BAB 23 (Takdir)

65.8K 7.7K 150
                                    

[Musikalisasi Puisi "Takdir" karya aku   available on Multimedia. Dengarkan sambil membaca ya! Happy reading!]

Jakarta, 7 Juni 2016

Datang lalu pergi. Seperti nyala kembang api yang memeriahkan malam tahun baru. Meledak sesaat memberi kagum, lalu hilang lenyap ditelan sunyi. Hingga denting memberi peringatan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Aku harus segera terlelap dan mengarungi mimpi yang seharusnya kujalani. Meski terasa pahit.

Apa yang dilalui terasa singkat, pun bahagia yang tercipta layaknya kilatan cahaya di pelupuk mata. Tapi bekas yang tersisa begitu nyata lalu menyesak memenuhi dada kala teringat. Otak berusaha menghapus semuanya agar terbiasa, namun kenangan terkadang mencuat saat sepi merajut kembali satu persatu memori indah diantara kita.

Jauh. Selama jarak masih menjeda kita, demikian pula waktu, tak ada yang tak mungkin untuk kembali bangkit. Ada harapan disetiap kejatuhan, karena Tuhan tidak pernah tidur untuk membahagiakan hamba-Nya.

Meski raganya tidak terlihat, aku harap doa yang teriring kasih terhantar oleh setiap partikel tanah, air, dan udara kepada sang Pencipta. Ketulusan dari seseorang yang pernah singgah untuk membahagiakan ialah kado terhebat untuk dia yang tidak pernah menyadarinya. Demi Tuhan, aku tidak pernah berharap dia membalas, sekali saja dia melihatku sebagai seorang perempuan, itu sudah cukup mendamaikan.

Terima kasih. Terima kasih untuk semua keteduhan yang kamu beri di akhir pertemuan kita. Aku berharap kita sama-sama membangun mimpi-mimpi yang sudah terancang sejak awal, lalu mengabdi untuk membahagiakan sesama. Jika suatu saat takdir nyatanya berbaik hati mempertemukan kita, percayalah, semua bukan sebuah kebetulan.

***

*Dokter Adit POV*

Yogyakarta, 5 tahun kemudian...

Pagi yang cerah, secerah senyum Poppy yang tertangkap dibalik lensa kacamataku. Today is her big day. Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini, melihat sahabat terbaikku sedang mengucapkan janji sucinya di depan pendeta bersama dengan lelaki yang selalu setia bersamanya sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. Menurutku, Steven adalah orang yang paling tepat bersanding dengan Poppy di altar gereja termegah se-Yogyakarta ini.

Pernikahannya sederhana, hanya mengundang beberapa sanak saudara dan teman-teman terdekat. Poppy cantik sekali dengan gaun putihnya yang dibuat sangat sopan sedangkan Steven tidak kalah gagah dengan setelan jas hitamnya.

Setelah janji itu terucap dan mereka saling berciuman, akhirnya kedua mempelai mengarungi red carpet menuju keluar gereja. Beberapa saudara dan teman sudah bersiap menyambut mereka dengan potongan bunga-bunga yang sengaja dihamburkan di udara lalu jatuh menimpa kepala mereka yang tidak henti-hentinya mengekspresikan bahagia.

Aku mengamatinya dibalik kerumunan, tanpa sadar ikut tersenyum melihat dua insan yang kembali di mabuk asmara ini dari kejauhan.

"HEI, ADIT!" Poppy akhirnya tersadar ada aku disana, membaur bersama orang-orang terdekatnya yang beberapa juga sudah kukenal. Tangan Poppy mengampit lengan Steven dan berjalan ke arahku.

"Hai," Aku tersenyum untuknya.

"Thank you so much, Dit, udah dateng di nikahan gue," Poppy lantas memelukku girang. Aku sempat melirik Steven dan dia terlihat tidak masalah dengan kelakuan istri barunya ini. Poppy lalu melepaskan pelukannya. "Gue sedih banget waktu lo bilang nggak bisa dateng. Sok sibuk lo!" Mulutnya sengaja dimanyunkan.

"Maaf. Tapi ternyata saya bisa datang, kan?" kataku lalu mengalihkan pandangan pada Steven. "Hai, Stev, selamat menempuh hidup baru ya," Aku memeluk Steven sebagai seorang laki-laki.

Internal Loveحيث تعيش القصص. اكتشف الآن