Thirtheenth : Tell

298 27 0
                                    


     Seminggu setelah pengumuman OSN, Arin harus mengikuti ujian akhir semester, atau biasa disebut UAS. Dan hari ini menjadi hari terakhirnya mengikuti UAS. Arin melangkahkan kakinya menuju ruang ujian.

    Disana sudah ramai. Banyak anak anak yang sedang sibuk menyalin sontekan rumus rumus fisika. Memang hari terakhir ini hanya satu mata pelajaran yang diujikan, yaitu fisika. Tapi tetap saja banyak anak yang menyalin rumus rumus itu. Ada yang ditulis di meja, ada yang kertas sontekannya diumpetin di kaos kaki, di ikat pinggang, di taruh saku, dan yang antimainstream, di tulis di uang.

   Arin yang melihat itu hanya tersenyum simpul sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Kemudian ia menuju bangkunya.

"Lo juga, Ron? " Tanya Arin pada Baron. Teman sebangku Arin selama UAS.

    Baron yang sedari tadi sibuk dengan kertas sontekannya, mengalihkan pandangannya pada Arin. "Iya nih. Kan lo nggak pernah mau bagi bagi, Rin"

    Arin terkekeh, "Sorry, Ron. Udah prinsip" Arin memang tidah pernah menyontek atau menyonteki. Menurutnya, hasil dari kerja keras sendiri akan lebih terasa. Tapi tentu banyak yang tidak mempedulikan prinsip itu. Tujuan awal sekolah yang awalnya cari ilmu berubah jadi cari nilai. Karena pelajar masa kini merasakan bahwa nilai akan lebih dihargai daripada sebuah kejujuran.  Right?

     Arin kemudian duduk ke bangkunya sambil menunggu bel berbunyi.

♪♪♪

     Sekitar setengah jam sudah para siswa siswi di ruang ujian Arin bergelut dengan soal soal fisika. Arin mengerjakan dengan cukup tenang. Meskipun sedari tadi teman temannya sudah berbisik sana sini mencari sontekan.

"Hei!  Kamu dengar tidak apa yang saya katakan? Jam berapa ini baru datang? Kamu tahu kan hari ini ada ujian akhir semester?"

    Arin mendengus kesal. Demi apapun kenapa mereka tidak bisa tenang. Suara apa lagi itu? Arin menengok keluar jendela.

   Rakha. Itu Rakha. Dengan tampilan berantakan seperti biasa, ia ogah ogahan mendengarkan celotehan pak Slamet. Kemudian ia mengalihkan pandangannya. Ia melihat ke arah Arin. Sepersekian detik pandangan mereka bertemu. Arin yang kepergok, langsung tertunduk malu.

"Saya sedang bicara sama kamu! Kenapa kamu tidak memperhatikan?"

"Iya iya pak. Denger kok"

"Sudah sekarang kamu masuk. Tidak ada kompensasi waktu" Setelah pak Slamet mengatakan itu, Rakha langsung masuk ke ruangannya.

"Sering ngatain gue bego, dianya sendiri juga bego" ujar Arin bermonolog.

"Apa rin? " sahut Baron.

"Oh nggak kok"

♪♪♪

    Bel pertanda berakhirnya ujian akhir berbunyi. Arin menghela nafas lega. Akhirnya berakhir sudah minggu minggunya yang sibuk. Sibuk OSN, sibuk UAS.

"Gila selesai juga UASnya. Lega banget gue" Citra tiba tiba nimbrung di bangku UAS Arin.

"Gue juga sih" ucap Arin. "Yuk, pulang" ajaknya.

"Yuk"

"Lo nggak bawa motor kan?"

"Nggak. Kan mau nginep" jawab Citra. Mereka berdua langsung meninggalkan ruang ujian.

    Saat berjalan melewati koridor, Arin dan Citra melihat ada ramai ramai di depan mading. "Cit, ada apaan tuh?" tanya Arin.

"Nggak tau deh. Yuk liat"

Arinta's StoryWo Geschichten leben. Entdecke jetzt