BAB 26 (Sesuatu yang Tidak Dia Tahu: Her First Kiss)

68.4K 7.7K 383
                                    

[Jangan hilangkan dia - Rossa on Multimedia guys! Dengarkan sambil baca ya :)]


Aku memandang punggungnya lekat. Angin menerbangkan helaian demi helaian rambutnya dengan indah. Tidak pernah kudapati pemandangan yang lebih memukau selain saat ini. Suara ombak, bintang-bintang di langit, dan dia. Bukan berlebihan jika kukatakan malam ini terasa sempurna. Dan semakin sempurna kala kutahu apa yang kupertanyakan selama ini mendapat jawabannya.

Dia memang bukan perempuan tercantik yang pernah kutemui, tapi dia adalah satu-satunya perempuan yang wajahnya melekat dalam ingatan seorang Aditya Nagendra, bahkan setelah 5 tahun berlalu. Walaupun harus aku akui, aku sempat melupakannya beberapa saat karena kesibukanku.

Jika harus flashback ke 5 tahun silam, aku memang merasa berdosa karena terus mendiamkannya saat dia butuh bantuanku sebagai koas untuk mendapatkan ilmu penyakit dalam. Aku sebenarnya sadar saat itu. Semua temannya sangat dekat dengan teman-temanku sesama residen, mendapatkan banyak ilmu dengan mudah, dan sudah layaknya seperti kakak dan adik yang saling membutuhkan. Sedangkan aku, malah membuatnya harus membangun tembok kesabaran yang begitu tinggi.

Apa yang dia lakukan ternyata mampu mengubah pikiranku sedikit demi sedikit. Dia tidak semenyebalkan yang ada di pikiranku saat itu. Titik dimana aku mengubah pandanganku padanya adalah saat dia diam-diam meletakkan roti isi cream cheese di meja kerjaku. Aku tahu, sebelumnya dia sempat mengintipku kesakitan karena gastritis kronis yang kuderita sedang menjadi akut. Dia bahkan melakukannya dua kali dan selalu pas sekali waktunya saat lambungku sedang tidak bisa diajak berkompromi.

Setelahnya, aku berpikir aku harus membantunya. Karena aku bukan tipe pengajar yang baik, kuberikan saja buku catatanku yang dulu saat aku koas sering dicuri teman-temanku. Mereka bilang buku catatanku adalah 'buku dewa' yang sangat lengkap. Aku berharap, dengan membaca buku ini saja dia sudah merasa seperti diajari olehku. Selebihnya, aku sedikit mengajarinya untuk melakukan tindakan-tindakan kecil pada pasien sebagai bekalnya nanti saat dia praktek menjadi dokter.

Dan kemarin, saat aku melihatnya pertama kali setelah 5 tahun hilang komunikasi, aku tersadar, gadis yang dulu begitu sabar menghadapiku kini berubah menjadi dokter yang kuat dan hebat. Seperti kata orang, tidak ada orang hebat di dunia ini yang lahir dari segala sesuatu yang instan. Mereka pasti telah menempuh perjalanan jauh yang sangat berat dan tak jarang menyiksa untuk sampai di titik kesuksesan itu.

Aku melihat tangannya mulai bergerak setelah sekian lama mematung dengan kaki tersapu ombak. Jemari kanannya menarik cincin yang ada di jari manis tangan kirinya. Beberapa saat dia menggenggam cincin itu, lalu melayangkan tangannya ke udara dan membuang cincin itu jauh-jauh menyatu dengan deru ombak yang semakin kencang.

Kemudian dia membalik badan. Wajahnya langsung mengekspresikan keterkejutan yang teramat sangat melihat keberadaanku di tepi pantai. "Dok−Dokter Adit?"

"Hai,"

"Ke─Kenapa Dokter ada disini?"

"Tidak sopan bicara dengan orang yang lebih tua dengan berteriak seperti itu,"

Akhirnya dia menyadari kalau jarak kami untuk berbincang cukup jauh, dan aku tidak mungkin menghampirinya. Menjejak air laut akan membuat verban di ankleku menjadi basah dan semakin menyusahkan.

Untungnya dia mengerti maksudku dengan berjalan kembali ke tepi pantai, walaupun dari ekspresinya tampak dia jengkel bercampur bingung. "Dokter ngintilin saya?"

Keningku mengernyit. "Ngintilin?"

Dia menghela napas berat. "Kenapa sih Dokter masih ngikutin saya? Saya, kan, sudah bilang, Dokter sudah boleh pulang!"

Internal LoveWhere stories live. Discover now