa melihat telinga Ratu memerah karena panggilan Raja. Tapi cewek itu tetap tidak menoleh padanya.

Simpelnya, Ratu mencampakkan Raja, secepat itu.

Raja melirik Ladit yang menyaksikan semuanya seolah cerita Raja dan Ratu adalah film yang patut ditonton dengan ditemani kudapan. Ladit mengangkat bahu saat Raja menginginkan pendapatnya, membuat Raja melengos dan kembali melihat Ratu. Cewek itu sedang menulis-entah-apa. Padahal setahu Raja, Ratu tidak suka menulis karena tulisannya sejelek ceker ayam—bukan berarti ceker ayam tidak enak, hanya saja ... begitulah.

Apa maunya, sih? Sebelumnya, Ratu tampak senang Raja dekati. Bahkan modus noraknya ditimpali oleh Ratu.

Perempuan memang membingungkan.

"Ayo balik," ucap Raja seraya bangkit dari kursinya, mendadak panas melihat Ratu tetap terdiam.

Setelah pamit pada Bu Diana, Raja pun keluar kelas bersama Ladit. Dia melihat Ratu untuk terakhir kalinya, tapi cewek itu sekarang malah sibuk mengobrol dengan Agung.

Mendadak Raja sebal dengan pemandangan Agung dan Ratu selalu bersama-sama di kelas, seperti itu.

Mendadak Raja ingin berada di posisi Agung.

Dan dengan pikiran itu, Raja keluar dari kelas Ratu.    

R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang