BAB 33

348K 26.9K 2.5K
                                    


Youth – Troye Sivan

BAB 33

Ratu menatap kakaknya yang lagi-lagi hendak pergi dengan motor besarnya. Ia ingin menangis, tentu saja. Namun tidak mungkin dia bisa memangis di depan rumah Raja yang kaku dan dingin.

"Bang Reon ...," panggil Ratu seraya menarik-narik ujung kemeja cowok itu.

Reon menoleh padanya, menaikkan kaca helm sehingga Ratu bisa melihat pandangan mata bersalah kakaknya.

"Ini penting banget, Ratu," suara Reon tergesa, "Hari ini aja, oke?"

"Apa Bang Reon tetep di sini kalo Ratu nangis?" desak Ratu.

Setelah Reon menjemputnya jam sepuluh pagi, jam sebelas mendadak atasan Reon meminta kakak Ratu itu untuk ke kantor. Tentu saja Reon menitipkan Ratu di rumah Raja, seolah cewek berumur enam belas itu adalah balita yang butuh penjagaan. Ratu merengek di sepanjang jalan. Meminta Reon segera mencarikan rumah mereka asisten rumah tangga, sehingga dia tidak perlu ke rumah Raja. Namun keputusan Reon bulat, dia ingin Ratu di rumah Raja untuk saat ini.

"Abang bisa kehilangan pekerjaan Abang. Bisa nggak, nggak usah manja buat sebentar aja?" sentak Reon dengan pandangan mata tajam.

Ratu melepas tarikannya di ujung kemeja Reon. Sontak perutnya melilit. Reon tidak pernah membentaknya, bahkan menatapnya seperti Ratu adalah semut pengganggu pun tak pernah.

Maka Ratu mengangguk perlahan, tak berani membalas tatapan Reon.

"Abang pulang malam," sergah Reon lalu berlalu dengan motor besarnya, menembus udara siang yang terik.

Ratu menghapus setitik air mata yang menggenang di pelupuk mata. Rasanya lebih meyakitkan bila Reon menyentaknya seperti itu, dibanding harus berbulan-bulan di rumah Raja.

Dengan menarik napas panjang, Ratu masuk ke dalam dan berpapasan dengan Budhe Ratih. Lantas Ratu menjelaskan bahwa dia akan menginap hari ini. Budhe Ratih mengangguk-angguk mengerti.

Ratu menaikkan satu alis melihat rumah Raja tampak kosong, "Dimana Raja, Budhe?"

Mendengar pertanyaan itu, Budhe Ratih tampak gelagapan. Ada rona merah yang menggelap di pipi wanita itu. Seperti seseorang baru saja menghinanya habis-habisan.

"Dia di kamar, Neng Ratu. Tadi Budhe abis dimaharin sama Den Raja."

"Lho, kenapa?" tak biasanya, Raja memarahi Budhe Ratih.

"Nggak tau, tuh. Kayaknya dia lagi sensi," balas Budhe Ratih. "Budhe pamit ke belakang dulu, ya. Mau masak lagi."

Ratu mengangguk berterimakasih, lalu semakin bingung karena sikap Raja. Ia lebih memilih masuk ke dalam kamar tamu dan menghempaskan dirinya di kasur. Dirinya masih teringat ucapan dan pandangan Reon yang tajam, membuat dada Ratu sesak.

Apa bagi Reon pekerjaan lebih penting dibanding Ratu? Mungkin Ratu egois dengan pemikiran itu. Namun selama ini, Ratu sudah berusaha mengalah dengan jam kerja Reon yang sangat padat sehingga Ratu selalu sendiri.

Sendiri menghadapi kematian orangtuanya.

Entah sudah berapa lama Ratu berada di kamarnya saat Budhe Ratih mengetuk pintu kamar membawakan dua gelas susu vanila. Satu untuknya dan satu untuk Raja.

"Lho, kenapa punya Raja dikasih ke saya, Budhe?" tanya Ratu bingung saat Budhe Ratih memberi seluruh gelasnya.

"Budhe takut ke kamarnya Den Raja, Neng. Bisa bantuin Budhe?" pinta Budhe Ratih harap-harap cemas.

Ratu menyunggingkan senyum terpaksa dan menerima permintaan Budhe Ratih. Setidaknya, ini menjadi tanda terimakasih dari Ratu karena wanita itu membuatkan susu vanila.

Dengan langkah lunglai, Ratu menaiki tangga menuju kamar Raja. Sesekali dia meminum susu vanilanya. Dugaan Ratu, Raja sekarang bermain PS di kamarnya atau membaca novel horror.

Namun begitu sampai, ternyata cowok itu tertidur di depan meja belajar. Kepalanya terkulai di sisi meja, lengan kirinya menjadi bantalan. Sebuah buku yang tampak kumal tergeletak tak jauh dari kepala Raja. Tangan kanannya memegang pulpen.

Ratu menaruh gelas di dekat Raja, lalu mengamati wajah cowok itu dari dekat. Polos, manis, tak berbahaya. Lupakan tentang pandangan tajam dan suara ketusnya. Yang Ratu lihat sekarang hanyalah sosok cowok yang terlelap.

Mata Ratu melirik ke arah buku di sisi Raja.

PUISI UNTUK RATU AMARA ERINSKA

Jantung Ratu berdegup tak karuan membaca sederet kalimat berhuruf kapital yang ada di halaman buku tersebut. Ditulis dengan menekan kertas terlalu keras, bertinta cokelat terang. Ratu merasa sudah melanggar privasi Raja saat membaca baris di bawahnya.

Hari pun berubah menjadi petang

Petang, sore hari. Dimana Raja dan Ratu sering bertemu di tempat parkir karena Reon lembur, sehingga Ratu harus dititipkan di rumah Raja.

Lelah terlukis di wajahmu

Ratu lantas teringat tentang hari-hari letih yang harus ia jalani seharian. Dan pulang bersama Raja menambahkan keletihan Ratu.

Kalau bisa kukatakan lantang

Kerap kali Ratu menangkap ekspresi Raja yang seolah ingin mengucap sesuatu, namun tertahan. Semua kata-kata yang ingin Raja lontarkan padanya selalu kembali ke tenggorokannya, tanpa Ratu tahu apa isi hati Raja yang sebenarnya.

Tapi di baris selanjutnya, Ratu akhirnya paham.

Aku amat merindukanmu, Ratuku

Sejenak Ratu bergeming, dia mengeratkan genggamannya pada sisi gelas, lalu berbalik pergi.

Entah apa yang berada di pikiran gadis itu sekarang.



R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang