EDISI KANGEN - 2) TEMPAT BERSEJARAH

119K 4.3K 110
                                    

LEONI benci pelajaran olahraga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LEONI benci pelajaran olahraga. Menurutnya, olahraga di sekolah itu super ribet. Leoni harus menenteng goodie bag berisi baju olahraganya, bawa parfum untuk menghilangkan bau keringat yang menguar di tubuh, juga membuat rambutnya yang sudah ditata sedemikian rupa, seketika jadi lepek. Coba saja bilang Leoni terlalu 'rempong', nyatanya, Leoni memang sangat memperhatikan penampilannya. Tidak boleh ada cela. 

Maka dari itu, ketika temannya mengatakan bahwa guru olahraga mereka sedang tidak ada, Leoni senang bukan main. Selain karena malas ribet, Leoni kurang tidur karena tugas SMA Adhi Wijaya yang memang kebangetan banyaknya. Pantes, banyak yang pindah karena gak kuat di sini. Tapi, kabar itu membuat Leoni agak kesal juga, karena dia dan juga teman-temannya yang lain, sudah mengganti seragam mereka. 

"Males gue ganti baju," keluh Leoni dengan bibir mencebik. "Udah lima watt ini mata. Pengen merem."

"Gue sih ganti baju, ya," ucap temannya yang disetujui oleh yang lain. Leoni seorang diri yang memutuskan menunda mengganti bajunya.

Leoni sudah nyaman di mejanya dengan kepala terkulai, bahkan sudah bermimpi indah, ketika teman sebangkunya mencolek bahunya. Leoni membuka matanya sedikit.

"Kenapa?"

"Jangan tidur di sini. Difotoin loh sama Rizal. Tau sendiri kan, dia jailnya gimana," beritahu temannya.

Leoni mendelik ke arah Rizal yang buru-buru menyembunyikan kameranya. "Tidur aja gak tenang, ya."

Leoni berderap ke luar kelas, ketika temannya lagi-lagi menyahut. "Jangan ke UKS!"

"KENAPA LAGIII?" tanya Leoni.

"Guru piket suka keliaran di sana," beritahu temannya sedikit meringis. "Sedih amat deh, temen gue, mau tidur aja susah."

Dengan mata masih lima watt, Leoni berjalan di selasar koridor, mencari tempat yang aman, nyaman, damai, dan sentosa untuk bisa sejenak memejamkan mata sebelum pelajaran Fisika dari guru menyebalkan dimulai. Leoni melihat gedung olahraga indoor yang sepi, dan langkah kakinya bergerak ke sana.

Leoni menengok kanan dan kiri. Sepi. Dia tersenyum lega dan beranjak ke tribun penonton. Dari banyaknya kursi panjang, Leoni menuju sofa khusus guru yang memiliki bantalan empuk. Leoni menuju sofa tersebut dan menghempaskan tubuhnya. Ditambah dengan baju olahraga yang nyaman, Leoni bisa tidur sepuasnya. Baru kali ini, Leoni merasa tidak benci-benci amat dengan pelajaran olahraga di sekolah.

Kesenangannya tidak berlangsung lama, karena Leoni mulai menghirup bau yang familiar. Bau yang dibencinya lebih-lebih dibanding olahraga.

"Siapa itu?!" suara Leoni menggelegar. "Ngerokok?! Gila apa!"

Leoni sudah yakin gedung ini tidak berpenghuni, namun Leoni salah besar ketika terdengar suara dari kolong tribun. 

"Santai, Bos."

Leoni memekik. Dia cuma ingin tidur dan sekarang harus berurusan dengan siswa bermasalah? Ketahuan merokok di SMA Adhi Wijaya hukumannya adalah skorsing seminggu. Lagi-lagi..., gila apa?

"Santai? Gimana bisa santai?" Leoni berseru jengkel pada siswa dengan kerah yang tidak dikancing itu. Leoni gatal sekali untuk menyuruhnya membenarkan kerah itu. "Selain hukuman sekolah, ngerokok itu bisa bikin lo mati! Mati!"

"Semua orang bakal mati pada akhirnya."

"Ya kalo mati karena rokok, itu salah lo! Kalo lo gak ngerokok, mungkin lo bakal hidup lebih lama. Atau lo bakal terus sehat sampe kakek-kakek."

"Siapa lo? Tuhan?"

Menyebalkan sekali. Anak bar-bar memang tidak pernah menyenangkan.

Tanpa bicara apa pun lagi, Leoni pun berderap pergi meninggalkan siswa itu. Pertengkaran itu membuat kantuknya hilang. Pertama, karena mungkin kaget ada makhluk di kolong tribun--siapa sih yang mau di kolong yang gelap begitu? Kedua, karena kesal dengan perdebatan tadi. Ketiga, Leoni tidak mau ikut disalahkan karena kesalahan siswa itu.

Leoni tidak pernah bertemu siswa itu lagi sampai akhirnya di pelajaran olahraga berikutnya, dia yang kebagian menaruh bola basket di gudang. Tidak terjadi apa-apa sampai saat Leoni bergegas kembali ke kelas, siswa itu kembali muncul. Alih-alih rokok di selipan tangan, siswa itu menjulurkan tangannya.

Leoni menaikkan alis, waspada.

"Mau ngata-ngatain gue lagi?" tanya Leoni.

Siswa itu menggeleng. "Mau kenalan. Sama minta maaf."

"Ngapain kenalan sama gue?"

"Maaf, ya," siswa itu tetap mengulurkan tangan di depan Leoni. "Gue Agung. Kayaknya kita seangkatan. Gak enak kalo gue musuhan sama temen satu angkatan. Kemarin gue lagi banyak masalah, jadi, gitu lah."

"Masalah di rumah tuh gak boleh dibawa-bawa ke sekolah," omel Leoni. "Jadinya lo keliatan bandel sama orang lain, tau gak?!"

Agung kali ini tersenyum. Leoni pada saat itu tidak tahu apa yang sudah Agung lewati dalam hidupnya, seberapa besar beban di punggungnya, hingga akhirnya, ketika Leoni menyadari itu, Leoni berharap tidak mengatakan hal itu pada Agung. Leoni merasa dulu dia sangat menghakimi orang lain.

"Iya, gue yang salah," ucap Agung. "Maaf, ya."

Leoni menyilangkan tangannya. "Ya udah, gue maafin. Lagian, lo ngapain sih di kolong begitu? Creepy banget."

Mata Agung bersinar-sinar. "Ini satu-satunya spot yang gak dijajah sama kakak kelas atau diliat guru gara-gara di belakang gedung sekolah. Ini daerah kekuasaan gue. Gue makan, tidur, ngerokok, ya di sini."

"Oh."

Ada jeda yang lama.

"Lo emang gak punya temen?" tanya Leoni.

Agung menggeleng. "Gue gak butuh."

Leoni diam, kini sadar suatu hal. Sepatu yang Agung kenakan bukanlah sepatu yang memang sengaja dibuat kotor karena tampak keren. Sepatu yang sekarang Agung gunakan mungkin adalah sepatu satu-satunya, dilihat betapa kumal dan nyaris usang.

"Lo makan sendirian? Gak ke kantin?" Leoni kembali bertanya.

Agung kini nyengir. "Ngapain ke kantin, kalo gue udah dibawain bekel sama nenek gue. Lebih sehat. Kantin isinya mecin semua. Ntar, gue tambah bego."

Leoni kembali diam. Agung sedang menyebut kantin yang mana, karena makanan di kantin SMA Adhi Wijaya sudah terjaga kualitasnya dan dijamin menyehatkan. Bahkan mie ayam Pak Safiudin dijaga betul racikannya agar tidak menggunakan penyedap rasa. 

Leoni masih diam, sampai akhirnya Agung bersuara. "Lo udah tau spot ini..., lo mau gabung, gak?"

Leoni mengerjap. "Gabung?"

Wajah Agung berubah malu ketika menyadari betapa salah ucapannya. "Gabung buat makan! Istirahat siang. Makan bareng. Mungkin bosen makanan kantin. Ajak temen juga boleh. Tapi jangan banyak."

Melihat ekspresi penuh harap di wajah Agung, entah kenapa membuat Leoni merasa luluh. Laki-laki itu tidak seburuk yang ia pikir. 

"Ya udah," ucap Leoni. "Nanti gue makan di sini. Jam 10, kan, bukan jam 12? Gue biasa makan jam 10, soalnya."

Wajah Agung berubah cerah. "Oke!"

Sejak itulah, Leoni mengajak Leon dan Ratu untuk makan bersama di kolong tribun Agung. Dan sampai saat itu pula, Leoni tidak pernah tahu satu hal, bahwa Agung selalu makan jam 12, bukan jam 10. 

Dari sekian banyak tempat, kolong tribun itu yang selalu memiliki makna mendalam bagi Leoni.

Mungkin, bagi Agung juga?

Author Note

Dari dulu, nge-ship Agung sama Leoni banget! 💕

R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang