Twenty Fifth : His Feeling

271 23 2
                                    

      Hari ini Nando dan Rakha sudah di perbolehkan untuk mengikuti pelajaran seperti biasa setelah lima hari masa skorsing mereka. Nando yang baru datang langsung memarkirkan motornya di parkiran sekolah. Tiba tiba seorang cowok dengan motor ninja merahnya memarkirkan motornya tepat di sebelah motor Nando——Rakha. Setelah motornya terparkir, Rakha melepaskan helmnya. Ia hendak berjalan melewati Nando, tapi suara Nando menahannya.

"Jauhin Arin" Nando mengucapkannya dengan tatapan sinis.

"Jangan harap" jawab Rakha penuh penekanan.

"Berapa kali gue bilang ke lo? Arin itu cewek gue" sekarang Nando menatap Rakha tajam.

Rakha mendekat dan menatap tajam mata Nando,"Gue nggak peduli. Gue bakal terus merjuangin orang yang gue sayang" ucapnya.

      Nando nyengir dan memberikan tatapan meremehkan,"Kita liat. Sampai kapan lo nggak ngejauh" ucapnya lalu meninggalkan Rakha.

    Setelah beberapa detik terdiam, Rakha berjalan ke koridor dan menuju ke kelasnya. Di sepanjang koridor dia hanya berjalan dengan wajah temboknya, sampai ia melihat seorang cewek yang berjalan berlawanan arah. Rakha memberikan senyum manisnya pada cewek itu, Arin. Tapi Arin tidak sedikitpun membalas senyum Rakha. Arin malah membuang muka pura pura tak melihat Rakha dan mempercepat jalannya.

     Rakha merasa sedikit ada mengganjal dengan sikap Arin barusan. Biasanya jika bertemu, Arin akan menyapanya atau hanya sekedar tersenyum. Tidak seperti pagi ini. Rakha pun tidak ambil pusing dan melanjutkan berjalan menuju kelasnya.

♪♪♪


    Arin yang sedang duduk di salah satu kursi kantin, melamun sambil mengaduk tak jelas jus jeruk yang ada di hadapannya. Ia masih kepikiran dengan 'permintaan' Nando dan 'ucapan' Aldy beberapa hari lalu.

   Sebenernya gue salah ga sih, ngejauh dari Rakha? Padahal selama ini, dia baik banget sama gue. Ya meskipun dia nyebelin banget. Tapi gue juga ga bisa nolak permintaan Kak Nando. Batin Arin berkata.

   "Rin, lo kenapa?" tanya Citra menyadarkan Arin dari lamunannya. Ia sadar dengan Arin yang dari tadi melamun.

    "Ha? Gu-Gue gapapa kok. Iya gue gapapa" jawab Arin berbohong.

"Gue tau lo ada apa apa. Gue sahabat lo, dan gue pasti peka kalo ada yang lo pikirin. Tapi gue nggak maksa buat lo cerita. Tapi kalo lo butuh temen buat cerita, gue siap kapanpun itu" ucap Citra tulus.

     Arin langsung meraih Citra ke dalam pelukannya,"Gue beruntung punya sahabat kayak lo, Cit. Lo selalu ngerti gue. Tapi maaf gue belum siap cerita. Kalo gue udah siap,gue pasti langsung cerita"ucapnya.

     "Iya gue ngerti kok Rin. Lo jangan mendem semua sendiri, gue mungkin nggak bisa nyelesein masalah lo, tapi gue bakal ada kapanpun lo butuh"ucap Citra.

   Arin terharu mendengar perkataan Citra dan semakin mengeratkan pelukannya, "Makasih, Cit. Lo emang sahabat terbaik gue" ucapnya.

"Iya sama sama. Tapi inu lepas kali, Rin. Gue bisa nggak bisa nafas kalo gini terus" ucap Citra dengan dengusannya.

     Arin melepaskan pelukannya dan terkekeh,"Sorry sorry. Btw abis ini jamnya bu Bella kan ya?" tanyanya.

   Citra berdecak, "Ck! Males gue. Pasti ntar di ruang musik deh" ucapnya.

    Arin terkekeh, "Kenapa sih segitunya nggak suka musik? Musik itu nyenengin lagi" ucapnya.

     "Itu menurut lo. Nggak buat gue" ucap Citra sewot, bersamaan dengan itu bel masuk pun terdengar.

Arinta's StoryWhere stories live. Discover now