BAB 3 (Sisi Lain)

83.4K 9.2K 195
                                    

Hasil pemilihan residen untuk koas adalah Mutia dengan dokter Daffa—dokter yang gendut, tinggi, dan besar, Uti dengan dokter Elang—dokter yang pendek dan culun, Ocha dengan dokter Poppy—si dokter "girlband", dan Raina sendiri dipilih dokter Chandra sebagai koasnya. Ah, ini sih akal-akalan dokter Chandra supaya dia bisa milih koas yang paling cantik.

Sedangkan aku—perempuan yang selalu bernasib buruk—terpilih sebagai koasnya dokter Adit, dokter sejuta pesona idola para perawat dan koas-koas centil. 

Mereka bilang aku beruntung. Tapi kenapa aku merasa sial ya? Karena saat awal perkenalanku dengan dokter muka lempeng itu saja sudah nggak enak.

"Permisi, Dok. Saya Adit, koas yang akan membantu dokter untuk 3 bulan ke depan. Mohon bimbingannya, Dok," kataku sampai nunduk-nunduk.

Hening.

Dia tetap sibuk menulis status pasien.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Dok?"

Tik. Tok. Tik. Tok.

Hening. Aku bahkan bisa mendengar suara angin berhembus.

"Atau bisa saya bantu menulis status pasien?"

"Tidak usah," akhirnya kedengaran juga suaranya.

Aku menghela nafas panjang. Pagi ini aku sudah terkena sial berkali-kali dan Tuhan sepertinya masih mau menguji kesabaranku. Oke, you can do it, Adit!

"Lalu, apa yang bisa saya lakukan, Dok, pagi ini?"

Hening.

Hening.

Hening.

Kalau menggebrak meja bukan sebuah pelanggaran, pasti sudah kulakukan sekarang. Aku melihat teman-temanku yang lain sudah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Mutia sibuk menulis rencana laboratorium yang diminta dokter Daffa, Uti daritadi keliling bersama dokter Elang untung follow up pasien. Ocha sedang diajarkan cara memasang EKG oleh dokter Poppy. Raina sedang mengobrol entah apa dengan dokter Chandra.

Aku sendiri berdiri mematung dan hanya bisa iri dengan mereka dari kejauhan. Apa sebaiknya aku mengikuti salah satu dari mereka saja? Daripada aku kayak kutu kasur gini, invisible.

Tiba-tiba dokter Adit berdiri, merapikan status pasien, kemudian pergi meninggalkanku lagi. Ya, LAGI.

Ya Tuhan, kalau seperti ini terus aku bisa mati konyol.

***

Seharian ini aku akhirnya mengikuti Mutia, Raina, Uti, dan Ocha kemanapun mereka pergi. Kadang nguping saat mereka diajarkan materi apapun dengan dokter residen mereka, kadang menawarkan diri untuk periksa pasien mereka, dan paling banyak duduk-duduk santai di ruang koas sangking nggak tahu harus berbuat apa.

Aku beberapa kali melirik dokter Adit yang kelihatan kelimpungan dengan tugasnya sendiri. Pasiennya ada 10, dua diantaranya kritis. Beberapa kali dia memijat keningnya, sepertinya pusing. Saat jam makan siang, dia bahkan masih tetap menulis-nulis entah apa di status pasien. Padahal dokter lain sempat istirahat sebentar untuk makan di ruang residen.

"Dok, makan dulu gih!" kata seorang perawat yang kutahu namanya Nani.

"Belum selesai," jawabnya singkat dan tetap ketus.

"Ya nggak bakal selesai-selesai Dok. Masalahnya semuanya Dokter kerjain sendiri. Tuh mumpung ada Koas, disuruh-suruh aja biar pada belajar,"

Ah, akhirnya ada yang bilang gitu juga. Sumpah, aku nggak papa kok kalau disuruh macem-macem, daripada dicuekin gini.

Internal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang