Thirtieth : Better

302 25 0
                                    


     Seminggu sudah Rakha di rawat. Itu artinya, sudah seminggu juga Arin terus mengajak Rakha berbicara yang masih tertidur. Tidak ada Rakha yang ketus, Rakha yang dingin, Rakha yang suka ngomong irit, yang ada hanya Rakha yang terbujur kaku di atas kasur rumah sakit.

    "Rak, ga capek ya tidur mulu? Ini udah siang loh. Waktunya kita sekolah. Ntar telat lagi, terus dihukum Bu Rosa. Lo ga mau kan? Mangkannya cepet bangun" ucap Arin pada Rakha. Rakha tak bergeming. Tetap dengan mata tertutup dengan posisi tidurnya.

     "Rak bangun dong. Ntar kalo lo bangun, gue janji deh ga bakal jadi 'bego' seperti yang lo bilang" ucap Arin dengan titik titik air yang jatuh dari matanya. Tak ada suara lain selain bunyi alat pendeteksi detak jantung.

     Arin menggenggam tangan Rakha,dan membawanya ke pipinya,"Rak lo pokoknya harus bangun. Gue ga mau tau. Gue cinta sama lo. Gue nggak mau kehilangan lo, hanya karena gue terlambat menyadari perasaan gue" ucap Arin lagi.

"Gue mau lo bangun. Ayo, Rak bangun!! Gue mau denger lagi kata kata ketus dan dingin lo yang irit. Gue mau lo panggil gue 'bego' lagi " Arin menangis sesenggukan "Dan gue mau denger, lo bilang cinta ke gue"

     Tiba tiba alat pendeteksi jantung menunjukkan sebuah garis lurus. Dan bunyi tutt panjang terdengar. Nafas Arin tercekat. Ia langsung bangkit dari duduknya untuk memanggil suster dan dokter.

     "Suster!! Dokter!! Tolong" teriak Arin dengan nafas yang kian memburu. Ia tak mau kehilangan Rakha. Para suster dan dokter pun masuk ke dalam kamar Rakha. Dan Arin menunggu di luar dengan tangis yang menjadi jadi. Bersamaan dengan itu,Nando, Aldy dan Kinar datang bersama kedua orang tua Rakha.

 "Rin, apa yang terjadi?"tanya Kinar panik.

 "Tadi, alat pendeteksi jantung Rakha menunjukkan garis lurus. Sekarang dokter masih menanganinya di dalam"ucap Arin susah payah ditengah tangisnya.

      Sontak semua orang yang ada di sana khawatir. Terlebih orang tua Rakha yang merasa bersalah terhadap Rakha.

     Aldy pun merengkuh Arin dalam pelukannya. Belum pernah ia melihat adik kesayangannya sekacau ini.

    "Kamu tenang, Rin. Rakha pasti selamat. Dia cowok yang kuat" ujar Aldy menenangkan sambil mengelus pelan rambut adiknya.

"Aku nggak mau kehilangan Rakha kak" ucap Arin.

"Dia akan bertahan untuk kamu, dan kita semua"ucap Aldy.

     Sedangakan di sisi lain, orang tua Rakha benar benar menyesal dengan perlakuannya selama ini. Mereka menyesal karena selama ini tidak memperhatikan Rakha dan malah sibuk mencari uang,uang dan uang.

     "Pa, Ini salah mama pa. Mama terlalu sibuk dengan pekerjaan, sampai tidak mengurus Rakha. Mama tidak menjalankan tugas mama sebagai ibu yang baik buat Rakha" ucap mama Rakha.

"Bukan cuma mama. Ini juga salah papa. Papa nggak berhasil menjadi seorang ayah yang baik untuk Rakha. Papa sudah gagal menjadi kepala keluarga" ucap papa Rakha menyalahkan dirinya.

"Sudah om, tante. Om sama tante nggak perlu menyalahkan diri om dan tante. Mungkin ini sudah kehendak tuhan. Yang perlu kita lakuin sekarang adalah berdoa. Semoga Rakha berhasil berjuang untuk bangun" ucap Kinar.

   Mereka pun mengangguk pasrah.

♪♪♪

     Rakha membuka matanya. Ia memakai baju putih putih. Kemudian ia bangkit dari hamparan rumput yang hijau dan luas. Banyak bunga berwarna warni dan kupu kupu yang indah. Sungai kecil dengan air terjun yang pendek. Airnya begitu jernih.

Arinta's StoryWhere stories live. Discover now