Twenty Sixth : Distance

300 30 1
                                    


     Libur karena ujian sekolah kelas 12, sedikit menguntungkan bagi Arin. Untuk seminggu, ia tidak perlu berfikir tentang apa yang harus ia lakukan jika bertemu Rakha. Tapi itu memang hanya berlaku seminggu, pasalnya senin selanjutnya ia harus satu ruangan dengan Rakha saat UTS nanti.

Dan itu akan berlangsung beberapa menit lagi. Sekarang Arin sedang berjalan berdampingan dengan Nando di koridor, menuju ke ruangan uts. Setelah sampai di depan pintu ruangan Arin, Nando dapat melihat Rakha di dalam ruangan itu dengan amarahnya yang memuncak. Sebuah ide terlintas di pikiran Nando.

Nando mencium puncak kepala Arin,"Semangat ya sayang ngerjain soal soalnya" ucapnya. Arin hanya bisa terdiam beberapa saat melihat perlakuan Nando.

"Iy. Makasih ya kak. Yaudah, aku masuk dulu"

"Iya sama sama. Yaudah aku balik ke kelas dulu" ucap Nando lalu mengacak ringan rambut Arin. Aneh. Itu yang Arin rasakan. Kemana jantungnya yang selalu berdebar saat berada di dekat Nando, atau mungkin pipinya yang selalu memerah? Mengapa hambar?

     Dengan gontai, Arin masuk ke dalam ruangannya. Dan duduk di kursinya yang berada tepat di belakang Rakha. Saat melewati cowok itu, ia melihat tatapan dingin di raut wajahnya. Sama saat Arin bertemu cowok itu. Arin hanya bisa memejamkan matanya dan menghembuskan nafas kasar.

♪♪♪

     Tepat di saat bel pulang berbunyi, Pak Dhenis tiba tiba masuk ke dalam ruangan Arin sambil membawa sebuah tas ransel berwarna hitam.

"Milik siapa ini?" tanya pak Dhenis sambil mengangkat tas itu dengan tangan kanannya.

Dengan santai Rakha menjawab,"Punya gue. Kenapa?" ucapnya. Semua mata anak di kelas itu langsung tertuju pada Rakha. Sedikit tak menyangka melihatnya berbicara dengan pak Dhenis seperti berbicara dengan temannya.

    Pak Dhenis menatap Rakha garang, ia lalu membuka tas Rakha. Dikeluarkannya barang barang yang tak layak di bawa seorang siswa ke sekolah, maupun di luar sekolah. Barang itu adalah 2 bungkus rokok dan satu botol bir. Semua mata membulat sempurna. Dan satu diantaranya menatapnya sendu. Arin.

"Ikut saya ke ruang BK sekarang juga" perintah pak Dhenis.

    Rakha dengan santai merebut tasnya dari tangan pak Dhenis dan memasukkan kembali barang-barang yang pak Dhenis keluarkan.

"Kalo gue nggak mau?" ucap Rakha lalu ngeloyor pergi meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan semua orang yang membeku di buatnya. Pak Dhenis benar benar marah, ia merasa di lecehkan seorang muridnya yang kelewat tak sopan itu. Ia hendak mengejar Rakha, namun tangan Arin mencegahnya.

"Biar saya saja pak. Saya takut nanti pak Dhenis tidak bisa mengontrol emosi bapak. Itu tidak baik untuk bapak"ucap Arin. Ya ya pak Dhenis memiliki tekanan darah tinggi.

"Baiklah. Tolong bapak, Arin. Dan terima kasih sebelumnya" ucap pak Dhenis. Arin tersenyum lalu meninggalkan ruangan itu dan berlari mengejar Rakha.

    Arin berhenti tepat di hadapan Rakha. Dan memberanikan diri untuk menatap wajah Rakha. Tatapan dingin itu lagi.

"Lo kok gitu sih ke pak Dhenis? Dia kan guru lo" ucap Arin.

"Apa peduli gue" jawab Rakha singkat.

"Ya lo sopan dikit lah. Orang tua lo nggak ngajarin apa?" ucap Arin geram.

Arinta's StoryWhere stories live. Discover now