BAB 9 (Hari yang Ajaib)

77.3K 8.8K 696
                                    

Suara derap langkah itu terdengar jelas, disusul oleh suara pintu yang dibuka. Gelak tawa yang sudah kuhafal mati siapa pemiliknya itu langsung merayuku untuk mendongakkan kepala. Sayangnya, rasa sedih mengurungkannya, membuatku masih menenggelamkan wajah diantara kedua lutut yang kutekuk dan kurangkul dengan kedua lenganku.

"Hai, Dit. How's your day?" Suara serak-serak basah milik Raina itu yang pertama kali terdengar di telingaku setelah kurang lebih 3 jam aku mengurung diri di dalam ruang koas.

Aku tak menjawab, malah menyedot kembali ingusku yang tidak bisa dikontrol keluarnya setelah menangis semalaman.

"KENAPA LO, CUY?" tanya Uti.

"Dit? Are you okay?" kali ini Mutia yang bertanya.

"I'm okay," jawabku bohong. Dan itu kentara.

"Kalau cewek bilang okay, it mostly not okay," kata Raina. "Why, Dit?"

"Pasti Dokter Adit lagi ya?" tebak Ocha. Aku mendongakkan kepala dan Ocha terlihat kaget dengan wajahku yang sudah tidak manusiawi lagi bentuknya. Mata sembab dengan kantong mata segede gaban, hidung ingusan, bibir kering dan pecah-pecah karena belum minum sejak 6 jam yang lalu. "Kenapa sih setiap kali kamu jaga sama dia selalu bermasalah gini? Ini baru minggu pertama loh, dan kamu sudah nangis dua kali!"

"Bukan dia, Cha," Aku berusaha jujur, namun sepertinya Ocha salah paham.

"Nggak usah nutup-nutupin, Dit. Itu Dokter emang ngelunjak ya? Kayaknya musti kita kasih pelajaran deh biar nggak seenak udelnya aja gangguin Adit," Ocha terlihat geram. Setelah menaruh tas di atas tikar, dia langsung beranjak berdiri dan menuju keluar ruang koas.

Sumpah, aku kaget dengan reaksi Ocha ini. Jangan sampai dia melakukan hal memalukan yang justru malah mengundang kemarahan Dokter Adit. "Cha, tunggu!" Aku bangkit dan berusaha mengejar Ocha.

Teman-temanku yang lain sepertinya kebingungan namun ikut-ikutan mengejar Ocha sepertiku. Ocha ternyata menghampiri ruang residen. Disana sudah berkumpul 5 personel residen. Komplit. Mereka sedang bersiap-siap untuk follow up pasien.

"DOKTER ADIT!" Ocha menggebrak pintu ruang residen dengan garangnya sampai membuat kelima residen terlonjak kaget. "SAYA PERINGATKAN SAMA DOKTER YA, SEKALI LAGI DOKTER BIKIN TEMAN SAYA NANGIS, DOKTER BISA SAYA LAPORKAN KE PIHAK BERWAJIB!"

The Residens—mungkin ini nama sementara untuk geng residen biar gampang disebutnya, kompak menampilkan ekspresi wajah bak orang idiot. Kecuali dokter Adit yang menjadi target kemarahan Ocha yang hanya menatap dingin seperti biasa.

Aku dan teman-temanku yang lain juga ikut-ikutan melongo. Kami hanya takjub melihat seorang Ocha yang gendut, lucu, dan polos itu saat marah ternyata lebih menyeramkan dari Hulk yang mengamuk.

"Cha, udah, Cha. Malu," kata Mutia sembari menarik-narik tangan Ocha.

"Enggak, Mut. Aku nggak mau nyerah. Aku harus ngebelain hak koas,"

Mendengar itu, mulut The Residens semakin menganga lebar.

"Cha, dengerin aku dulu. Ini bukan salah...," belum sempat aku melanjutkan perkataanku, Ocha keburu menyambar.

"KAMU TUH KENAPA SIH BELAIN DIA MULU?"

Aku terkejut menerima bentakan dari Ocha. Waduh, sumpah, ini anak kesambet apaan sih sampai galak banget kayak gini?

Sampai akhirnya dokter Poppy yang merupakan residennya Ocha dan residen pertama yang tersadar dari kekagetannya di pagi hari ini bertanya, "Dek, kamu kenapa?"

Aku langsung menggenggam tangan Ocha. "Cha, please. Dengerin aku dulu,"

"Udah deh, Dit. Aku mau ngebelain kamu biar dia nggak kurang ajar terus,"

Internal LoveWhere stories live. Discover now