BAB 44

324K 23.9K 1.5K
                                    

Bad Blood - Taylor Swift


BAB 44

RATU tidak bisa tidur.

Meski matanya sudah terpejam sejak jam sembilan malam tadi, rasanya ada sesuatu yang mengganjal sehingga selama satu jam ke depan dia tetap terjaga. Ratu ingin menyeret badannya ke kamar Reon dan tidur di sofanya, tapi dia terlalu malas untuk bergerak kemana-mana.

"Hah ...," Ratu menaruh telapak tangannya di dahi, "Pantes nggak bisa tidur, ternyata badan gue panas."

Suhu tubuh Ratu meningkat bila dirinya banyak pikiran seperti ini. Hari ini, Agung tiba-tiba bersikap dingin. Bahkan Leon juga tampak kurang ramah daripada biasanya. Belum lagi pernyataan Raja yang sangat mengejutkan. Ratu pun heran dengan kelakuan Ratu kepada Raja. Kenapa bisa Ratu mengatakannya? Didengar Budhe Ratih, pula. Padahal di BAB 21 ... Ah, sudahlah. Mungkin ini yang terbaik.

Tapi bagaimana jadinya kalau Raja tahu rahasianya ...?

Ratu menggeleng perlahan. Raja tidak akan tahu!

Karena haus, Ratu memutuskan untuk mengambil minum di dapur. Suasananya yang sepi cukup menakutkan sehingga Ratu langsung menyalakan lampu. Bagus, selain banyak pikiran, Ratu jadi parno setelah nonton Insidious.

Ratu cepat-cepat melepas dahaganya, lalu berjalan kembali ke kamar hingga ...

Dok! Dok! DOK!

"Astaga," desis Ratu kaget dengan suara gedoran di pintu. Kakinya terasa kaku di lantai dingin. Entah dia harus mengecek keluar atau buru-buru angkat kaki ke kamar. Tapi dengan kaki kaku seperti ini ....

"Ratu. Ini gue, Leoni! Tolong buka pintunya."

Suara khas Leoni membat Ratu menghela napas yang sedari tadi ditahannya. Ah, nggak lagi-lagi deh, nonton horror! Ratu menaruh gelasnya di meja lalu bergegas membuka pintu untuk Leoni.

Biasanya Leoni datang malam-malam seperti ini dengan tiga alasan;

1. Dia mau belajar untuk ulangan besok

2. Dia mau makan karena kulkas di rumahnya kosong

3. Dia kesepian dan butuh teman ngobrol

Maaf, tapi Leoni memang agak menyedihkan untuk alasan ketiga.

Namun begitu melihat Leoni membopong Leon yang babak belur, senyum geli di wajah Ratu pudar. Tiga alasan itu tidak berlaku sekarang, mungkin Ratu harus membuat alasan keempat.

4. Tempat penampungan korban tonjok.

"Le, lo kenapa?" tanya Ratu panik.

"Hai, Rat. Piyama dari gue ternyata masih lo pake," sapa Leon santai.

"Pertanyaan disimpen nanti," sergah Leoni tak sabar, "Bedebah satu ini harus diurus!"

Ternyata Leoni masih menggunakan kata bedebah seperti di BAB 3.

Aduh, Ratu! Fokus!

Ratu membantu Leoni membopong Leon ke sofa ruang keluarga. Ratu menyalakan lampu sehingga luka Leon tampak lebih parah dibanding sebelumnya. Banyak memar di lengan dan wajah. Mata kanan Leon bahkan berubah warna menjadi ungu. Seseorang seperti melampiaskan seluruh amarahnya pada Leon.

"Gue minta sekantong batu es, P3K, sama air hangat, Rat," ucap Leoni panik sambil membuka kacamata Leon.

"Bentar," balas Ratu seraya berlari kecil ke arah dapur. Sejurus kemudian, semua barang permintaan Leoni tersedia di meja.

Leoni mengambilnya, lalu berterimakasih. Ratu tidak membantu Leoni mengobati kembaran gadis itu, Leon sudah cukup handal untuk semua urusan mengobati ini. Bila Ratu membantu, dia hanya mengacaukan segalanya.

"Kok bisa gini, Le?" tanya Ratu cemas, memecah keheningan di antara mereka bertiga.

Leon dan Leoni saling tatap. Ada rasa jengkel di tatapan Leoni begitu Leon mengisyaratkan kembarannya itu untuk bercerita.

"Leon berantem sama Agung," tukas Leoni pendek.

Sontak Ratu terkejut. "Agung? Kok bisa? Dan jangan bilang ke gue untuk pikir hal itu sendiri karena gue nggak tau apa-apa."

"Cuma masalah kecil, kok," bela Leon sambil meringis kesakitan karena Leoni menekan lukanya, "Pelan-pelan dong, Le. sakit tau."

Leoni hanya mendengus kesal. Bukan salahnya menekan luka Leon. Cowok itu sudah berbohong pada Ratu.

Ratu jadi bingung harus bersikap seperti apa di depan mereka. Kedua teman dekatnya tampak menyembunyikan suatu masalah darinya.

"Kenapa sih?" tanya Ratu dengan kepala ditekuk, murung, "Sekarang kalian jadi nutupin masalah dari gue?"

Sontak Leoni berhenti mengusap kapas alkohol di luka Leon. Leon juga menatap Ratu dengan terperanjat.

"Kita nggak nutupin, Rat. Kita cuma nggak mau nambah-nambah masalah lo," balas Leon lamat-lamat.

Ratu mengangguk paham. Dia tahu masalahnya sudah banyak. Mungkin tidak tahu menahu tentang semua ini membuatnya merasa lebih baik. Ratu pun memeluk bantal dan menutupi wajahnya di sana.

Entah karena banyak masalah atau Ratu akhir-akhir ini sensitif, atau malah keduanya, tapi semua itu membuat Ratu letih dan menangis terisak.

"Rat," panggil Leon lembut sambil mengusap puncak kepala Ratu. "Nggak apa-apa."

Tetap saja Ratu merasa bersalah dan campur aduk melihat Leon seperti ini. Membayangkan Agung menghajar Leon ... ah, Ratu bahkan tidak bisa membayangkannya. Apalagi mengingat Agung jago kick-boxing.

Leon. Agung. Raja.

Ketiganya membingungkan.


R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang