sixth : Sorry

290 39 2
                                    


"Raka make?" ucap Arin pelan. Ia menutup mulutnya tak percaya kalau Rakha menggunakan barang haram itu.

"Ngapain lo?" itu Rakha. Ia melihat Arin yang berdiri di depan pintu kamar mandi cowok.

    Rakha yang sudah tidak merintih kesakitan bangkit mendekekati Arin. Arin merasa sedikit takut.

"Ng-nggak ngapa ngapain kok" jawab Arin menunduk.

    Jantungnya berdegup kencang, takut kalau kalau Rakha akan menerkamnya karena mengetahui Rakha menggunakan barang haram itu.

    Sekarang Rakha sudah ada di hadapannya. "Gue tau lo liat, dasar bego!" Kata Rakha.

"Gue gak bakal bocorin" kata Arin sambil megaacungkan jarinya membentuk V. Jelas dia nggak berani bocorin. Kalo ngebocorin rahasia orang kayak Rakha bisa habis dia nanti.

"Terserah" ucap Rakha ketus. Ketus banget malah.

"Lo gak takut di keluarin?" kata Arin polos dengan penuh keberanian.

"Gue gak peduli. Dan lo, lo nggak perlu ikut campur urusan gue" kata Rakha ketus.

    Mendengar itu Arin menggerutu kesal. Lalu ngacir ninggalin Rakha yang masih berdiri disana. Dalam hatinya sedikit tak menyangka Rakha sangat meremehkan hal semacam itu.

♪♪♪

    Arin menatap langit langit kamarnya. Ia terus kepikiran betapa gilanya kelakuan Rakha di balik sifat dinginnya. Rakha yang dingin itu ternyata seorang perokok dan pecandu.

"Ah ngapain sih gue jadi kepikiran dia" gerutu Arin sambil mengacak rambutnya.

Krucukruuk

    Perut Arin bernyanyi. Tandanya minta di isi ulang. Arin pun turun ke bawah untuk mencari makanan. Ia membuka tudung saji di meja makan. Dan kosong. Gaada makanan sama sekali.

"Mbok gaada makanan yah?" tanya Arin pada mbok Sinah yang baru saja nyamperin Arin.

"Aduh mbak maaf saya belum masak buat makan malam. Mau di buatin apa mbak?" Kata Mbok Sinah.

"Eh, nggak usah deh mbok. Aku beli nasi goreng aja di ujung jalan" kata Arin. Kebetulan ia sedang pengin nasi goreng di ujung jalan itu.

"Yaudah mbak. Maaf ya mbak. Naik apa mbak?" kata Mbok Sinah.

"Jalan aja mbok deket juga. Arin berangkat ya mbok" kata Arin.

"Iya mbak" jawab Mbok Sinah.

    Arin berjalan keluar. Ia berjalan menuju ke penjual nasi goreng di ujung jalan yang jaraknya sekitar 200 meter dari rumahnya.

♪♪♪

    Arin berjalan di pinggir jalan sambil membawa bungkusan yang isinya nasi goreng. Jalan yang tadi ia lewati sekarang sepi. Jelas. Sekarang udah jam 10 malam. Antrean di nasi goreng itu panjang banget. Sampe sejam Arin nungguin.

    Arin lewat taman komplek yang letaknya emang deket dari rumah Arin. Mata Arin mengintari taman itu. Taman sudah sepi. Mungkin karena hari sudah cukup malam. Mata Arin berhenti pada 4 orang yang ada di sudut taman.

    Tunggu. Ketiga di antara keempatnya sedang menghajar salah satu diantara mereka. Arin membulatkan matanya. Ia melihat orang yang dihajar ketiganya sedang merintih kesakitan di atas tanah. Terang saja, dihajar tiga orang sekaligus.

"Jangan sok jagoan lo!" ucap salah satu dari mereka sambil menendang si korban. Setelah itu mereka meninggalkan korban itu.

     Arin merasa penasaran dan kasian dengan si korban. Setelah ketiga orang yang menghajar si korban benar benar hilang. Arin mendekati si korban. Ia membelalakkan matanya melihat muka si korban penuh lebam. Ujung bibirnya berdarah. Ditambah ia mengenali siapa si korban.

Arinta's StoryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora