Coronation

773 78 0
                                    


Sejak peristiwa penyerangan mendadak di kerajaan selatan, seluruh kerajaan yang lain nampak sangat waspada dan menutup gerbang masuk. Mereka memandang Lili sebagai seseorang yang perlu ditakuti.

Tapi, suatu hari, Anna sudah berdiri di tanah yang hitam berkabut. Daerah kekuasaan Lili. Kakinya masih membeku ditempat, mungkin karena udara yang turun drastis, atau karena rasa takutnya yang terlalu menekannya untuk segera berbalik dan kembali ke istananya. Wajah gadis itu pun menampakkan satu cahaya yang menggambarkan rasa takut dan cemasnya kalau mungkin akhirnya ia mengakui kalau ibunya memang benar.

Baru satu langkah yang sepatu boot-nya ambil, Lili bisa merasakannya. Ya, langkah yang diambil Anna, gadis itu bisa rasakan. Karena itu tanahnya, ini adalah rumahnya. Ia punya kontak batin yang kuat disini.

Sebelum Anna mengetuk pintu masuk istana yang terbuat dari berlian hitam nan megah, pintu itu sudah terbuka dengan sendirinya. Gadis itu sedikit tersentak karena dirinya yang terlalu serius dan jantungnya serasa berhenti berdetak ketika ia melihat Erl dengan sayapnya yang terlipat di belakang punggungnya sudah berdiri beberapa meter di depannya.

"Selamat datang, nona Anna. Ada perlu apa?" Tanya Erl sambil melipat kedua tangannya yang dibalut sarung tangan hitam di depan badannya.

"Aku ingin berbicara dengan kakakku, ak-" Sebelum Anna berhasil menyelesaikan kata-katanya Erl sudah menolak permintaan gadis itu.

"Maafkan aku, Nona Anna. Nona Lili sedang tidak bisa diganggu."

Anna mengerutkan dahinya, lalu menatap ujung tangga hitam yang melengkung. Sehelai kain hitam yang diseret menjauh. "Lili!" Pekik Anna sambil merentangkan tangannya kedepan mencoba mengejar Lily, tapi Erl menahannya.

"Lili, kumohon dengarkan aku. Sebentar lagi aku akan dinobatkan menjadi ratu. Kumohon, datanglah," wajah Anna memerah menahan tangis. Ia sangat merindukan Lili.

"Pulanglah, Anna. Aku tidak diinginkan di kerajaanmu," Lili masih bersandar kepada tembok, tidak berani untuk menampakkan wajahnya di hadapan Anna. 'Aku tidak jahat, aku tidak jahat, aku hanya gelap.' Batin Lili berteriak, berulang-ulang memekikkan kalimat yang sama.

"Kumohon Lili, untuk terakhir kalinya, terimalah permintaanku. Kau tahu aku sangat menyayangimu, 'kan?"

Lili menatap lurus menuju jendela mozaik di hadapannya yang menggambar sebuah mawar hitam. Ia merasakan dadanya sesak, sebutir air mata jatuh dari sudut matanya yang mulai memerah. "Erl, antarkan nona Anna keluar."

Erl menatap Anna dan mengangguk, "Mari, nona."

Anna hanya menatap Erl lalu menggigit bibirnya sendiri, mencoba menahan air mata yang tidak bisa berhenti jatuh, dan malah semakin deras. Isakan tangisnya yang menggema, membuat Lili semakin ingin untuk berteriak. Anna mengakui ia sudah kehilang satu lagi anggota keluarga, dan sekarang ia sendirian.

'Kumohon, Anna. Kau punya masa depan yang indah tanpaku.'

***

Lili berjalan bolak-balik di ruang takhtanya. Setiap langkah yang ia ambil, tanaman rambat hitam yang magis tumbuh dari balik kakinya. Dia sedang tidak stabil.

Erl melihatnya, tidak bisa berbuat apa-apa karena ia tahu apa yang akan terjadi sebelum bisa menenangkan Lili sepenuhnya. Setidaknya, ia harus tetap waspada dengan apa yang akan Lili lakukan pada ruangan itu, karena apapun yang terjadi, ruangan itu adalah jantung dari kerajaan milik Lili.

Lili bergumam banyak hal. Antara menenangkan dirinya yang mengigil dan memutuskan untuk datang atau tidaknya dirinya ke acara peresmian Anna sebagai pemimpin kerajaan utara. Setidaknya, setelah itu, gadis itu bebas menyerang kerajaan manapun, dan meratakan seluruh kerajaan bercahaya itu.

Tritanian History : Long Path She TakesWhere stories live. Discover now